Menangani Monyet Ekor Panjang dengan Tepat

Penanganan monyet ekor panjang

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah satwa yang sangat adaptif sehingga memiliki persebaran yang luas. Jenis ini seringkali dianggap hama oleh masyarakat karena menyerang lahan pertanian. Serangan monyet ekor panjang (MEP) seringkali terjadi terutama saat musim kemarau, seperti yang terjadi di daerah Gunung Kidul, Kulonprogo, Sleman juga di wilayah kota Yogyakarta.

Keresahan dan keluhan masyarakat akan gangguan monyet ekor panjang ini direspons baik oleh Hanif Kurniawan (mas Aan) koordinator Kampung Satwa dan para relawan yang tergabung dalam komunitas Kekandhangan. Mereka menggelar acara bertajuk Menangkap Monyet Ekor Panjang, Handling & Restraint Macaca fascicularis, Desember 2021 lalu.

Hadir sebagai narasumber Polisi Hutan BKSDA Yogyakarta, Gunadi dan Widodo yang punya banyak pengalaman dalam penanganan monyet ekor panjang di Gunung Kidul dan Kulon Progo.

Acara yang digelar di Kekandhangan, Banyuraden, Sleman, DIY diikuti oleh para aktivis pemerhati lingkungan, tim Sanggana Rescue, Mitra Babinsa, Damkar Kulon Progo, dokter hewan, perwakilan petani, dan warga.

Polhut Gunadi menjelaskan bahwa sulitnya menangkap monyet ekor panjang karena monyet juga pintar, suka berpindah pindah dalam mencari makan.

“Monyet itu makhluk yang bisa belajar, bisa belajar dari kita, jadi kalau kita pasang pakai perangkap, mereka akan mengamati. Sekali terjebak, seterusnya mereka tidak akan mendekat. Juga kalau tanaman dikelilingi jaring, mereka akan mencari celah yang bisa dimasuki, baik lewat pohon ataupun bawah bawah jaring yang longgar. Mereka juga tahu dan mempelajari kapan ladang dijaga dan kapan ditinggal. Saat ladang ditinggal, petani lengah monyet menyerang,” jelasnya

Menurut Gunadi, kondisi medan juga mempengaruhi dalam penangkapan monyet. Ada satu pelajaran yang didapat saat suku Badui didatangkan untuk membantu menangkap monyet di Gunung Kidul dan Kulon Progo. Dengan metode yang sama yaitu menebar jaring dan menghalau monyet supaya masuk ke jaring, ternyata hasil yang di dapat berbeda. Di Gunung Kidul monyet bisa lebih mudah di tangkap. Di Kulonprogo ternyata lebih sulit. Di Gunungkidul 1 hari tangkapan bisa 25-30 ekor monyet. Sementara di Kulon Progo 3 minggu hanya dapat 5 ekor.

“Medannya memang beda. Lereng pegunungan di Gunung Kidul dengan Kulon Progo beda. Gunung Kidul medannya banyak pegunungan, walaupun tinggi tapi landai, tidak curam. Kalau di Kulon Progo patah. Dan monyetnya disini, masuk ke patahan, kita tidak bisa apa apa,” ujarnya

Meski demikian Gunadi menyampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh suku Badui itu satu ilmu yang berharga. yaitu cara berburu dan menghalau monyet. Gunadi menceritakan, ada sekitar 15 orang suku Badui yang berburu. Mereka menyiapkan jaring dan dibagi tugas.

Orang-orang dibagi ke beberapa tempat, Ada yang membentang jaring sepanjang 15-20 m di rimbunan semak. Yang lainnya membuat pagar atau lingkaran supaya monyet tidak kemana mana. Setelah siap, akan dikomando mengarahkan monyet masuk ke jaring.

Selain cara itu ada beberapa cara lain yang bisa dilakukan, untuk menangkap monyet baik monyet liar atau monyet peliharaan yang lepas. Ini penting diketahui, karena jika ada monyet lepas bisa dilakukan sebagai tindakan pertama.

“Kita bisa menggunakan perangkap kandang yang diberi umpan. Monyet yang terpancing akan masuk perangkap mengambil umpannya dan pintu kandang akan otomatis tertutup. Sementara itu untuk monyet di atas pohon atau genting rumah, bisa dengan menggunakan galah yang ada kolongnya, kita tarik, monyet dibawa turun, baru setelah di bawah (ditanah), kita tangani dengan jaring ikan (jaring ikan disesuaikan) untuk pengamanan. Karena monyet kalau tertangkap akan berontak. Saat berontak monyet bisa mencakar atau menggigit. Yang ditakutkan adalah gigitannya. Kalau sudah besar, siungnya bisa 2-3 cm, kalau gigit kedalamnya lumayan. Ini bahaya bisa kena rabies. Jadi supaya aman maka ditangkap pakai jaring ikan dulu. Langkah selanjutnya setelah monyet terjaring, pegang atau tekan tengkuk monyet ini untuk mengurangi gerakan monyet. Pengamanan pertama jangan sampai monyetnya nengok-nengok, karena gerakannya cepat sekali. Setelah itu pegang tangan monyet dan masukkan ke kandang. Yang tak kalah penting, saat menangani monyet jangan grusa grusu,” jelasnya

Gunadi juga menuturkan, kalau mau menangkap monyet harus dipertimbangkan akan dikemanakan. Sebab sesungguhnya habitat monyet adalah di lokasi tersebut. Kalau pun dipelihara, suatu saat akan bosan dan dilepas.

Jika mau melepas monyet, lepaslah di tempat yang ada makanan. Paling tidak carilah yang di situ ada hijauannya. Karena makanan mereka juga bisa daun-daun yang hijau, misal jati. Paling tidak kita tahu, daerah situ hijau ada makanan. Monyet ini rakus, makanan apapun mau, pisang oke, jagung, pete, dan sebagainya.

Berkaitan dengan bahaya gigitan monyet, drh Komang membenarkan Macaca fascicularis dan yang lain bisa menularkan rabies. Selain itu juga bisa menularkan tuberkulosa.

“Tuberkulosanya seperti tuberkulosanya manusia. Jadi resiko kita tertular tuberkulosanya juga tinggi. Banyak hewan yang dipelihara di bonbin atau tempat lain memang ketika dites, disamping rabies ada tuberkulosanya juga,” katanya.

Menanggapi banyaknya monyet yang masuk ke lahan pertanian dan pemukiman warga, Polhut BKSDA Widodo menyampaikan, kasus di Gunung Kidul terpengaruh juga dengan lajunya perkembangan pariwisata.

“Wilayah Pantai Selatan Gunung Kidul boleh dibilang habis dikembangkan untuk wisata. Jadi secara pelan-pelan habitat satwa tergeser.

Menurut Widodo, sebelum pembukaan tempat wisata di sisi Selatan Gunung Kidul, monyet masih mencari makan di sekitar pantai. Namun 1-2 tahun kemudian setelah pembukaan, satwa bergerak ke pemukiman. Terjadinya pengurangan habitat juga berpengaruh terhadap monyet. Monyet mulai mencari makan ke tempat lain.

Besarnya populasi monyet ekor panjang tak lepas dari perkembangbiakannya yang cepat. Jika habitatnya subur makmur, 1 jantan bisa mengawini 74 kali per hari di sebuah populasi. Disamping itu ada beberapa monyet ekor panjang dalam situasi tertentu, dalam kondisi stres justru akan melakukan perkawinan tinggi dengan betinanya. Hal itu dikarenakan sifat-sifat biologisnya yang membuat libidonya lebih naik.

Jadi kata Widodo, perkembangbiakan monyet memang cepat. Dibuat stres malah semakin banyak. Itu yang menyebabkan populasi monyet meledak dan perlu penanganan, penangkapan.

Penangkapan monyet untuk tujuan komersial terbuka berdasarkan kuota jumlah penangkapan yang disediakan. Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki kuota penangkapan monyet ekor panjang sebanyak 300 ekor per tahun.

Walau untuk tujuan komersial, penangkapan itu sebetulnya untuk mengurangi habitat monyet (yang ada di Gunung Kidul khususnya). Pengurangan populasi ini semata untuk mengurangi dampak serangan monyet liar terhadap lahan pertanian masyarakat.
Penangkapan dengan melibatkan suku Baduy sepenuhnya wewenang PT Primaco.

Kemungkinan karena keahlian suku Baduy yang mampu menangkap monyet ekor panjang tanpa harus membunuhnya atau menangkap hidup-hidup monyet tersebut. Kuota tangkap tidak sembarangan. Ada syarat yang harus dipenuhi karena ada tujuan tertentu. Peruntukannya bisa untuk penelitian pengembangan dan farmasi. Jadi ada aturan seperti usia monyet, usia remaja, dan bobotnya. maximal 2,5-3 kg.

Anna Zulfiyah