Tarik-Menarik Badan Pangan Nasional

Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih belum juga membentuk lembaga yang bertugas menangani masalah pangan, meski UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan sudah mengamanatkan pembentukannya paling lambat tahun 2015. Kuatnya tarik-menarik kepentingan ditengarai menghambat pembentukan badan pangan tersebut. Apalagi, belakangan DPR malah mendorong Perum Bulog untuk memegang peran itu. Pemerintah gamang?

Tarik-menarik kepentingan membuat pemerintah tidak mampu membuat lembaga yang menangani masalah pangan nasional. Padahal, keberadaan lembaga ini sangat penting dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan nasional sesuai amanat UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Belakangan, alih-alih membentuk badan baru, nama Perum Bulog malah mencuat dan didorong sejumlah politisi di Komisi VI DPR untuk dipilih pemerintah menjadi badan pengelola pangan tersebut. Apalagi, setelah Bulog tidak mendapat tempat dalam BUMN kluster pangan — di bawah holding PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) — yang dibentuk Menteri BUMN Erick Thohir.

Mencuatnya nama Bulog memang tidak tiba-tiba. Pasalnya, Komisi IV DPR pernah menyusun tiga skenario, di mana pada opsi ketiga menyebut posisi Perum Bulog dinaikkan jadi setingkat kementerian — yang bertanggung jawab langsung ke Presiden — dan membubarkan Dewan Ketahanan Pangan (DKP) serta Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian. Opsi ini yang belakangan didukung sejumlah anggota Komisi VI DPR yang membidangi Kementerian BUMN dan seluruh BUMN. Alasannya, ketimbang membuat badan baru, lebih baik menjadikan Bulog sebagai badan pangan nasonal.

Hanya saja, usulan ini dinilai tidak tepat oleh pengamat ekonomi pertanian yang juga guru besar IPB University, Dwi Andreas Santosa. Apalagi, berdasarkan konsep pembentukan badan pangan yang pernah diajukan ke Presiden Jokowi saat dia masih membantu di saat transisi pemerintahan tahun 2014, peran Bulog adalah sebagai operator dari lembaga yang dinamakan Badan Otoritas Pangan. “Jadi Bulog tetap ada, yakni sebagai operator dari badan otoritas pangan,” ujar Dwi Andreas saat dihubungi, Sabtu (20/2/2021).

Bahkan, di bawah badan pangan itu, kewenangan utama Bulog adalah sebagai penyangga pangan dan mensejahterakan petani. “Bukan lagi badan usaha, yang dituntut untung. Bulog jadi seperti masa lalu saat menjadi badan urusan logistik yang memperoleh dana dari pemerintah juga,” tambahnya.

Dia mengaku tidak tahu persis mengapa konsep pembentukan badan pangan yang pernah diminta Presiden Jokowi tersebut tidak juga terealisasi. “Barangkali karena badan ini nantinya di bawah Presiden langsung dan setingkat menteri, maka banyak kewenangan-kewenangan di kementerian lain yang terpangkas. Kementerian Pertanian jelas terpangkas. Kementerian Perdagangan, iya. Kementerian Sosial juga. Jadi, tarik-menarik kepentingan mungkin di sana, sehingga Presiden Jokowi belum juga membentuk badan tersebut,” paparnya.

Dan, tampaknya pembentukan badan pangan ini memang masih tetap jauh. Setidaknya, menyimak penuturan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan, Agung Hendriadi, bahwa belum ada pertemuan dengan instansi lain untuk membahas pembentukan badan pangan tersebut. “Iya. Belum pernah kita bicarakan,” ujarnya, Jumat (20/2/2021). AI