Alsintan, Solusi Ancaman Krisis Petani di Indonesia

Indonesia dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan diprediksi akan mengalami krisis petani, mengingat jumlah petani sekarang ini terus menurun dan yang ada pun makin tua. Itu sebabnya, pemerintah harus mengantisipasi agar krisis tidak terjadi.

“Usia petani rata-rata berusia 47 tahun. Diperkirakan 10-15 tahun lagi akan mengalami berkurangnya jumlah petani nantinya,” kata Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria, usai bertemu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin  (11/11/2019).

Menurut Arif, pemerintah harus segera mengantisipasi agar krisis ini tidak terjadi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tahun 2019 terjadi penurunan pada lapangan pekerjaan utama, seperti penurunan pekerja di bidang pertanian, kehutanan dan perikanan.

Jumlah  penduduk Indonesia yang bekerja pada tiga bidang tersebut sebanyak 34,58 juta orang atau 27,33% dari seluruh lapangan pekerjaan utama. Angka ini turun 1,12 juta atau 1,46% dibandingkan Agustus 2018 sebanyak 35,70 juta orang.

Untuk mencegah krisis petani, Kementerian Pertanian (Kementan) dan IPB bekerjasama membuat program regenerasi petani. Tujuannya tak lain untuk membangun para petani milenial.

Program membangun generasi petani perlu dilakukan secara serius. “Itu bisa memperkuat ketahanan pangan. Baik dari sisi hulu dan pelaku-pelaku usaha di lapangan,” ujar Arif.

IPB sendiri telah memiliki program untuk mencetak technopreneur serta sosiopreneur dengan pemanfaatan di mana hasil di lapangan akan semakin terjamin.

Menurut Arif, technopreneur adalah pelaku usaha, sedangkan sosiopreneur adalah orang-orang yang memanfaatkan inovasi untuk pendampingan. Apalagi, di era 4.0, di mana teknologi berbasis artificial intelegent (AI) dan blockchain.

“Ini kan sudah luar biasa. Ini akan kita perkuat dan semoga akselerasi penerapan 4.0 ini bisa kita lakukan sehingga proses percepatan transformasi di pedesaan benar-benar siap dengan teknologi baru ini,” jelasnya.

Arif menyebutkan, dalam waktu dekat tim IPB akan mendukung “war room” yang akan segera dibentuk Kementan. IPB akan mendukung ruang kendali ini agar benar-benar menjadi pusat pengendalian data pertanian nasional.

Menurut Arif, penguatan data menjadi kunci untuk mengurai masalah regenerasi petani. Dengan begitu, generasi petani bisa terus dikembangkan. “Akurasi data menjadi penting untuk mengambil keputusan. Kita akan terus gali, perkuat, khususnya dalam pengembangan generasi petani,” ujarnya.

Arif menambahkan, dalam waktu dekat Mentan beserta jajarannya akan datang ke IPB untuk mendiskusikan perihal apa yang bisa dikerjakan bersama, khususnya untuk menyongsong tahun 2020. Menurutnya, saatnya Litbang Kementan dengan IPB semakin kuat bersinergi.

Dia mencontohkan seperti yang terjadi di Belanda dan Jepang, di mana kampus besar memiliki sinergi kuat untuk riset antara kampus dengan pemerintahan. Menurutnya, di negara tersebut sudah tidak ada dualisme lagi, tapi sudah menyatu.

“Kita berharap sinergitas ini saling menguntungkan, saling memanfaatkan, saling membesarkan dan lebih terarah serta teratur karena fokus pada hal-hal yang bisa kita lakukan bersama,” ucap dia.

Sementara Menteri Pertanian SYL mengungkapkan, kementerian memang membutuhkan peran kampus dalam memberikan saran untuk perkembangan pertanian ke depannya. “Saya butuh bapak rektor, saya butuh teman-teman dari IPB semua. Jangan tinggalkan saya di sini. Pak rektor dan teman-teman IPB tentu lebih tahu secara akademik perihal pertanian dari yang saya pahami. Saya mau kerja Pak, tentu saya harus punya sandaran,” ungkap Syahrul

Syahrul mengharapkan dukungan penuh dari perguruan tinggi dan dunia pendidikan terhadap pembangunan pertanian ke depan.

“Saya mengharapkan dukungan penuh dari dunia pendidikan, dalam hal ini semua universitas di Indonesia untuk mengembangkan dan membangun pertanian ke depan. Sebab, dulu waktu saya menjadi kepala daerah, juga di-support oleh perguruan tinggi,” ucapnya.

Alsintan  Atas Krisis Petani

Kementan sendiri sudah berupaya mengatasi berkurangnya minat kaum muda untuk terjun ke sektor pertanian. Salah satu caranya adalah melakukan mekanisasi dan membangun pertanian modern di sentra-sentra produksi pertanian.

Kehadiran alat dan mesin pertanian (Alsintan), selain bisa mengatasi kiris tenaga kerja, juga dapat menarik minat generasi muda terjun ke sektor pertanian. Untuk itu, bantuan Alsintan terus dikucurkan kepada petani.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy mengatakan, bantuan Alsintan tersebut tidak hanya untuk meningkatkan produksi, tetapi juga untuk menarik minat anak muda terjun ke pertanian.

“Tujuan utamanya tentu untuk meningkatkan produksi. Tetapi untuk memastikan ada regenerasi petani, maka anak muda harus diberikan sesuatu yang menarik minatnya. Nah, hal itu dengan mekanisasi pertanian,” kata Sarwo Edhy.

Sarwo Edhy menyebutkan, perintah Mentan Syahrul adalah agar dunia pertanian mulai diperkenalkan di lingkungan sekolah. Tujuannya agar para siswa mempertimbangkan untuk berkarir di dunia pertanian.

“Kementan segera menggencarkan program PMS (Petani Masuk Sekolah). Program ini akan memperkenalkan dunia pertanian di lingkungan sekolah, baik dalam mata pelajaran maupun praktik,” tegasnya.

Menurut dia, penyusutan jumlah tenaga kerja petani lantaran petani muda enggan kotor, becek dan panas-panasan. Apalagi, upah buruh tani yang rendah juga menjadi alasan, sehingga sektor pertanian tidak disenangi kaum milenial.

“Karena itu, keberadaan Alsintan atau pertanian modern bakal mampu menarik petani muda. Tak hanya itu, Alsintan juga mampu menekan biaya produksi,” ujarnya. Atiyyah Rahma/PSP