Ramuan obat tradisional terbukti dapat membantu dalam pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit. Kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat untuk mengurangi bahan kimia juga semakin meningkat. Slogan “kembali ke alam (back to nature)” menjadi tambahan motivasi bagi masyarakat untuk menjadikan herbal sebagai pilihan hidup sehat. Tetapi apa dan bagaimana herbal, masih banyak masyarakat yang belum paham. kurangnya informasi tentang herbal sering membuat masyarakat kembali ragu. Pasalnya memahami herbal tidak semudah meminum jamu.
Untuk tahu apa dan bagaimana herbal, Agro Indonesia berkesempatan mewancarai Ir. Lukman Amin, M.P, dosen Peternakan Universitas Mercubuana Yogyakarta, sekaligus sebagai pengembang dan pengolah tanaman obat-obat tradisional dari Perum Sedayu Permai, A2/22 Jl. Wates Km. 10 Yogyakarta.
Ditemui di showroomnya Harmony Herbal, ini penuturan Lukman:
Bapak dari peternakan, kenapa tertarik menggeluti herbal?
Sebenarnya di peternakanpun bersinggungan dengan herbal. Seperti di pertanian ada pertanian organik, peternakan juga bisa, peternakan organik dengan herbal, dan bisa dibuat formulanya juga. Untuk herbal sendiri, saya menggeluti jamu-jamuan, dolanan jamu itu dari tahun 2003-2004.
Herbal banyak jenisnya. Di rumah saya, di luar pagar, dekat kali, tahun 2004- an, saya mendata herbal disitu ada 21-an jenis. Sekarang sudah semakin banyak. Saya teliti dan saya buat formulanya untuk kesehatan manusia.
Formulanya pertama kali saya kenalkan antar teman, kalau ada yang punya keluhan, coba formula saya, ternyata banyak yang cocok. Dan setiap saya dapat keluhan, keluhan itu sembuh, saya dapat formula. Ternyata bisa memberi efek yang bagus, dilanjutkan untuk teliti seterusnya.
Yang pertama diteliti tanaman apa?
Alang-alang dan pegagan. Setelah alang-alang dan pegagan bagus, terus lanjut tanaman yang lain. Dari dulu saya yakin bahwa jamu itu bagus. Hanya saja informasi tentang jamu sangat terbatas. Pokoknya batuk resepnya ini, demam resepnya ini, begitu dan tidak tahu kenapa harus dengan itu. Disitulah yang lama mencari sampai ketemu sifat tanaman ini cocok untuk apa. Baru matengnya tahun 2010-2011. Saya melihat tanaman itu lebih ke karakter, acuannya itu akupuntur. Karakter tanaman menurut teori akupuntur, bukan dari sisi medis.
Bagaimana hubungannya akupuntur dengan jamu?
Akupuntur pemahamannya tusuk jarum. Tapi teori mengapa di sini ditusuk, di situ ditusuk, itu sebenarnya universal. Tidak hanya tubuh manusia, tetapi semua alam semesta juga bahkan sampai sosial politik juga bisa mengadopsi teori akupuntur. Intinya ini pehamanan karakter tanaman menurut teori akupuntur. Itupun saya belum mateng, dalam arti mumpuni. Begini, manakala sudah jelas sakitnya apa atau keluhannya apa, nanti kita urai organ yang terganggu itu apa. Kemudian organ yang terganggu itu punya relasi dengan organ-organ lain. Relasi itulah yang kita pakai untuk membuat formula.
Yang berkaitan dengan akupuntur, bagaimana mengetahui orang tersebut sakit?
Yang simpel saja misal batuk. Orang secara umum mengatakan itu masalah pernafasan, paru-paru. Tapi sebetulnya tidak selalu. Sebagai contoh kalau orang punya sakit jantung, jantung membengkak lalu dia menekan paru-paru. Paru-paru merasa ada gangguan, lalu batuk. Tapi gangguan itu kan tidak hilang, karena gangguannya bukan di paru-paru, tapi di jantung. Sehingga muncullah apa yang orang bilang batuk kering, batuk tidak berdahak. Jadi akupuntur itu pengobatan yang dicari biang keladinya.
Sudah berapa banyak tanaman yang diteliti dan dibuat formula?
Saya punya simplisia (koleksi bahan) sekitar 200-an, yang terpakai dalam formula macem-macem ini sekitar 100-an, separuhnya. Saya buat formula yang mudah digunakan, yaitu dengan tetes atau spray. Spray jauh lebih efektif karena itu kabut. Untuk formulanya yang bersifat umum, seperti Metaboster untuk meningkatkan metabolisme, energi dan stamina, membuat tubuh tidak cepat lelah. Ini juga bagus untuk pemulihan kondisi tubuh setelah sakit.
Lalu ada Insomnia, untuk mengatasi gangguan/kesulitan tidur, bagus untuk mereka yang banyak menuntut pikiran, sehingga sulit tidur, juga untuk stres ringan sampai sedang, yang menyebabkan gangguan tidur. Kemudian Munovita, memperkuat sistem imun tubuh menghadapi berbagai gangguan kesehatan/infeksi.
Apa bedanya herbal dengan obat?
Saya contohkan seperti ini. Kalau obat, saya ambil yang visual, yang kelihatan, obat nyamuk. Kalau obat semprot, nyamuknya mati, selesai. Tapi jamu kalau kita minum, membuat darah kita tidak enak untuk dihisap nyamuk. Ada beberapa tanaman yang mengandung zat yang tidak disukai nyamuk. Apakah itu diminum, apakah itu diolesi kulit, minyak kayu putih misalnya, seperti itu. Jadi yang perlu dipahami, si jamu itu tidak membunuh nyamuk, tapi membuat kondisi sehingga tubuh kita tidak disukai nyamuk. Perbedaan itu sangat kontras dengan obat.
Konteks itu persis sama dengan di pertanian organik, yang saya pernah baca. Padi tahan wereng, bukan berarti padi itu dimakan wereng tidak apa-apa, tapi padi itu tidak enak buat si wereng, jadi wereng tidak suka dengan padi itu. Ternyata begitu konsepnya padi tahan wereng.
Lebih suka istilah herbal atau jamu?
Sama saja. Herbal itu lebih terkesan menjual daripada jamu. Kalau jamu konotasinya jamu gendong, kunir asem. Herbal, bisa kapsul, tablet. Sebenarnya sama saja
Bagaimana dengan pemakaian herbal supaya efektif?
Pemilihan harus sesuai. Jadi sejauhmana herbal efektif lebih tergantung pemilihan, kesesuaian antara sebab akibat penyakit itu.
Muncul peramu herbal dan banyak yang klaim herbal mereka yang cocok untuk Covid?
Kecap semua no 1. Kalau saling mengklaim, herbal a b c bagus tidak masalah. Tetapi yang klaim harus bisa bertanggungjawab. Contoh klaim bisa mengobati 100 sekian puluh penyakit. Saya tanya ke orang yang cerita itu, kalau ini obat untuk 100 penyakit. Sakitmu berapa macem? Dijawab satu, lalu yang 99 buat apa. Orangnya bingung.
Yang klaim tadi, sebetulnya ini pernah menyembuhkan batuk, ini pernah menyembuhkan diare, demam, tbc. Pernah itu bukan selalu tapi mereka klaimnya seperti itu. Itu yang saya tidak suka.
Contoh lain batuk kering, kelihatannya sepele batuk, tapi batuk kering siapapun termasuk dokter, masih kesulitan untuk obatnya. Karena menurut akupuntur, batuk kering itu terjadi sebetulnya karena lendir tidak bisa keluar karena terlalu pekat. Yang sebenarnya bukan cairan.
Masalah sekitar herbal?
Pertama pemalsuan herbal karena memang sengaja dipalsukan. Obat tradisional dicampur bahan kimia. Itu bahaya untuk kesehatan dan yang melakukan pemalsuan harusnya ditindak.
Kedua kerancuan pemahaman tentang herbal. Misal kunir putih, ada 3 macam; kunir mangga, temu putih, dan kunir putih yang modelnya butiran-butiran seperti anggur. Paling tidak 3 itu semua bisa disebut sebagai kunir putih, yang kasiatnya berbeda beda.
Lalu binahong itu sangat rancu dengan gendola. Gendola untuk orang yang tahu tanaman itu beda dengan binahong. Orang sering bilang itu binahong merah, mirip daunnya tapi sebetulnya sangat berbeda. Dari banyaknya kerancuan kerancuan seperti itu, kalau kita mencari sendiri, kita harus paham betul.
Harapan ke depan?
Harus ada edukasi, bisa dibilang budaya kita terputus putus generasi. Selama ini jamu turun temurun, tapi tidak ada penjelasan detil. Kalau batuk obatnya jahe, ibu-ibu supaya menstruasinya agak teratur minum kunir asem. Tetap tidak pernah dijelaskan kenapa pakai kunir, kenapa asem, kenapa beras, tidak dijelaskan, pokoknya itu. Manakala generasi muda menuntut jawaban dan tidak mendapat jawaban, putuslah generasinya. Edukasi ini menjadi sangat penting karena potensi tanaman herbal itu sangat melimpah.
Anna Zulfiyah