
Indonesia memiliki keanekaragaman ternak lokal sebagai sumberdaya genetik yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Salah satu sumberdaya genetik yang dimiliki Provinsi Jawa Barat adalah rumpun atau galur sapi “Pasundan”, yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 1051/Kpts/SR.120/10/2014 tanggal 13 Oktober 2014 tentang Penetapan Rumpun Sapi Pasundan.
Pelestarian dan pengembangan sapi Pasundan sebagai sapi potong penghasil daging telah membawa kebanggaan tersendiri karena memiliki keunggulan komparatif dibandingkan ternak impor. Hal ini mengingat, sapi Pasundan telah lama beradaptasi dengan lingkungan baik secara nutrisional, manajemen maupun iklim setempat.
Namun semenjak tahun 2017 sampai 2020, ternyata populasi sapi Pasundan telah mengalami penurunan sebesar 24,0% dari 31.000 ekor tahun 2017 menjadi 25.000 ekor di tahun 2020.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, upaya terobosan yang bagaimana yang dilakukan untuk percepatan pemanfaatan teknologi melalui pendekatan kuantitatif (peningkatan populasi) dan pendekatan kualitatif (produktivitas per unit ternak)? Berikut petikan wawancara Agro Indonesia dengan Profesor Mas Yedi Sumaryadi, Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Terobosan yang bagaimana yang sudah dilakukan untuk percepatan populasi sapi Pasundan di tengah kondisi pandemi Covid 19?
Pada kondisi pandemi Covid 19 tentu terjadi gangguan dalam proses pengembangan populasi Pasundan, terutama kaitannya dengan trading atau pemasaran. Namun terlepas dari kondisi tersebut, peningkatan populasi ternak sapi Pasundan sebagai penyangga produksi daging dirasakan sangat lambat terutama terkait dengan rendahnya keberhasilan reproduksi induk dalam menghasilkan keturunan.
Apa yang menunjukkan keberhasilan reproduksi sapi?
Keberhasilan reproduksi induk sapi diawali dengan kenampakan birahi yang diikuti dengan proses ovulasi, namun aktivitas ini sangat beragam antar individu di lapangan sehingga akan mempengaruhi rangkaian aktivitas reproduksi lainnya. Siklus birahi sapi seringkali tidak teratur dengan gejala birahi yang kurang jelas, akibatnya perkawinan akan tertunda dan selang beranak semakin panjang. Alternatif pendekatan yang dapat diandalkan adalah penerapan teknologi reproduksi secara terpadu melalui optimalisasi selang beranak dan meningkatkan kesuburan induk serta meningkatkan kinerja anak yang dilahirkan.
Teknologi reproduksi yang anda lakukan ada wujudnya?
Teknologi ini cukup menantang untuk diterapkan dalam wujud nyata, mengingat Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak Terapan Fakultas Peternakan UNSOED telah banyak meneliti dan menerapkan teknologi ini di lapangan. Dengan demikian, penerapan teknologi manipulasi birahi, multiple ovulasi, dan teknik inseminasi buatan di Jawa Barat yang melibatkan berbagai intansi terkait yang bekerja secara sinergis dan terpadu antara Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah, dan kelompok tani ternak merupakan langkah awal yang menentukan keberhasilan program pengembangan usaha ternak sapi Pasundan menuju usaha peternakan yang mandiri, tangguh, dan berwawasan agribisnis.
Apa yang sudah dihasilkan tim peneliti?
Hasil Tim Peneliti kami sebelumnya telah dilaporkan bahwa karakteristik kinerja reproduksi sapi Pasundan hasil survei cukup baik terutama rataan service per conception = 1.5 ± 0.05; angka konsepsi = 65.0 ± 2.74%; angka kelahiran = 70.25 ± 3.01%; jarak beranak = 14.0 ± 0.55 bulan, post partum estrus = 40 – 60 hari; post partum mating = 62 – 82 hari; days open = 102 – 126 hari; pubertas = 21 – 24 bulan; bobot lahir pedet = 17.59±0.71 kg; pertambahan bobot badan pedet harian = 0.40 – 0.50 kg, dan mortalitas anak sekitar 5 – 10%.
Berdasarkan kinerja reproduksi sapi Pasundan tersebut ternyata mendekati target yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam upaya mencapai swasembada daging melalui upaya khusus sapi induk wajib bunting (UPSUS SIWAB), maka sebaiknya service per conception (S/C) rata- rata 1.5; angka konsepsi mencapai 70%. Days open (90-100 hari), dan jarak beranak kurang dari 14 bulan dengan nilai Standar: 365 hari (1 tahun).
Aplikasi teknologi seperti apa yang dilakukan dalam upaya pengembangan sapi Pasundan?
Dalam upaya pengembangan sapi Pasundan telah dilakukan aplikasi tenologi reproduksi dengan melakukan manipulasi birahi dan peningkatan kesuburan ternak melalui induksi hormonal ternyata mampu meningkatkan konsentrasi hormon konseptus estrogen dan progesteron yang membawa konsekuensi terhadap perbaikan reproduksi sapi Pasundan. Hal ini ditunjukkan bahwa induksi hormonal secara eksogen memberikan respon birahi mencapai 100%, dengan service per conception = 1.25 ± 0.19; angka konsepsi = 85.0 ± 12.91%, angka kelahiran = 87.68 ± 1.76%; dan bobot lahir = 20.50 ± 1.23 kg. Berdasarkan hasil ini ternyata induksi hormonal secara eksogen mampu memperbaiki service per conception, angka konsepsi, dan angka kelahiran masing-masing adalah 20.0%; 30.77%; dan 24,81 dibandingkan kinerja reproduksi hasil survai sebelumnya.
Secara keseluruhan hasil aplikasi teknologi reproduksi melalui induksi hormonal terhadap sapi Pasundan ternyata mampu meningkatkan bobot lahir dari 17.59±0.71 kg menjadi 20.95±2.02 kg atau meningkat 19.10%. Kondisi ini membawa dampak terhadap pengingkatan keuntungan dari Rp7.780.000 dengan B/C 0.34 menjadi Rp11.640.000 dengan B/C 0.49 atau meningkat 49.61% per tahun.
Di daerah mana saja anda melakukan penelitian tentang kinerja sapi Pasundan?
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kinerja reproduksi sapi Pasundan di tingkat peternak telah kami lakukan di delapan Kabupaten sebagai kantong ternak sapi di Jawa Barat yaitu Kabupaten Garut, Cianjur, Sukabumi, Sumedang, Subang, Purwakarta dan Bogor. Selain pengamatan langsung, monitoring dan pertanyaan terstruktur kepada peternak, kami juga melakukan pendalaman (indepth study) kepada petugas Dinas Peternakan.
Sapi Pasundan memiliki sistem reproduksi yang sangat baik, dengan rentang beranak yang relative stabil dan selalu menghasilkan ternak yang mempunyai nilai kondisi tubuh di atas tiga pada skala lima. Karena itu pada pertengahan tahun 2020, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus mendorong pengembangan ternak asli Indonesia, yakni sapi Pasundan sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan pangan nasional yaitu daging sapi.
Pengembangan sapi Pasundan sebagai upaya pemenuhan daging nasional merupakan Langkah yang tepat di saat negeri ini masih mengalami kekurangan daging sapi, mengingat keunggulan komparatifnya disbanding sapi lain yang sudah lama hidup di lingkungan tropis. Pengembangan sapi Pasundan selain itu akan mempertahankan sumber daya genetic lokal dan upaya penyelamatan plasma nutfah asli Indonesia,” paparnya menutup perbincangan.
Shanty