Kinerja ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia terus menunjukkan tren penurunan yang dipicu oleh kelangkaan bahan baku serta kebijakan pemerintah yang berpotensi terjadinya ekspor rotan mentah dan setengah jadi.
“Saat ini industri kerajinan rotan di pelbagai sentra industri, khususnya di Pulau Jawa, tengah mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku rotan sehingga berbuntut pada penurunan nilai ekspor,” ujar Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Soenoto, di Jakarta, Selasa (19/09/2017).
Ekspor produk mebel dan kerajinan berbasis rotan Indonesia pada tahun 2014 sempat mencapai 264,909 juta dolar AS. Namun di tahun 2015 ekspornya hanya sebesar 159,344 juta dolar AS dan di tahun 2016 nilai ekspor komoditas itu turun lagi menjadi 157, 964 juta dolar AS
Menurut Soenoto, langkanya bahan baku rotan antara lain dipicu oleh banyaknya lahan budidaya rotan yang sudah berubah menjadi sentra budidaya komoditas lainnya yang lebih menguntungkan, seperti kakao, CPO, karet dan sebagainya.
“Selain itu, kelangkaan bahan baku juga diperparah dengan masih adanya aksi ekspor rotan mentah secara ilegal ke sejumlah negara tetangga,” ucapnya.
Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Singapura sebagai eksportir utama rotan mentah. Padahal, 85 % pasokan rotan dunia berasal dari Indonesia. Seharusnya, dengan adanya larangan ekspor rotan mentah, pasar rotan mentah dari Indonesia, negara-negara non produsen yang tak punya lahan budidaya rotan, tidak akan bisa mengekspor rotan mentah .
Pada akhir 2011, pemerintah telah memberlakukan kebijakan larangan ekspor rotan mentah . Namun hingga saat ini, Singapura masih menjadi negara eksportir bahan baku rotan utama di dunia.
Data dari UN Comtrade menyebutkan di tahun 2012 Singapura masih mampu mengekspor bahan baku rotan sebanyak 11,942 juta dolar AS. Di tahun 2013, ekspor bahan baku rotan dari Singapura mencapai 13,123 juta dolar AS, 2014 sebanyak 10,017 juta dolar AS, tahun 2015 ekspornya sebesar 9,917 juta dolar AS dan di tahun 2016 nilai ekspor bahan baku rotan Singapura mencapai 7,268 juta dolar AS.
“Ini menunjukkan kalau masih adanya penyelundupan bahan baku rotan ke negara-negara tetangga,” jelas Soenoto. Adapun wilayah perbatasan yang paling rawan bagi terjadinya aksi penyelundupan atau ekspor ilegal bahan baku rotan adalah Tawau dan Entikong.
Selain itu, potensi ekspor bahan baku rotan juga bisa muncul dari kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupa Permendag Nomor 38 tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 84 tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, dimana ekspor produk rotan tidak lagi memerlukan adanya verifikasi oleh lembagai survei.
“Aturan ini berpotensi memunculkan ekspor bahan baku rotan dengan kamuplase ekspor produk rotan sederhana,” katanya.
Untuk itu, jelas Soenoto, HIMKI meminta adanya sinergi hulu-hilir rotan melalui peningkatan kordinasi yang makin intens untuk membangun saling kepercayaan bagi kepentingan ekonomi nasional.
“Kami juga meminta adanya optimalisasi pasar dalam negeri melalui upaya penggunaan furniture rotan untuk sekolh an intenasi-instansi pemerintah,” ujarnya. Buyung