Kementan Pertanyakan Impor Beras

Kementerian Pertanian (Kementan) mendapat pukulan telak memalukan hanya dalam kurun waktu empat bulan. Pemerintah memutuskan menambah impor beras 500.000 ton. Namun, tidak seperti impor jilid I, yang disebut arahan Presiden Joko Widodo, impor jilid II kali ini dipertanyakan Kementan. Ada apa?
Harga beras yang tinggi membuat gelisah pemerintah. Apalagi, harga beras medium tak pernah bisa sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp9.450/kg sampai Rp10.250/kg. Padahal, panen sedang berlangsung dan impor 500.000 ton pun sudah ditempuh. Tanpa diumumkan ke publik, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita membenarkan bahwa pemerintah kembali membuka keran impor 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand.
“Iya, betul. Itu pemasukan April hingga Juli 2018,” jelas Mendag Enggartiasto, menanggapi berita di laman The Voice Of Vietnam Online (vov.vn). “Itu keputusan rakor, bukan keputusan saya. Kemudian Bulog yang melaksanakan. Ini untuk menambah cadangan beras pemerintah setidaknya hingga tahun depan. Jika tidak ada impor sejak awal, maka kita akan defisit,” tegas Enggartiasto.
Ini jelas pukulan telak kedua buat Kementan selaku instansi yang bertanggung jawab mengurus produksi. Apalagi, selama ini Kementan selalu mengklaim produksi melimpah. Namun, sama seperti keputusan impor pada pertengahan Januari 2018, Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga lebih banyak menghindari pers saat ditanya mengapa impor beras. “Kementan hanya urus stok lokal, pokoknya domainnya adalah produksi,” tegas Amran.
Sikap berbeda justru disuarakan pejabat Kementan. Bahkan, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementan, Agung Hendriadi mempertanyakan keputusan impor beras kali ini. “Stok beras di Bulog 1,2 juta ton sudah mencukupi kebutuhan nasional. Supply setiap hari ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) berlimpah. Terus mendatangkan impor untuk siapa?” tegasnya.
Impor beras kali ini juga berbeda dengan impor pada pertengahan Januari 2018. “Kalau awal tahun, impor dilakukan karena memang mengkhawatirkan dan arahan Presiden Joko Widodo untuk impor dan cadangan memang menipis,” ungkapnya. Loh, yang sekarang memang kebijakan siapa? “Tanya Mendag karena itu kebijakan Kemendag,” tandasnya.
Perum Bulog yang sudah mengantongi izin impor sampai Juli 2018 juga tidak mau buru-buru melakukan impor. Hanya saja, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso juga mempertanyakan data produksi beras yang bisa dipercaya. “Data kita kan abu-abu, enggak ada yang pasti. Untuk itu, kita akan hitung dulu dengan Mentan,” tegas Buwas. AI