PUSKESWAN Sebagai Garda Terdepan Kesehatan Hewan

Ilustrasi anjing dan kucing (Image by Elisabeth Leunert from Pixabay )

Oleh: Ida Lestari & Irene Syahputra (Direktorat Kesehatan Hewan-Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan)

Saat Pandemi Covid-19 yang masih belum selesai, hampir semua rumah sakit sungguh sangat disibukkan dengan penanganan pasien penderita yang bahkan memakan korban para dokter dan tenaga paramedisnya. Guna penanganan jumlah pasien yang melonjak tajam ini bahkan banyak hotel yang juga membuka diri guna membantu mereka terutama bagi mereka (pasien) yang memiliki hasil reaktif dari rapid test Covid-19 namun tanpa gejala dan bagi mereka yang hendak isolasi mandiri selama 2 minggu untuk memastikan mereka negatif Covid-19.

Umumnya orang khawatir untuk berobat ke rumah sakit saat kondisi pandemi sekarang ini karena kemungkinan banyak orang, juga kita termasuk didalamnya, yang berstatus OTG (Orang tanpa Gejala). Dalam kondisi saat ini, Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) ataupun Klinik Pratama merupakan pilihan masyarakat yang cenderung diambil oleh mereka yang hendak berobat/konsultasi penyakit dengan dokter.

Bagaimana dengan Puskeswan (Pusat Kesehatan Hewan)? Kita masih ingat kemarin pada Hari Rabies Sedunia (World Rabies Day/WRD) yang jatuh tanggal 28 September 2020, dimana acara tersebut telah diperingati secara meriah hampir disetiap Provinsi dengan melakukan vaksinasi HPR (Hewan Penular Rabies/HPR) gratis maupun sterilisasi anjing/kucing gratis. Banyak jargon WRD yang menyarankan untuk “Ayo Bawa Hewan ke Puskeswan” guna mendukung target Indonesia bebas Rabies di tahun 2030. Namun sayangnya tidak semua orang mengenal keberadaan Puskeswan yaitu Pos Kesehatan Hewan yang memberikan pelayanan di bidang kesehatan hewan.

Menurut amanat Undang-Undang No 18-2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Puskeswan melakukan tugas dalam pelayanan jasa Pusat Kesehatan Hewan sebagai ujung tombak strategis yang perlu diperkuat kinerjanya dalam rangka mendukung Sistem Kesehatan Hewan Nasional (Siskeswannas).

Keberadaan PUSKESWAN harus memberi dampak kesehatan hewan dari ancaman penyakit hewan yang sudah atau mungkin akan muncul di Negara kita. Misalnya seperti saat ini kita sudah direpotkan dengan beberapa penyakit babi Demam Babi Afrika (African Swine Fever/ASF) yang sudah merebak sejak Desember 2019.

Ancaman juga dimungkinkan terkait Flu Babi juga harus diwaspadai yang berpotensi masuk ke wilayah NKRI setelah wabah awal di Amerika Utara pada April 2009 lalu menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Bahkan menurut WHO saat pandemi 2009, sebanyak 74 negara dan wilayah telah melaporkan adanya infeksi flu babi yang dikonfirmasi oleh hasil laboratorium.

Mungkin jarang terpikirkan oleh kita adanya kemungkinan masuknya penyakit terkait kuda yang mengintip kesempatan masuk ke Indonesia seperti African Horse Sickness (AHS) yang sudah terdeteksi di Thailand pada bulan Februari 2020 atau Japanese Encephalitis (JE) yang endemis di daerah tropis di Asia.

Oleh sebab itu Pemerintah harus memperkuat fungsi Puskeswan dalam rangka pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan. Puskeswan merupakan institusi strategis dalam upaya mempercepat proses pelayanan dan penanganan kesehatan hewan.

Dalam sejarahnya Puskeswan dibentuk berdasarkan wilayah yang ditetapkan oleh bupati/walikota dimana dilokasikan di daerah yang penduduknya padat dan memiliki tingkat budidaya pemeliharaan hewan/ ternak tinggi dengan kepadatan ternak paling kurang 2000 satuan ternak/hewan atau memiliki wilayah usaha perdagangan hewan/produknya yang biasanya terdiri dari 1-3 kecamatan (Ditjennak, 2008). Pemerintah pusat harus secara terus menerus menggalakkan pentingnya aspek kesehatan hewan kepada Pemkab/Pemkot baik melalui regulasi maupun fasilitasi khususnya bagi kabupaten/kota yang terbatas anggarannya.

Sampai saat ini eksistensi dan peran Puskeswan masih dirasakan belum optimal, dimana terlihat masih kurangnya sarana-prasarana (sarpras), Sumber Daya Manusia (SDM) dan manajemen organisasinya. Guna mendukung Puskeswan sebagai ujung tombak Siskeswannas yang merupakan integrasi seluruh kegiatan keswan mereka butuh dukungan pemerintah itu sendiri, dukungan sektor swasta maupun masyarakat.

Kurangnya sarpras membuat pelayanan puskeswan tidak optimal yaitu dengan terlihat adanya beberapa bangunan Puskeswan yang akhir-akhir ini terlihat tidak berfungsi menjalankan aktivitasnya. Bahkan karena kurangnya pemeliharaan sarpras masih ditemukan Puskeswan yang sudah hampir mau ambruk.

Sumber Daya Manusia/SDM Puskeswan harus terus menerus ditingkatkan kapasitas potensi nya melalui bimbingan teknis; pelatihan terkait dengan job description tiap personal guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan nya masing-masing personil. Data terakhir dari Ditjennak Juli 2020 (unpublished), menunjukkan tercatat 1674 Unit Puskeswan berada dan tersebar di seluruh 34 provinsi (yaitu pada 448 Kabupaten), atau dapat dikatakan 1-3 Unit Puskeswan per kabupaten / kota di Indonesia. Jumlah SDM yang bekerja pada Puskewan tercatat 319 dokter hewan dan 503 paramedik veteriner. Namun masih ada beberapa Puskeswan yang masih terkendala dengan kekurangan tenaga dokter hewan karena banyaknya yang ada adalah Tenaga Harian Lepas (THL) yang setelah menjalani masa kontrak dan sudah skilled (berpengalaman) kemudian mengundurkan diri karena tidak ada harapan untuk menjadi PNS, sehingga mereka keluar untuk mencari pengalaman kerja baru diluar.

Tata laksana organisasi Puskeswan juga merupakan hal yang harus ditingkatkan agar eksitensi Puskeswan tetap dicari dan diminati oleh masyarakat di lapangan. Eksistensi Puskeswan yang bertanggung jawab kepada Bupati/walikota juga tidak lepas dari keberadaan dinas kabupaten/kota yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan di lokasi tersebut.

Puskeswan yang merupakan institusi yang berada dan bertanggung jawab kepada Bupati/ Walikota melalui kepala dinas kabupaten/kota setempat masih menyimpan banyak masalah seperti kurangnya tenaga dokter hewan dimana idealnya 1 kecamatan memiliki 1 dokter hewan. Belum lagi bila di Kabupaten/Kota dinas terkait peternakan dan kesehatan hewan merupakan gabungan dengan beberapa bidang lainnya sementara bagian yang membidangi peternakan dan keswan-nya hanya merupakan seksi peternakan dan keswan saja sehingga fungsi dan perannya menjadi lebih kecil.

Sebenarnya solusi dari peningkatan peran Puskeswan antara lain adalah Otoritas Veteriner yang harus berperan aktif memainkan perannya memajukan peran Puskeswan di daerah Kabupaten/Kota masing-masing. Umumnya pelayanan di PUSKESWAN meliputi semua lini kesehatan hewan seperti pada hewan kesayangan berupa (vaksinasi rutin hewan sehat, pengobatan hewan sakit, operasi besar/kecil, penerimaan rawat inap), pada hewan ruminansia berupa (inseminasi buatan, membantu proses kelahiran dan penanganan penyakit) dan untuk ternak unggas (seperti vaksinasi dan pengukuran titer antibodi) selain juga melaporkan hasil pemeriksaan dan pengobatan secara digital ke i-SIKHNAS (Integrated Sistem Kesehatan Hewan Nasional).

Tergantung lokasi keberadaannya, contoh Puskeswan di daerah Ragunan Jakarta kerap dikunjungi oleh Pecinta Kucing Liar/PKL dalam melakukan konsultasi tentang hewan kesayangan, sterilisasi gratis dan penampungan sementara anjing dan kucing liar sebelum mendapatkan adopter yang mau merawat hewan terlantar ini. Namun Puskeswan di daerah Jawa Tengah, yang lokasinya lebih dekat ke peternak sapi rakyat, maka peran Puskeswan di sana lebih banyak kearah kegiatan reproduksi ternak agar ternak mereka lebih cepat berkembang biak menghasilkan pedet dan ternak hewan lainnya.

Sesuai Permentan Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Pusat Kesehatan Hewan, aktivitas dokter hewan Puskeswan antara lain:

  1. a) Kegiatan promotif (meningkatkan kesehatan hewan dalam pemberian suplemen);
  2. b) Tindakan preventif (mencegah penyakit hewan dengan memberi vaksinasi, isolasi dan observasi hewan)
  3. c) Pelayanan kuratif (penyembuhan penyakit dengan pemeriksaan gejala klinis, laboratorium dan tindakan operasi)
  4. d) Proses rehabilitatif (pemulihan kesehatan hewan paska sakit);
  5. e) Kegiatan pendukung: pelayanan reproduksi; dan kesiagaan darurat wabah (Flu Burung, suspect Leptospira, suspect Septichaemia Epizooticae) kegiatan klinik, laboratorium dan observasi penyakit hewan menular.
  6. f) Melaksanakan kegiatan epidemiologik (surveilan (AI rabies, brucella, anthrax) dan pemeriksaan terhadap PHM (Penyakit Hewan Menular Strategis).
  7. g) Melaksanakan Informasi Veteriner dengan mengolah data untuk kepentingan Analisa dan pelaporan.ke isihkhnas
  8. h) Memberikan jasa veteriner berupa pelayanan keswan, konsultasi penyakit hewan, saat pelaksaan hewan kurban dengan melakukan kegiatan pengambilan sampel, pemberian obat dan monitoring penyakit hewan seperti anthrax, brucella, avian influenza. Jasa veteriner lain adalah pemeriksaan lalu lintas burung atau HPR yang diwajibkan pemeriksaan serologi di Laboratorium Puskeswan terkait penyakit yang diwajibkan oleh kota/Negara yang dituju.

Dari gambaran kerja Puskeswan, terlihat cukup banyak peran Puskeswan terkait pelayanan keswan khususnya dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan baik untuk ternak ruminansia, unggas maupun hewan kesayangan yang akan dapat memberikan kontribusi dan manfaat langsung kepada masyarakat karena keberadaan puskeswan akan lebih mendekatkan Puskeswan kepada masyarakat dimana harga jasa pelayanan yang terjangkau juga terasa manfaatnya secara langsung kepada masyarakat yaitu berupa terjaminnya kesehatan hewan dan dampaknya kepada kesehatan manusia.

Namun demikian kekuatan puskeswan harus tetap didukung pemerintah Pusat dan Dinas PKH terlebih bila dalam perjalanan organisasinya ada puskeswan yang eselonnya menurun dan bahkan digabung menjadi satuan pelaksana di lapangan sehingga eksitensinya menurun. Selain itu perlu penempatan dokter hewan (PNS) bukan sebagai tenaga medik veteriner kontrak atau Tenaga harian lepas (THL) agar kontribusi kinerja mereka akan terus berpusat kepada Puskeswan dan tidak keluar dari Puskeswan karena tidak adanya jaminan keberlangsungan sebagai tenaga tetap, bukan sebagai batu loncatan karena mereka sudah mengenyam pelatihan/ketrampilan semasa di Puskeswan yang akan menguntungkan institusi baru tempat mereka akan pindah.

Peluang dengan adanya Puskeswan yang kuat akan merupakan peluang bagi masyarakat sekitar untuk tidak ragu datang ke Puskeswan dan kesiapan serta kesigapan Puskeswan akan memberi peluang semakin banyaknya masyarakat/peternak/pemilik hewan untuk mengobati/konsultasi terkait hewan yang mereka miliki. Peluang data penyakit akan semakin kaya dengan iSIKHNAS yang juga dilaporkan oleh Puskeswan. Yang juga akan memperkuat Sistem Kesehatan Hewan nasional kita.

Oleh karena itu biarlah jargon “Ayo bawa hewan ke puskeswan” bukan hanya merupakan ajakan saja namun harus terus digalakkan dan dipantau serta dievaluasi agar eksistensi Puskeswan terus bertahan dan bahkan ditingkatkan, sehingga sistem kesehatan hewan nasional kita akan semakin kuat.