Kementerian Pertanian (Kementan) tak pernah berhenti meningkatkan produksi pangan nasional. Salah satu strategi adalah melalui optimasi lahan, yaitu memanfaatkan setiap lahan yang tersedia secara maksimal. Contohnya adalah lahan rawa.
Meski bukan lahan subur, rawa ternyata bisa dijadikan lahan pertanian produktif, sehingga bisa digunakan untuk budidaya pertanian. Strategi itulah yang kini tengah dilakukan Kementan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP).
Optimasi lahan dilatarbelakangi masifnya alih fugsi lahan pertanian menjadi non-pertanian. Akibatnya, luas lahan pertanian makin menurun, yang berdampak pada berkurangnya produksi pertanian.
“Pemanfaatan lahan rawa menjadi salah satu alternatif untuk turut membantu meningkatkan produksi pertanian,” kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat berkunjung ke Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Kamis (11/6/2020).
Dia mengakui memang banyak kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan rawa. Namun, semua kendala harus bisa diatasi. Optimasi lahan rawa bisa dilakukan melalui penataan sistem tata air.
Dirjen PSP Kementan Sarwo Edhy mengatakan, upaya optimasi dapat dilakukan dengan menerapkan inovasi dan teknologi spesifik. “Dukungan infrastruktur yang memadai, juga mekanisasi pertanian, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman,” katanya.
Infrastruktur lahan dan air pun menjadi satu yang paling penting untuk optimasi lahan rawa, seperti pembuatan atau perbaikan saluran, pintu air, tanggul, saluran drainase, serta penyiapan dan pengolahan lahan.
“Pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan lahan rawa. Pengelolaan air sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan tanaman, baik musim hujan maupun musim kemarau,” katanya.
Menurut Sarwo, pengelolaan air juga harus tepat dalam memenuhi kecukupan tanaman dan mengamankan lapisan pirit dalam tanah. Semua itu, akan berdampak positif pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Optimalisasi Kalteng
Ditjen PSP Kementan sendiri sudah melakukan optimasi lahan, salah satunya di Kalimantan Tengah pada 2019 dengan cakupan 24.000 hektare (ha) rawa. Optimasi salah satunya dilakukan Kelompok Tani (Poktan) Berkat Kakal, Desa Tampa, Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur yang memiliki luas areal 120 ha.
“Proses pekerjaan di antaranya adalah rehabilitasi saluran irigasi sepanjang 4.965 meter (m). Juga pembuatan saluran pembuang dan pengerukan saluran sepanjang 3.173 m yang seluruhnya selesai di akhir tahun 2019,” papar Sarwo Edhy.
Karena pekerjaan sudah selesai, maka proses percepatan tanam sudah dapat dilakukan pada 2020. Selain di Desa Tampa, optimalisasi lahan juga dilakukan di Desa Netampin, Kecamatan Dusun Tengah, Barito Timur. Di desa ini, Kementan menyerahkan bantuan kepada Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Danum Nyalir untuk lahan 170 ha.
Di sana, dibangun saluran sepanjang 4.642 m dan lima unit pintu air. Semua itu sudah selesai, sehingga sudah bisa digunakan untuk persiapan lahan dan pelaksanaan penanaman.
Diharapkan, optimasi lahan rawa membuat produktivitas pertanian meningkat minimal dua kali lipat. Sebelum optimasi lahan, produktivitas pertanian di sana adalah sekitar 3,6-4 ton/ha.
Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementan Agung Hendriadi mengatakan, produksi pangan mau tidak mau harus ditingkatkan. Salah satu caranya dengan intensifikasi untuk jangka pendek dan ekstensifikasi untuk jangka panjang.
“Ketersediaan pangan ini kan bukan hanya harus tersedia saat ini juga, tetapi harus selamanya ada. Makanya, kita melakukan perluasan areal tanam,” katanya di Jakarta, Selasa (9/6/2020).
Agung mengatakan, untuk perluasan areal tanam, berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan, ada sekitar 5.000 ha lahan pertanian yang kegiatan budidayanya tidak optimal, sehingga hasilnya rendah.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkannya adalah dengan perluasan areal tanam dengan meningkatkan indeks pertanamaannya. “Biasanya ditanami hanya 1 kali saja dalam setahun. Nah, di lahan ini kita optimalkan dengan 2 kali tanam dalam setahun,” jelasnya.
Bukan hanya peningkatan luas areal tanam, lahan-lahan terlantar pun dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya pertanian. Seperti di Kalimantan Tengah (Kalteng), terdapat 17.000 ha areal lahan baru yang berpotensi untuk dilakukan kegiatan pertanian.
“Ini pusat (Kementerian Pertanian) dan Pemda Kalteng sudah setuju untuk memanfaatkan lahan ini sebagai areal pertanian. Makanya sekarang Pemda Kalteng sedang meminta sebanyak 80.000 petani untuk dapat mengembangkan areal tersebut,” jelasnya.
Rehabilitasi JIT
Sarwo Edhy menambahkan, upaya lain yang dilakukan Kementan untuk meningkatkan produksi adalah perbaikan jaringan irigasi. Ketersediaan air adalah faktor yang sangat penting dalam pertanian.
“Dalam musim tanam kedua di tahun ini, kita harus meningkatkan produktivitas agar bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia,” tegasnya.
Untuk itu, lanjutnya, Kementan telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk memperbaiki aliran irigasi. Salah satu yang dilakukan Kementan adalah memperbaiki jaringan irigasi melalui program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT).
Sarwo juga menyebutkan, rehabilitasi jaringan irigasi melibatkan partisipasi dari Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) atau Kelompok Tani (Poktan) karena merekalah yang menjadi penerima bantuan.
Jadi, dengan dibina petugas dinas pertanian dan instansi terkait, P3A dan Poktan terlibat mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanan konstruksi, dan pemeliharaan jaringan irigasi.
“Pelaksanaan konstruksi kegiatan RJIT ini dilakukan secara padat karya, jika petani mengerjakan bersama untuk kepentingan bersama, hasilnya akan lebih baik, rasa memilikinya lebih besar,” ucapnya. Dia berharap, bangunan tersebut terus terjaga sehingga ketersediaan air tetap terjaga untuk usaha tani. PSP