Dukung Pencapaian NDC, Dana REDD+ GCF Siap Disalurkan Untuk Delapan Provinsi

Penandatanganan MoU kerja sama penyaluran dana RBP REDD+ GCF dari BPDLH ke delapan provinsi melalui lima lembaga perantara.

Sebanyak delapan provinsi telah dinyatakan lolos proses penilaian proposal untuk menerima dana pembayaran berbasis hasil (Results Based Payment/RBP) atas penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sektor kehutanan (REDD+) Green Climate Fund (GCF).

Delapan provinsi tersebut adalah Sumatra Utara, Jambi, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Dana RBP REDD+ GCF akan disalurkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup melalui lima lembaga perantara yakni Yayasan Penabulu, Kemitraan, KKI WARSI, Yayasan Petai, dan Yayasan Sulawesi Cipta Forum.

Penandatangan MoU kerja sama penyaluran dana tersebut antara BPDLH dengan lima lembaga perantara dilakukan di jakarta, Rabu, 16 Oktober 2024.

Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional KLHK Wahyu Marjaka menjelaskan pada tahap pertama terdapat Sembilan provinsi yang telah dilakukan penilaian proposal. “Delapan telah lolos dan dilakukan proses tandatangan,  satu dalam proses perbaikan. Pada tahap dua  terdapat 21 provinsi yang mengajukan concept note dan saat ini sedang dalam penilaian oleh Tim Teknis Penyelenggaraan REDD+ di KLHK,” kata Wahyu yang mewakili Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK.

“Kami mengharapkan pengelolaan Proyek RBP REDD+ GCF Output 2 dapat memberikan dampak signifikan dalam pengendalian perubahan iklim dan menjangkau stakeholder yang lebih luas, sehingga makin memperkuat peranan sektor kehutanan untuk mencapai target Nationally Determined Contibution,” tambahnya.

Indonesia menerima RBP REDD+ dari GCF 103,8 juta dolar AS atas penurunan emisi GRK 20,25 juta ton CO2eq pada periode 2014-2016. Dana dari GCF dikelola oleh BPDLH. Sebesar 56,25 juta dolar AS akan disalurkan kepada 38 Pemerintah Provinsi melalui Lembaga Perantara.

Kegiatan penandatanganan MoU kerja sama dikemas dalam serangkaian kegiatan dari tanggal 16-18 Oktober 2024 untuk memperkuat implementasi program di lapangan, seperti induksi keuangan, pelaporan, safeguards, termasuk pelatihan fotografi. Harapannya kegiatan di lapangan berjalan lancar, memberikan dampak perbaikan hutan dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Penandatanganan MoU kerja sama sekaligus menjadi momentum ulang tahun BPDLH yang ke-5. Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto menerangkan peran BPDLH dalam mendukung upaya pelestarian lingkungan.

“Kami terus membangun kesadaran publik mengenai hadirnya BPDLH sebagai inovasi mekanisme pendanaan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Kedepannya, BPDLH akan terus berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai mitra kerja, sehingga komitmen-komitmen Pemerintah Indonesia dalam melestarikan lingkungan hidup dapat tercapai,” imbuhnya.

Sementara itu Direktur Yayasan PETAI Masrizal yang akan menyalurkan pendanaan untuk Provinsi Sumatera Utara menjelaskan pentingnya keberadaan hutan di provinsi itu.

“Luasan hutan di Provinsi Sumatera Utara sekitar 41% dari total luas wilayah daratan, harapannya dengan pendanaan GCF Output 2 dalam membantu mengatasi masalah deforestasi, kebakaran dan tentunya peningkatan kesejahteraan masyarakat” kata Masrizal.

Proposal Provinsi Sumatera Utara yang disetujui berjudul Membangun Sumatera Utara Hijau melalui Peningkatan Tata Kelola Hutan, Penghidupan Berkelanjutan, Penguatan Kebijakan serta Penguatan Ketahanan Iklim Masyarakat. *** Wigatiningsih