Kementerian Pertanian (Kementan) mengingatkan petani untuk mengantisipasi secara dini musim kemarau pada Juli-September 2019 agar lahan sawah tidak mengalami kekeringan. Pasalnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi pada bulan-bulan tersebut merupakan puncak musim kemarau.
Data kekeringan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Ditjen Tanaman Pangan per 17 Mei 2019 mencatat, luas lahan sawah yang terkena kekeringan mencapai 4.029 hektare (ha) dan puso 49 ha. Seluruhnya terjadi pada Januari hingga Maret 2019.
Direktur Irigasi Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP), Rahmanto mengatakan, pada daerah yang endemik kekeringan, pemerintah merekomendasikan agar dinas pertanian dan kelompok tani untuk segera melakukan aksi tanggap.
Di antaranya mengawal ketat jadwal dan pola tanam terutama yang sesuai dengan ketersediaan airnya. “Petani dianjurkan melakukan gadu liar, sehingga memanfaatkan air irigasi yang seharusnya menjadi hak petani pada bagian hilir,” kata Rahmanto di Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Aksi tanggap lainnya yang bisa segera dilakukan adalah mengidentifikasi sumber-sumber air yang masih dapat dimanfaatkan dan menyalurkannya dengan pompa pada lahan sawah yang masih terdapat standing crop.
“Kami juga menghimbau Pemda aktif dalam mendaftarkan petani dalam Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) agar terlindungi dari risiko kerugian akibat kekeringan,” katanya.
Dia menyebutkan, saat ini monitoring lahan sawah yang rawan dan mengalami kekeringan dapat dilakukan secara online. Dengan demikian, lahan sawah yang berpotensi dan sedang mengalami kekeringan dapat dipantau secara berkala, sehingga antisipasi dan penanganan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
“Ditjen PSP juga telah menyiapkan lebih dari 5.200 unit pompa untuk mengantisipasi kekeringan 2019. Selain itu, pompa-pompa yang sudah disalurkan sejak 2016-2018 juga masih dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi musim kemarau 2019,” tambahnya.
Optimalkan Sumber Air
Dalam upaya mencapai target produksi padi nasional sebesar 84 juta ton pada 2019, Kementan berupaya mengoptimalkan lahan sawah yang masih memiliki sumber air yang mencukupi pada musim kemarau, terutama menyediakan infrastruktur irigasi untuk menjamin ketersediaan air.
Pemerintah juga menyiagakan alat dan mesin pertanian (Alsintan) untuk mempercepat proses pertanaman dan panen, serta asuransi pertanian.
Dengan antisipasi dini itu, maka dapat memberikan jaminan kepada petani agar tidak mengalami kerugian jika terjadi puso akibat kekeringan.
Berdasarkan informasi dan kalender tanam, potensi luas tanam padi pada periode musim kemarau 2019 mencapai 3,3 juta ha. Sebagian besar lahan tersebut berada pada daerah irigasi teknis yang sumber airnya terjamin melalui pengelolaan waduk.
Hingga periode awal Mei 2019, luas standing crop tanaman padi mencapai 2,9 juta ha. Luas lahan itu sebagian besar masih berada pada fase awal dengan umur tanaman 1-30 hari.
“Kondisi ini harus terus dipantau terkait dengan pemenuhan ketersediaan airnya, sehingga terhindar dari risiko kekeringan,” katanya.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, lima tahun terakhir pemerintah telah berhasil membangun sumber air berupa embung 2.962 unit.
Jika estimasi luas layanan embung, dam parit, long storage seluas 25 ha, maka potensi akan mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73.850 ha.
“Bila dapat memberikan dampak pada kenaikan IP 0,5, maka akan terjadi penambahan luas tanam 36.930 ha dan penambahan produksi padi sebesar 384.020 ton,” katanya di Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Dia mengatakan, pengembangan embung bukan hanya untuk tanaman pangan, tapi juga mendukung upaya peningakatan produksi komoditas hortikultura dan perkebunan.
Setidaknya ada 39 unit embung untuk komoditas hortikultura dan perkebunan. Jika diestimasikan per unit embung dapat melayani luas areal 10 ha, maka luas areal yang dapat pelayanan air di musim kemarau seluas 390 ha.
Sedangkan pengembangan embung untuk mendukung peternakan sebanyak 5 unit. Jika diestimasikan per unit embung melayani 10 ha, maka luas areal hijauan makanan ternak yang dapat diairi seluas 50 ha. “Kita harapkan dengan adanya embung tidak lagi dikenal musim kemarau, karena akan selalu ada air,” katanya.
Sarwo mengungkapkan, pemerintah selama 3 tahun terakhir (2016-2019) juga meningkatkan irigasi perpompaan. Total kegiatan irigasi perpompaan selama 3 tahun tersebut sebanyak 2.358 unit.
Dengan estimasi luas layanan per unit seluas 20 ha, maka luas areal yang dapat diairi saat musim kemarau seluas 47.160 ha. Perhitungannya, jika berdampak pada penambahan IP 0,5, maka akan terjadi penambahan luas tanam 29.780 ha dan penambahan produksi padi sekitar 154.850 ton.
Irigasi perpompaan untuk mendukung komoditas hortikultura dan perkebunan telah dibangun sebanyak 429 unit. Dengan estimasi per unit seluas 10 ha, maka luas areal yang dapat diairi pada musim kemarau seluas 4.290 ha.
Untuk irigasi perpompaan yang mendukung komoditas peternakan, khususnya populasi ternak ruminansia, telah dibangun sebanyak 322 unit. Dengan estimasi 1 unit perpompaan dapat melayani kebutuhan air 10 ekor ternak, maka terdapat 3.220 ekor ternak yang terjamin ketersediaan air minum dan sanitasi kandang.
“Kegiatan perpompaan ini juga untuk membantu fasilitasi ternak, termasuk ketersediaan pakan,” ujar Sarwo. PSP