Kementerian Pertanian (Kementan) menilai petani di Indonesia sampai saat ini terlalu boros dalam menggunakan air. Padahal, ada beberapa upaya untuk menghemat air. Salah satunya dengan memakai teknologi drip irrigation (irigasi tetes).
Irigasi tetes adalah cara membasahi tanaman dengan jalan memberikan air langsung pada permukaan tanah di sekitar daerah perakaran tanaman sesuai dengan kebutuhannya.
Teknologi ini sangat cocok diterapkan pada lahan kering dan beriklim kering yang mempunyai keterbatasan air. Prinsip pendistribusian air pada sistem irigasi tetes adalah dengan menyalurkan air dari tangki penampungan, yang ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari lahan, melalui selang irigasi.
Dengan sistem irigasi tetes, tanaman mendapat pasok air yang cukup, sehingga pada musim kering produksi tidak terganggu. Selain meningkatkan produksi, juga bisa memberikan nilai tambah terhadap komoditas pertanian.
Tenaga Ahli Menteri Pertanian yang juga Tim Pakar Upsus, Farid Bahar mengatakan, air menjadi persoalan serius di sektor pertanian. Meskipun padi bukan tanaman air, namun selama proses tanamannya dia memerlukan air. Tetapi, sampai saat ini banyak petani yang belum bijak dalam menggunakan air.
“Terutama petani yang airnya diperoleh dari saluran irigasi. Banyak yang terlalu boros menggunakan air,” ungkap Farid di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Kamis (3/10/2019).
Dampaknya, pada saat musim kemarau, banyak areal sawah yang kekeringan. Sementara saat musim hujan, areal persawahan jadi kebanjiran. Tak hanya itu, dengan terlalu banyak menggunakan air, petani jadi disibukkan dalam hal mengurusi gulma yang tumbuh subur di areal persawahan tersebut.
Jika sudah banyak gulma, maka tanaman pengganggu itu perlu disiangi atau disemprot menggunakan pestisida. Dengan begitu, petani akan mengeluarkan uang tambahan untuk biaya buruh yang menyiangi dan beli obat pestisida.
Perlu Penyuluhan
Oleh sebab itu, lanjut Farid, ke depan perlu ada penyuluhan mengenai tata kelola pemanfaatan air bagi petani. Peran Pemkab sangatlah penting. Pihaknya ingin Pemkab — dalam hal ini Dinas Pertanian — bertanggung jawab mengedukasi petani mengenai tata kelola pengairan ini.
“Jangan sampai kebiasaan boros menggunakan air ini terus berlanjut dari satu generasi ke generasi lainnya,” ujar Farid.
Salah satu upayanya adalah dengan memanfaatkan teknologi. Saat ini sudah ada teknologi drip irrigation atau irigasi tetes yang bisa diadopsi petani. Dengan cara ini, petani bisa menghemat banyak air.
Jadi, lanjut Farid, petani bisa membuat lubang untuk penampungan air di sekitar areal sawah. Lubang itu panjangnya empat meter dengan kedalaman empat meter juga.
Saat musim hujan, lubang tersebut akan terisi air. Ketika musim kemarau, airnya bisa digunakan dan disalurkan melalui pipa-pipa. Jadi, keluaran air itu diatur. Tidak terlalu banyak. Dengan begitu, petani bisa menghemat air.
“Air keluarnya hanya tetesan saja, cukup untuk membasahi tanah dan daun. Karena kan padi ini bukan tanaman air,” ujarnya. Untuk mewujudkan itu, maka diperlukan peran aktif dari pemkab. Supaya petani teredukasi dalam hal memanfaatkan air.
Bahkan, bila perlu setiap kelompok tani memiliki embung untuk menabung air. Supaya, saat musim kemarau seperti sekarang ini, petani tidak kesulitan air.
Irigasi Tetes
Menanggapi imbauan itu, Pemda NTB mendorong petani menggunakan sistem pertanian irigasi tetes. “Lahan tandus yang tidak bisa ditanami itu bukan untuk ditonton, tetapi perlu diolah dengan fasilitas sarana prasarana dengan sentuhan teknologi inovasi pertanian,” kata Wakil Gubernur NTB Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah di Dusun Batu Keruk, Desa Akar-Akar, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
Menurut dia, dengan penggunaan sistem irigasi tetes, lahan kering yang ada dapat dimanfaatkan untuk menambah hasil pertanian di NTB. Ditambah lagi dengan industrialisasi yang menjadi program di NTB, diharapkan bisa memberikan nilai tambah terhadap berbagai komoditas unggulan.
“Selain meningkatkan jumlah produksi, kita juga memberikan nilai tambah terhadap komoditas pertanian, sehingga kita tidak lagi menjual dalam bentuk mentahan saja, tetapi juga dalam bentuk produk setengah jadi ataupun produk jadi yang dapat dikonsumsi langsung,” tuturnya.
Bupati Kabupaten Lombok Utara, Najmul Akhyar mengungkapkan, luas areal pertanian teknis dan non teknis di Lombok Utara sekitar 80.953 hektare (ha). Dari luas tersebut, lahan kering mencapai 41.875 ha dan lahan bukan sawah sekitar 30.774 ha.
“Selama ini penggunaan lahan kering oleh petani lebih dominan untuk budidaya jambu mete, mangga dan pada musim hujan baru ditanami jagung,” ujarnya.
Dengan potensi lahan kering cukup besar itu, Najmul menyadari pentingnya inovasi teknologi yang diimbangi sumber daya manusia untuk memanfaatkan lahan tersebut. Karena itu, dia mendukung program sistem irigasi tetes yang dilaksanakan di Kabupaten Lombok Utara.
Bahkan, Najmul siap dan akan memfasilitasi ketersediaan pasar pertanian. Salah satunya untuk kebutuhan hotel yang banyak tumbuh di Lombok Utara agar menyerap hasil pertanian masyarakat. “Sehingga berdampak pada peningkatkan nilai ekonomi petani jauh lebih baik,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Pekerbunan NTB, Husnul Fauzi juga berharap penggunaan sistem irigasi tetes ini petani yang sebelumnya hanya bisa panen sekali setahun menjadi tiga kali setahun.
“Cara ini berbeda dengan cara konvensional, di mana petani memupuk setelah bibit tumbuh. Melalui cara baru ini, petani diproyeksikan bisa menanam 3 kali setahun dengan hasil panen meningkat 20%, sehingga pemanfaatan lahan kering lebih maksimal,” katanya.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, sebagian besar wilayah di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sudah tidak mendapat hujan.
Pemerintah daerah diminta mengoptimalkan sarana dan prasarana yang telah diberikan untuk memitigasi dampak kekeringan tahun 2019. Sedangkan daerah yang masih memiliki potensi tanam padi diharapkan segera melakukan percepatan tanam dan asuransikan lahan tersebut
Sarwo mengatakan, pemerintah telah menyiapkan upaya mitigasi kekeringan. Seperti, pemanfaatan sumber air, alat dan mesin pertanian (alsintan), pernaikan jaringan irigasi tersier dan kalender tanam. PSP