MATLAIR Tingkatkan Potensi Petani dan Nelayan Bantul

Plt Kepala DPPKP Bantul Ir Raden Bambang Pin Erwanta MM

Sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis, dan potensinya. Potensi sumber daya tersebut terdiri dari sumber daya yang dapat diperbaharui, seperti perikanan dan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak, gas bumi, dan berbagai jenis mineral.

Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan, dan sebagainya.

Berkaitan dengan pengelolaan sumber daya tersebut, maka tugas Dinas Kelautan dan Perikanan tidaklah ringan. Bagaimana mengatasi semua tantangan, Agro Indonesia berkesempatan untuk berbincang bincang dengan  Plt Kepala Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Bantul, Yogyakarta  Ir Raden Bambang Pin Erwanta MM  disela kesibukan tugasnya.

Program apa saja yang ditangani  DPPKP?

Untuk program kelautan perikanan ada beberapa program unggulan. Salah satunya adalah program Matlair atau Hemat Lahan Air. Kemudian untuk program perikanan budidaya, adalah bagaimana memanfaatkan lahan yg ada di pekarangan untuk dibuat produktif dengan kolam sistem Bioflog, sistim padat tebar dan dengan lahan yang sempit. Ada beberapa macam atau dengan pakai terpal yang lingkaran bulat (kolam terpal bundar).

Dalam  program ini ada kegiatan SL (Sekolah Lapang) yang melengkapi. Sistem itu pada kelompok kelompok budidaya ikan. Yang terpilih kita latih untuk peningkatan dan kapasitas dari kelompok perikanan terutama perikanan budidaya. Ini supaya bisa lebih kemampuannya dalam melakukan usaha perikanan.

SL dengan sistem bioflog ini  selama 5 kali pertemuan. Pertemuan itu disesuaikan dengan tahapan tahapan dalam sistem pemeliharaan. Contohnya SL ke-1 itu materinya katakanlah tatacara pemeliharaan. SL yang ke-2 untuk mempersiapkan pembuatan kolamnya atau tempat untuk pemeliharaan. Dilanjut pertemuan minggu ke 3 adalah pemilahan benih. Sehingga 5 kali pertemuan itu dari proses budidaya sejak persiapan sampai nanti yang SL terakhir adalah panen, tehnik panen. Sebagai gambaran dari pertemuan kedua, ketiga kalau sudah ditebar, bagaimana pemberian pakan yang baik. Model Learning by Doing, belajar dan bekerja. Model  seperti itu yang kita tanam dengan SL, Sekolah Lapang.

Untuk perikanan tangkap, di Kabupaten kewenangannya diambil sebagaian besar di Provinsi maupun Pusat, sehingga hanya untuk pemberdayaan dari nelayan kecil dan tempat pelelangan ikan. Dimana kita punya 5 TPI yang tersebar di Pantai Selatan.

Boleh dibilang unggulan itu Matlair dan SL?

Itu terpadu jadi program Matlair dengan metode SL Selain itu  ada pemberdayaan kelompok supaya kelompok punya kapasitas, punya kemampuan. Kita coba selain pendataan kelompok juga ada seleksi kelompok dengan monitoring dan evaluasi.

Yang ikut program  dari keluarga nelayan atau siapa saja yang tertarik?

Dari kelompok pembudidaya ikan yg tersebar di 17 kecamatan yang ada di sini. Dengan  dibina oleh para penyuluh yang ada. Baik penyuluh pegawai negeri atau kontrak.

Ada kriterianya?

Ada 4 kriteria, 4 kelas. Yaitu Pemula, Madya, Lanjut dan Utama. Kelas pemula yang baru berdiri dengan kriteria misal adaministrasi yang sederhana, kepengurusan belum lengkap, aset belum ada atau sedikit. Itu parameter untuk membedakan pemula. Kelas utama itu boleh dibilang, kelompok yang sudah mandiri, asetnya gede, sudah mengadaopsi teknologi, usahanya sudah maju. Kriterianya kelas kelompok seperti itu.

Yang  MATLAIR  biasanya itu pemula atau madya. Yg utama sudah maju. Itu bisanyanya kita  sebagai mitra, artinya kita bisa sebagai penasihat bagaimana untuk pemasaran, Jadi beda pemula dengan utama  adalah pendampingannya. Kelas utama seperti pebisnis karena sudah bisa jalan sendiri. Hanya kebanyakan saat ini 59% lebih masih banyak pemula dan madya

Tadi yang dibina 17 kecamatan?

Ya nanti terpilih karena keterbatasan dari dana, tidak bisa semuanya. Terpilih berdasarkan kriteria, misal potensi wilayah, proposal yang masuk. Jadi ada kriteria kelompok bisa mengakses dari dana untuk kegiatan itu. Satu tahun ada 10 kelompok. Untuk tahun ini kurang lebih ada sekitar 20 kelompok, lebih banyak. Tahun  2020 diharapkan lebih banyak lagi.

Program yang lain?

Untuk segmen pemasaran kami ada fasilitasi dan pemasaran. Misalnya setiap hari Rabu kami fasilitasi pasar tani. Kami fasilitasi dengan tenda. Para asosiasi bisa ikut memasarkan produk produknya, baik olahan maupun yang masih segar.

Ada permasalah tidak?

Ya masalah banyak sekali, karena keterbatasan modal, pengetahuan, dan budaya. Budaya masyarakat kita di DIY makan ikan belum setinggi di luar.   Katakanlah di daerah Maluku, Sulawesi. Karena konsumsi kita masih rendah.  Kalau tidak salah tingkat konsumsi di nasional 40 kg per kapita pertahun. Kita baru mencapai sekitar 20 kg per kapita pertahun.

Permasalahan lain, menangkap ikan dengan distrum. Kalau dengan strum, semua ikan dari yang besar sampai kecil bisa mati. Untuk mengatasi ini,  ada program restocking. Aliran sungai, embung, yang potensi untuk itu,  yang perlu ikan, kita data kita sampaikan ke Provinsi. Lebih bagus di sekitar sungai itu ada pokmaswas fungsinya untuk menjaga kelestarian dari sumber hayati ikan, supaya tetap ada keberadaan dari ikan tersebut. Jadi pokmaswas itu tugasnya untuk mencegah jangan sampai penangkapan ikan yang tidak dibenarkan oleh hukum. Contohnya disrum, atau dengan diendrin (racun). Disamping mematikan semua ikan, juga merusak lingkungan. Kalau dipancing atau dengan saring, boleh.

Kita bermitra dengan kelompok pengawas perikanan. Pokmaswas ini ada diberbagai tempat, terutama yang berdekatan dengan aliran sungai. Nah biasanya anggota pokmaswas itu yang direkrut  dari yang gemar mancing. Karena orang gemar mancing tidak suka ikan disetrum, karena menggangu asyiknya orang mancing. Ada beberapa tempat didaerah aliran sungai pokmaswas. Contoh Kalijurang, Srigading, daerah Jetis, Kasihan.

Bagaimana soal regenerasi nelayan saat ini?

Jadi untuk nelayan perikanan tangkap, memang ada kegalauan. Kami memang punya program regenerasi nelayan agar nelayan jangan sampai habis atau tidak diminati oleh generasi muda. Saat ini nelayan kita dibanding penduduk Bantul itu sangat kecil sekali, hanya sekitar 560-an yang terdaftar. Tapi yang menjadi menjadi nelayan betul tidak sampai setengahnya. Karena tantangan sangat besar sekali di pantai selatan, ombaknya sangat besar sehingga dengan peralatan cukung yang hanya 1-2 GT itu, perlu keberanian yang cukup. Kalau orang biasa, akan berpikir panjang, dengan resiko yang besar tersebut.

Harapannya?

Ada dermaga di daerah Bantul, Dermaga Tanjung Adikarto bisa dioperasionalkan. Karena lebih dekat jadi bisa bersandar di Kulonprogo, lebih dekat dibanding bersandar di Sadeng Gunung Kidul. Untuk perikanan tangkap sebenarnya Bantul punya kapal yang 10 GT, ada 3 kapal. Tapi didermaga kan di Sadeng. Jadi hasil tangkapan nelayan Bantul di catat di Gunung Kidul karena bersandar di sana.

Anna Zulfiyah