Kementerian Pertanian (Kementan), melalui Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian (PSP), kembali melanjutkan perbaikan (rehabilitasi) Jaringan Irigasi Tersier (JIT) tahun 2020 ini, yang rencananya seluas 135.600 hektare (ha).
“Program RJIT ini akan dilakukan di 32 Provinsi dan lebih dari 300 Kabupaten Kota,” ungkap Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen PSP, Rahmanto di Jakarta, pekan lalu.
Dia mengatakan, program RJIT diutamakan pada lokasi yang telah dilakukan Survei Investigasi Desain (SID) pada tahun sebelumnya. “Prioritas pada daerah irigasi primer dan sekundernya dalam kondisi baik. Tujuannya untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) padi sebesar 0,5,” papar Rahmanto.
Sementara untuk pembangunan embung pertanian, PSP mencanangkan pembangunan 400 unit di 30 provinsi dan lebih dari 226 Kabupaten/Kota. Kegiatan dapat berupa Embung, Dam Parit, dan Longstorage. Luas layanan minimal 25 ha untuk tanaman pangan dan 20 ha untuk hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
Menurut Rahmanto, RJIT sesuai dengan kebutuhan petani. Dana pembangunannya disalurkan melalui sistem swakelola petani. Dengan swakelola, katanya, jaringan irigasi tersier yang direhabilitasi umumnya akan lebih bagus dan petani menjadi merasa lebih memiliki (sense of belonging).
Dia menambahkan, rumus program RJIT sendiri adalah jaringan sudah rusak, di sekitarnya ada sawah yang diairi, ada sumber air, dan ada petaninya.
Menurut dia, dengan diserahkannya RJIT kepada kelompok tani, maka pembangunan jaringan irigasinya akan dilakukan secara gotong royong atau swakelola.
Dijelaskannya, bagi masyarakat petani yang membutuhkan bantuan RJIT atau pembangunan embung, mereka bisa mengajukan permohonan ke Dinas Pertanian kabupaten atau kota masing-masing.
“Nanti dinas bisa meneruskannya ke Ditjen PSP untuk ditindaklanjuti. Bantuan ini diharapkan bisa membantu petani yang tujuannya bisa mensejahterakan petani,” jelasnya.
Sudah 3,7 Juta Ha
Dirjen PSP Kementan, Sarwo Edhy mengungkapkan, sejak periode 2015-2019, Kementan telah berhasil melakukan rehabilitasi jaringan irigasi tersier seluas 3,7 juta ha.
Dana rehabilitasi ini disalurkan melalui rekening kelompok, sehingga petani melakukan perbaikan dengan pola swakelola. “Kita membangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan masyarkat petani,” katanya.
Namun, Sarwo Edhy menambahkan, RJIT ini juga bisa dipihak-ketigakan.“Mayoritas RJIT dilakukan melalui bansos oleh petani. Itu lebih kuat, lebih bagus volumenya, lebih panjang dari yang ditetapkan dan mereka merasa memiliki,” tegasnya.
Dampak dari kegiatan perbaikan JIT, kata Dirjen PSP, produksi padi sedikitnya bertambah 8,21 juta ton. Dampak positif ini tentu harus terus dilanjutkan.
Sarwo Edhy mengatakan, sejak pemerintah melaksanakan program rehabilitasi jaringan irigasi tahun 2015 hingga 2019, ada dampak siginifikan dalam peningkatan produksi pangan, khususnya padi.
Bukan hanya lahan sawah yang dapat terairi kini mencapai 3,129 juta ha, tapi juga indeks pertanaman (IP) naik 0,5. Dampak lebih lanjutnya adalah pada peningkatan produksi sebanyak 8,21 juta ton.
Selain mampu meningkatkan produksi, rehabilitasi jaringan irigasi juga mampu mempertahankan produksi padi sebesar 16,36 juta ton. Artinya, total produksi padi selama lima tahun pada daerah yang terkena kegiatan rehabilitasi mencapai 24,37 juta ton. “Karena berdampak siginifikan, kami berharap program ini dapat dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang,” katanya.
Karena dampaknya cukup nyata, Sarwo berpesan agar petani yang tergabung dalam P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) atau kelompok tani (Poktan) ikut menjaga jaringan irigasi yang sudah direhabilitasi.
“Kalau ada bangunan irigasi yang rusak sedikit, saya minta P3A atau kelompok tani untuk segera memperbaiki. Jaringan irigasi dipelihara agar awet dan tidak rusak. Paling tidak, umur ekonomisnya mencapai 30 tahun,” tegasnya.
Sarwo mengakui, sekitar 40% jaringan irigasi telah rusak. Bahkan, hampir 50 tahun sudah tidak pernah diperbaiki. Karena itu, pemerintah sejak awal sangat memperhatikan upaya memperbaiki jaringan irigasi.
Rahmanto menambahkan, pemeliharaan jaringan irigasi baik skunder, primer dan tersier tidak lain agar suplai air ke sawah petani menjadi lancar. “Jika suplai air lancar, maka tanaman tidak mengalami kekeringan. Apalagi di musim kemarau sekarang, keberadaan air sangat dibutuhkan,” katanya.
Dia menyebutkan, rehabilitasi JIT terus dilakukan karena program rehabilitasi ini mampu meningkatkan indeks pertanaman (IP), yang akhirnya dapat meningkatkan produksi pertanian.
Tahun 2019, Kementan melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) akan merehabilitasi JIT seluas 67.037 ha. Program rehabilitasi yang saat ini sedang dilakukan pemerintah sangat dirasakan oleh para petani.
Dia menjelaskan, efek yang langsung dirasakan petani adalah adanya penambahan Indeks Pertanaman yang tadinya hanya bisa sekali setahun menjadi dua kali atau lebih. “Dengan adanya program rehabilitasi jaringan irigasi, maka ada peningkatan pada indeks tanam petani, yang sebelumnya hanya sekali setahun menjadi dua kali,” katanya. PSP