Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya sepakat akan mengumumkan data baru luas baku lahan sawah pada Desember 2019.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, lembaga pemerintah seperti BPS harus saling menunjang untuk menemukan data yang akurat. “Dengan akurasi data, maka semua kegiatan dan program bisa berjalan dengan baik. Mulai hari ini, saya yakin penyusunan data rampung dalam waktu yang cepat,” ujar Syahrul usai menemui Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Meski demikian, SYL mengatakan masih ada beberapa data yang masuk kategori “data merah”. Maksudnya? Sebagian lahan yang ada perlu dilakukan penghitungan ulang.
“Memang ada data hijau yang sudah beres, kemudian ada kuning yang masih perlu dipantau dan ada data merah yang memang kita harus turun lagi ke lapangan. Tapi saya yakin, datanya akan segera selesai,” katanya.
Mentan juga menemui Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil. Pertemuan tersebut membahas penyempurnaan data dan menyatukan pemahaman dalam memberi definisi lahan baku sawah di Indonesia.
“Saya datangi Menteri ATR untuk duduk sama-sama, lebih banyak mungkin definisi yang mereka pakai seperti apa melihat lahan baku sawah, dan seperti apa Kementan dan staf pertanian punya definisi untuk mengukur lahan pertanian yang ada, khususnya sawah itu,” jelasnya.
Menurut SYL, teknologi yang digunakan dalam pemetaan lahan baku sawah di Indonesia memiliki beberapa kekeliruan sehingga harus disempurnakan. “Nah, kalau ini sudah kita temukan, maka lahan tanaman tembakau misalnya, tidak boleh dicatat sebagai bukan sawah,” katanya.
Potensi Berubah
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, pada tahap awal, penyeragaman data akan difokuskan pada tanaman padi. Apabila memang sudah valid, pemerintah akan memperluas kebijakan ke komoditas pangan strategis lain, seperti jagung, dengan tetap melibatkan kementerian dan lembaga teknis bersangkutan.
Suhariyanto menambahkan, potensi perubahan luas baku sawah tetap ada. Sebab, pada data luas sawah rilisan BPS pada tahun lalu dengan menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA), hanya mencakup 16 provinsi sentra produksi padi. Sementara, data yang akan dirilis selanjutnya akan mencakup seluruh provinsi. “Ini yang akan disempurnakan,” ucapnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil menyebut akan ada penambahan luas lahan baku sawah dari yang semula ditetapkan sebesar 7,1 juta hectare (ha). Data total luas lahan baku sawah yang baru ini akan dirilis pada 1 Desember 2019.
Sofyan mengatakan, seiring adanya perubahan data, maka pihaknya akan merevisi Surat Ketetapan (SK) Menteri ATR/BPN Nomor 339 Tahun 2018. Dalam SK tersebut, luas lahan baku sawah ditetapkan sebesar 7,1 juta ha. Angka itu dirilis pada 8 Oktober 2018 dan disaksikan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“(SK) akan ada perbaikan. (Penambahan) seberapa besar, tunggu saja. Sekarang baru diverifikasi 20 provinsi daerah penghasil beras terbesar nasional,” kata Sofyan di Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Berdasarkan perhitungan tahun 2018, Lahan Baku Sawah Nasional seluas 7.105.145 ha, berkurang 645.854 ha dibandingkan Lahan Baku Sawah Tahun 2013 seluas 7.750.999 ha. Tapi Sofyan memastikan perhitungan tersebut akan berubah.
“Kita sudah punya data, tapi tidak akan merilis sebelum teman-teman memfinalkan hasilnya. Kami memastikan akan penambahan, tapi untuk hasil akhirnya mari kita tunggu keputusan rapat bersama,” tegas Sofyan.
Hingga 31 Oktober 2019, Kementerian ATR/BPN sudah melakukan validasi terhadap 20 provinsi meliputi provinsi di wilayah Jawa, Bali, dan Sumatera, serta provinsi Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.
“Kami memilih 20 provinsi tersebut karena mereka adalah daerah penghasil beras terbesar yang menjadi lumbung pangan nasional. Tiga belas provinsi lainnya akan kami periksa, tapi hasilnya sudah tidak signifikan lagi,” terang Sofyan.
Sofyan mengatakan, dalam waktu satu bulan ke depan, tim ahli dari Kementerian ATR, Kementan, BPS, serta Badan Informasi Geospasial (BIG) fokus melakukan verifikasi lapangan terhadap data luas baku sawah yang diperoleh dari pencitraan satelit. Namun, dia enggan menjelaskan wilayah mana saja yang tengah diverifikasi.
Sofyan menyebut, di tiap-tiap daerah bisa terjadi penurunan maupun kenaikan luas baku sawah. Namun, secara akumulasi dia menyatakan akan ada penambahan. Hal itu dikarenakan terdapat beberapa area pertanaman yang tidak terbaca oleh citra satelit dengan skala 1:5000.
“Citra satelit itu sudah cukup jelas. Cuma ada beberapa hal yang diintepretasi. Nah, keliru intepretasi dalam ilmu itu selalu ada. Makanya ini yang kita verifikasi di lapangan,” ujarnya.
Penyesuaian 10 Provinsi
Di tempat berbeda, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, untuk perbaikan data LBS dimulai di 10 Provinsi yang paling besar ketidaksesuaian data luas lahannya. Verifikasi lahan baku sawah ditargetkan selesai dalam sebulan.
Verifikasi diprioritaskan di 10 provinsi dengan total selisih luas lahan baku sawah sebesar 1.037.800 ha. Di antaranya Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Aceh, Lampung, Jambi, dan Riau.
“Dalam verifikasi nanti juga akan melibatkan Kementerian ATR/BPN, Badan Pusat Statistik (BPS), Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Perkebunan, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementan dan Dinas Pertanian daerah,” sebut Sarwo Edhy saat membuka Rapat Validasi Lahan Baku Sawah di Bogor, Selasa (29/10/2019) malam.
Berdasarkan data audit lahan dari Kementerian ATR/BPN, pada 2012 luas lahan 8.132.344 ha, tahun 2013 turun menjadi 7.750.999 ha. Sedangkan tahun 2016 naik lagi seluas 8.186.470 ha, dan tahun 2018 turun lagi menjadi 7.105.145 ha.
“Data yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN pada 2018 lahan yang ada di Indonesia 7,1 juta ha. Namun, tiap masuk musim tanam seperti saat ini, faktanya banyak daerah yang kekurangan pupuk. Sementara kita sudah mengalokasikan pupuk itu sesuai data ATR/BPN,” kata Sarwo Edhy.
Nantinya akan dilaksanakan kompilasi data luas lahan baku sawah per kecamatan yang akan dijadikan dasar Tim Verifikasi Provinsi dan Kabupaten dalam melaksanakan verifikasi lapang.
Sarwo Edhy menjelaskan, pihaknya sudah melakukan upaya ground check (pemeriksaan lapangan) di luar SK.ATR/BPN.2018. Ground check dilakukan dengan metode AVENZA MAP dengan sistem titik kordinat di 333 titik. Hasilnya diperoleh tambahan LBS 113.926 ha.
“Hasil ground check ini sudah dikirim dan sudah disetujui oleh Badan Informasi Geospasial,” tambah Sarwo Edhy.
Sementara ground check dengan Methode Collector for ArcGIS/ sistim POLYGON, diperoleh tambahan LBS seluas 139.580,2 ha (dapat langsung diakses BIG), cetak sawah baru tahun 2015-2018 seluas 219.146,74 ha, dan cetak sawah baru tahun 2019 seluas 6.000 ha.
“Dengan jumlah total cetak sawah seluas 225.146,74 ha ditambah hasil ground check, maka potensi penambahan LBS seluas 478.652,94 ha,” papar Sarwo Edhy.
Pelaksanaan verifikasi lahan baku sawah ini akan dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober hingga 14 November 2019.Dalam kegiatan ini, juga akan dilakukan pelatihan pemanfaatan aplikasi Collector for ArcGIS bagi petugas pusat.
“Setiap Ditjen akan mengirimkan petugasnya untuk mengikuti pelatihan lalu segera disusun panduan Pemetaan Lahan Baku Sawah dengan Memanfaatkan Aplikasi Collector For Arcgis. Selanjutnya akan dilaksanakan sosialisasi dan workshop di tingkat provinsi dengan mengundang seluruh petugas tingkat kecamatan,” paparnya.
Terkait pengalokasian pupuk bersubsidi, Kementan meminta Dinas Pertanian Kabupaten untuk tidak mengalokasikan pupuk di wilayah-wilayah tertentu yang dianggap tidak ada luas baku lahan oleh ATR/BPN.
“Kementan tidak mengalokasikan karena memang based on data ATR/BPN. Dan untuk revisi kebutuhan pupuk akan direvisi sampai luas baku lahan ini clear,” tegasnya. PSP