Inisiatif World Citarum Expo akan menjadikan kawasan Sungai Citarum sebagai destinasi baru peradaban manusia di tahun 2030. Lewat kemitraan multi pihak kawasan Sungai Citarum akan dipulihkan dan dibangun menjadi pusat pendidikan, pusat kebudayaan, pusat pariwisata dan pusat perdagangan.
Demikian terungkap pada diskusi Pojok Iklim di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu (7/2/2018). Pojok iklim adalah forum multi pihak untuk berbagi pengalaman dan aksi terbaik adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Hadir dalam kesempatan tersebut pengajar Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha Gai Suhardja dan pendiri Bank Sampah Bersinar Fifi Rahardja.
Gai Suhardja menjelaskan, sungai sejatinya adalah pusat peradaban manusia. “Namun sungai berubah menjadi tiada adab karena dijadikan tempat pembuangan sampah raksasa,” katanya.
Sungai Citarum contohnya. Sungai terpanjang di Jawa Barat itu tercemar oleh berbagai aktivitas manusia seperti sampah dan limbah rumah tangga. Setidaknya ada 5 juta orang tinggal di cekungan Sungai Citarum.
Sungai Citarum juga tercemar dengan berbagai limbah beracun dari industri terutama tekstil. Tak kurang dari 4.000 Industri mencemari sungai dengan timbal, merkuri, arsen dan limbah beracun lainnya.
Pencemaran yang terjadi jelas mengkhawatirkan. Apalagi, sungai sepanjang 276 kilometer itu menjadi sumber air minum untuk provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Untuk itu, kata Gai Suhardja, dibutuhkan rencana induk terpadu untuk membangun Citarum baru sebagai pusat peradaban. “Inisiatif ini akan menjadikan kawasan Citarum sebagai destinasi baru untuk masa depan,” katanya.
Proses desain simulasi maket Citarum Cultural Expo sedang Universitas Maranatha. Nantinya secara akan menggambarkan yang terjadi secara realita di lapangan. Penelitian pemetaan sempadan Citarum sebagai proyek percontohan dimulai pada daerah sekitar radius Dayeuh Kolot–Bojong Soang.
Citarum cultural expo akan menerapkan tata kelola sampah terpadu dan penggunaan energi bersih. Inisiatif ini juga dicapai lewat gerakan bersama berbagai elemen masyarakat.
Salah satu yang sudah bergerak adalah Yayasan Bersinar Indonesia melalui Bank Sampah Bersinar (BSB). Menurut Fifi Rahardja, sebagian besar sampah di bandung, masuk ke kawasan Dayeuh Kolot. Di sisi lain, banyak masyarakat di kawasan itu yang kehidupannya masih belum sejahtera. Bahkan masih ada anak-anak yang tidak mengenyam bangku pendidikan. “Ide bank sampah ini terjadi dengan warga sekitar untuk turut peduli lingkungan dan meningkatkan nilai ekonomi warga,” katanya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, BSB mengkampanyekan gerakan Indonesia Bebersih alias Berbuat Benar dengan Kasih. Program ini bertujuan untuk mengajak masyarakat mengumpulkan sampah untuk kemudian dijadikan tabungan di Bank BNI. Tabungan itu bisa digunakan warga sebagai kredit pendidikan, pembayaran listrik, maupun kebutuhan rumah tangga lainnya.
Saat ini sudah ada 7.000 warga yang mengikuti program ini yang mencakup 13 Kecamatan di Bandung. “Penerapan bank sampah sudah terasa di masyarakat. Saat ada pesta rakyat, sudah tidak ada sampah yang berserakan di jalan karena para warga sudah mengetahui bahwa sampah tersebut memiliki nilai jual,” kata Fifi. Sugiharto