Kementan Dorong Produktivitas Kakao

Ir. Irmijati Rachmi Nurbahar, M.Sc

Produktivitas perkebunan kakao mengalami penurunan saat ini. Hal itu disebabkan oleh banyaknya tanaman yang sudah tua sehingga perlu dilakukan peremajaan. Selain itu, penurunan produktivitas juga disebabkan adanya serangan penyakit busuk buah.

Untuk meningkatkan produktivitas kebun kakao, pemerintah pusat cq Kementerian Pertanian terus berupaya melakukan edukasi kepada petani setempat. Meski demikian, pemerintah daerah sangat diharapkan untuk ambil bagian dalam meningkatkan produktivitas tanaman kakao. Hal tersebut, agar dapat meningkatkan ekonomi masyarakat di setiap daerah penghasil kakao.

Direktur tanaman tahunan dan penyegar, Direktorat Jendral Perkebunan (ditjenbun) Kementerian Pertanian, Ir. Irmijati Rachmi Nurbahar, M.Sc menyatakan, upaya peningkatan produktivitas kebubn kakao tidak bisa hanya bertumpu pada pemerintah pusat saja. Semua harus bersinergi, baik pemerintah daerah, provinsi, kabupaten dan petani.

“Semua harus bersinergi agar hasilnya memuaskan, program ini bukan hanya ada di Pusat saja tetapi seluruh pemerintahan yang terlibat dalam meningkatkan produktivitas kakao,” jelasnya.

Berikut wawancara dengan Irmijati Rachmi.

Berapa potensi produksi rata-rata wilayah sentra tanaman kakao?

Pada tahun 2017, luas areal perkebunan kakao sekitar 1,7 juta hektare dengan produksi sekitar 659.000 ton. Sebagian besar tanaman kakao didominasi tanaman rakyat. Dari luas areal perkebunan kakao itu, luas tanaman yang sudah tua sekitar 517.000 ha. Sementara tanaman yang tua dan rusak mencapai 463.000 hektare (ha). Produktivitas per ha masih rendah kurang lebih 803 kilogram (kg) per ha.

Upaya apa yang dilakukan Kementan untuk meningkatkan produksi?

Pemerintah punya kebijakan untuk terus menaikan produksi kakao. Untuk tanaman tua dan rusak, Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong dilakukannya peremajaan. Sementara untuk tanaman yang menghasilkan, Kementan akan dilakukannya intensifikasi untuk meningkatkan produksi. Kementan mengharapkan produksi meningkat produksi kakao mencapai 1,5 juta ton per tahun.

Jadi intinya, tanaman menghasilkan pemerintah bantu produksi meningkat dengan cara intensifikasi. Sedangkan, tanaman rusak dan tua seharusnya sudah diremajakan ini yang akan terus didorong oleh Ditjenbun.

Berapa anggaran peremajaan untuk tanaman kakao?

Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran peremajaan seluas  18.650 ha pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Bantuan peremajaan dengan pemberian berupa bibit, benih bersertifikat unggul, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian.

APBN bisa mendukung peremajaan 15.540 ha, perluasan areal kakao 2.080 ha, dan dilakukan intensifikasi terhadap 1.030 ha jadi total 18.650 ha untuk tahun 2018.

Sentra produksi tanaman kakao sendiri ada di wilayah mana saja?

Sentra produksi terbesar kakao ada di 4 provinsi yaitu Sulawesi Selatan, dengan areal kurang lebih 249.000 ha, Sulawesi Tengah 275.000 ha, Sulawesi Tenggara 290.000 ha dan Sulawesi Barat 148.000 ha.

Sedangkan, provinsi lain juga akan didorong dengan hal yang sama walaupun luas areal tidak begitu luas dibandingkan 4 provinsi. Untuk meningkatkan produksi perlu adanya dukungan dari berbagai pihak sehingga tidak hanya berpaku pada pusat.

Kegiatan ini perlu dukungan dari berbagai pihak, pusat tidak bisa memberikan sekaligus pada daerah. Dikarenakan total APBN pusat hanya 180.000 ha. Pemerintah daerah juga harus mendukung baik provinsi, kabupaten dan desa.

Apa penyakit buah busuk juga salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman kakao?

Iya, penyebab produktivitas rendah lainnya juga disebabkan buah busuk. Kementan saat ini terus melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi penyakit tersebut.

Penanggulangan penyebaran penyakit buah busuk dengan beberapa cara yaitu pertama, buah yang terkena penyakit tersebut harus dipetik dan dimusnahkan dengan cara ditanam atau dikubur agar tidak menyebar pada buah yang lainnya.

Kedua, buah yang tidak tersebar penyakit seharusnya dilakukan pembungkusan agar tidak tertular dari buah yang terinfeksi bakteri. Pasalnya, penyebaran penyakit busuk buah berlangsung cepat dengan bantuan angin.

Ketiga, untuk menanggulangi penyakit busuk buah adalah dengan menjaga kelembaban kebun. Kebun yang lembab memuah penyakit busuk buah cepat menyebar. Sampah di areal kebun juga merupakan sumber penyakit sehingga harus dibersihkan setiap seminggu sekali.

Untuk menjaga kelembaban kebun, petani kakao disarankan untuk melakukan pemangkasan pada cabang tanaman. Namun, banyak petani yang merasa sayang untuk melakukan pemangkasan karena berharap akan meningkatkan produksi.

Pengendalian penyakit dengan sistem terpadu dengan menjaga sanitasi kebun, kalau lembab akan menimbulkan penyakit, busuk buah harus dipetik dan dipendam. Busuk buah yang tidak dipetik akan menyebarkan penyakit ke buah lainnya.

Upaya apa saja yang dilakukan Kementan dalam memovitasi petani untuk meningkatkan produktivitas?

Untuk memotivasi petani meningkatkan produktivitas dan melakukan  pemeliharaan yang baik, Ditjenbun Kementan akan memberikan penghargaan. Hal tersebut, dilakukan penyeleksian untuk pemberian penghargaan dengan cara dilihat pemeliharaannya, seperti jarak tanam teratur, produktivitas dan aspek perlindungan dari penyakit dengan cara yang baik dan benar. Termasuk yang dipantau adalah soal pemupukan. Tanaman kakao yang dipupuk rutin akan terlihat perbedaannya dengan tanaman yang tidak dipupuk.

Ditjenbun dengan tim khusus untuk mengambil 10 sampel yang layak dan dilakukan verifikasi. Tanaman yang bagus dalam budidayanya akan diberikan piala saat peringatan ‘Hari Kakao’ dimana sesuai dengan ketentuan penilaian juri.

Ini akan menjadi kebanggaan sendiri bagi petani. Wilayah yang tidak luas bukan berarti tidak bisa menjadi panutan wilayah sentra.

Program peningkatan produktivitas perlu adanya dukungan dari berbagai pihak tidak hanya petani. Dukungan diperlukan dari pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan desa. Hal tersebut, dikarenakan dana APBN yang minim, jika bersinergi maka akan ada dana yang dikeluarkan oleh Kementerian Desa dan provinsi.

Jangan sampai semua program ini hanya milik pusat, sedangkan daerah tidak peduli. Semua pihak harus bergerak dan berkolaborasi, salah satunya Kementerian Desa seharusnya sudah melakukan pergeseran kebijkan tidak lagi tentang infrastruktur. Sabrina