Kekeringan di musim kemarau juga melanda areal pertanian di beberapa wilayah Indonesia. Namun, dengan penanganan yang cepat, lahan yang terkena kekeringan bisa diselamatkan.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy melihat langsung lahan sawah yang terkena kekeringan. Belum lama ini Sarwo Edhy didampingi Wakil Bupati Purwakarta H Aming dan Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Agus R Suherlan memantau persawahan di Desa Cibodas, Kecamatan Bungursari, Purwakarta.
“Kita memantau persawahan yang terdampak kekeringan, namun masih bisa diselamatkan. Sejauhmana perkembangan dan penanganan di Purwakarta agar tanaman padi tetap tumbuh di musim kemarau ini,” ujarnya.
Data Dinas Pangan Pertanian Purwakarta mencatat, ada sekitar 1.500 hektare (ha) yang terkena kekeringan. Dari jumlah tersebut, yang bisa diselamatkan sekitar 500 ha, termasuk persawahan berlokasi di Desa Cibodas.
“Kita sudah melihat melalui pompanisasi menarik air dari sumber-sumber air terdekat, baik dari sungai besar maupun sungai kecil. Alhamdulillah hasilnya cukup signifikan bisa mengalirkan air ke sawah-sawah yang potensi kekeringan,” kata Sarwo.
Dia menambahkan, untuk persawahan yang sudah puso kurang lebih ada 254 ha, dan 54 ha di antaranya sudah masuk ke program asuransi. Lahan yang sudah diaruransikan itu akan mendapat ganti rugi dari asuransi.
Dia menyebut, ganti rugi dari asuransi sebesar Rp6 juta/ha. Artinya, petani tersebut mengalami kerugian dan bisa merencanakan kembali untuk tanaman berikutnya.
Untuk mengatasi kekeringan di areal pesawahan, terutama untuk areal tadah hujan, pihaknya terus mencari solusi di antaranya dengan membantu pompanisasi, termasuk pembuatan embung untuk kebutuhan sumber air.
Adapun untuk pompanisasi, pemerintah pusat sudah membantu dalam tiga tahun terakhir sebanyak 100.000 mesin pompa di seluruh Indonesia. Adapun untuk tahun 2019 ini, permintaan bantuan sudah mencapai 20.000 dan selang air mencapai 7.300 meter.
Sedangkan untuk Purwakarta, Kementan sudah memberikan bantuan sebanyak 300 mesin pompa. “Salah satunya dengan pompanisasi, pompa-pompa air kita bantu untuk daerah yang mengalami kekeringan, di antaranya di wilayah pantura, untuk 2019 kurang lebih permintaan ke kita 20.000 pompa,” jelasnya.
Untuk pembangunan embung, pihaknya siap mengakomodir. Akan tetapi, ada syarat yang harus dipenuhi, di antaranya adalah pembangunan embung harus di lahan desa, lahan pemerintah ataupun lahan hibah dari masyarakat.
Hal itu bertujuan agar pembangunan embung tidak sia-sia serta aman dan bisa dimanfaatkan oleh para petani secara keseluruhan.
“Anggarannya kita bantu melalui DAK, asal lahan yang disiapkan yaitu 25 meter x 25 meter dengan kedalaman 2 meter serta lahan yang aman atau bukan di atas lahan pribadi agar tidak dijual dan dibongkar,” jelasnya.
Masih Aman
Sedangkan untuk seluruh Indonesia, potensi kekeringan di sejumlah wilayah Pulau Jawa, Bali dan wilayah Nusa Tenggara. Sementara di luar wilayah tersebut masih aman, karena masih terjadi turun hujan.
“Potensi sudah ada, khususnya di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali dan Nusa Tenggara. Kita terus antisipasi, kurang lebih kalau ditotal mencapai 100.000-an ha, adapun puso mencapai 12.000 ha. Berdampak iya, tapi tidak terlalu signifikan,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Purwakarta, Agus Rachlan Suherlan mengatakan, untuk mengantisipasi kekeringan areal pesawahan, terutama keberadaan sumber air, pihaknya akan memanfaatkan areal bekas galian C untuk sumber air, terutama untuk pesawahan berjenis tadah hujan.
“Kita manfaatkan saja galian C sebagai sumber air alternative. Akan tetapi kesulitannya kan lahannya milik personal, sehingga kita hanya memberikan imbauan. Saat ini kita memanfaatkan bekas galian C untuk mengairi sawah yang rawan kekeringan itu dan itu rata-rata milik dari perorangan atau dari perusahaan. Agak sulitnya di situ,” katanya.
“Ke depan, kemungkinan itu menjadi program yang khusus dan pemerintah daerah bisa menyediakan lahan yang bekas galian golongan C itu dijadikan sumber air bagi pertanian dan pemerintah terus berupaya memfasilitasinya,” tambah Agus di tempat yang sama.
Pola tersebut salah satunya adalah sesuai dengan keinginan Bupati Purwakarta tentang keberadaan sumber mata air, di mana kebijakannya membeli sumber mata air dari masyarakat. “Kan selain embung, keinginan ibu bupati adalah penyediaan air dengan membeli sumber mata air dan ini salah satu cara untuk mewaspadai potensi kekeringan,” kata Agus.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Padi Saluyu, Desa Cibodas, Amu Mulyana mengaku sangat terbantu dengan adanya bantuan dari Kementan ini. Sehingga petani bisa mengairi persawahan melalui pompanisasi memanfaatkan perairan yang ada.
“Tentu sangat membantu. Saya mendapat bantuan selang buang air pompa 500 meter dan digunakan untuk mengairi persawahan seluas 25 hektare,” kata Amu Mulyana.
Sodetan Sungai
Sementara itu petani di Desa Sindangkerta, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, membuat sodetan sungai agar air mengalir ke sawah agar bisa tetap tanam padi. Cara tersebut ternyata cukup jitu, sehingga program luas tambah tanam (LTT) tetap berjalan.
Kepala Seksi (Kasie) Mitigasi Iklim, Subdirektorat Iklim, Konservasi Air dan Lingkungan Hidup, Direktorat Irigasi Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Dyah Susilokarti mengatakan, petani membuat saluran sodetan sepanjang 36 meter dengan terpal.
Lalu air didistribusikan dengan saluran air sepanjang 750 meter dengan lebar 120 cm dan kedalaman 50 cm. Ujung saluran pun berada pada posisi 750 meter dari ujung sodetan.
“Walaupun sumber air lebih rendah dari lahan, tetapi debit besar (6 liter/detik) dan digiring dengan menggunakan saluran terpal sepanjang 36 meter, sehingga mampu mencapai lokasi sejauh lebih kurang lebih 1 km,” kata Dyah.
Kreativitas dari poktan ini terpantau ketika kegiatan monitoring kekeringan yang dilakukan Tim Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian melakukan monitoring kekeringan di wilayah Pantura. PSP