Urgensi Pengembangan Standardisasi Kebutuhan SDM KPH

Sekjen KLHK Bambang Hendroyono menyerahkan penghargaan kepada Kepala KPHL UNit II Sorong Ina Roselina Sikirit sebagai salah satu srikandi yang telah berhasil mengelola hutan di wilayah kerjanya saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPH Tahun 2019 di Yogyakarta, Rabu (24/7/2019).
Ali Djajono

Oleh: Ali Djajono

(Perencana Madya, Pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian LHK)

SSalah satu rekomendasi Rapat Koordinasi Kasatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Nasional 2019 di Yogyakarta, 24 dan 25 Juli 2019, adalah Peningkatan pemenuhan kebutuhan SDM KPH baik secara kualitas (kompeten) dan kuantitas (jumlah), dan salah satu rekomendasi tindak lanjut butir rekomendasi tersebut adalah Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) kebutuhan SDM yang kompeten di KPH. Jenis kompetensi yang diperlukan pada Organisasi KPH pada dasarnya telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan No.42/Menhut-II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), yang kemudian ditindaklanjuti dengan uraian rinci kompetensi melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.68 tahun 2013 tentang Penetapan Rancangan Standar Kometensi  Kerja Nasional Sektor Kehutanan Bidang Perencanaan, Pemanfaatan Hasil Hutan, Rehabilitasi Hutan, Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam serta Administrasi Kehutanan untuk SDM pada Organisasi KPH menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Namun standar  kebutuhan SDM yang pas per masing-masing KPH untuk kebutuhan jenis kompetensi dan jumlahnya sesuai karakteristik wilayah masing-masing belum pernah ada.

Sebagaimana diketahui saat ini Organisasi KPH boleh dikatakan telah eksis di Indonesia khususnya Provinsi-provinsi di luar jawa (karena kalau di Jawa kecuali DIY, kawasan hutan telah diserahkan pengelolaannya ke BUMN Perum Perhutanan). Dimana wilayah kelolanya sesuai dengan penetapan wilayah KPH provinsi yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Organisasi KPH (khususnya KPHL dan KPHP) seluruh Indonesia tersebut saat ini mengelola hampir semua kawasan hutan Hutan Lindung dan Hutan Produksi di seluruh Indonesia. Bisa dibayangkan betapa beratnya Organisasi KPH dalam melaksanakan   tugas-tugas operasionalisasi pengelolaan hutan yang diamanatkan di pundaknya. Dengan segala potensi sumber daya dan permasalahan yang ada, maka tenaga-tenaga kompeten baik jumlah maupun kualitasnya sangat dibutuhkan apabila potensi sumber daya dan permasalahan yang ada tersebut ingin dikelola secara optimal. Tapi ironisnya saat ini SDM yang mengisi sangat jauh dari memadai dan sangat terbatas. Data terakhir yang ada, dari sekitar 325 Organisasi KPHL/KPHP dikelola oleh 7.342 PNS, 1.595 Bakti Rimbawan, dan 2.180 tenaga kontrak (Non PNS) atau rata-rata sekitar 34 personil per KPH. Itupun masing-masing personil pengelola (kecuali Bakti rimbawan) belum terkonfirmasi kompetennya. Selain itu pemenuhan SDM yang berkompeten tersebut sangat sulit dicapai melalui perekrutan ASN yang baru karena keterbatasan anggaran Pemerintah (Pusat dan Daerah) serta kesulitan sektor kehutanan dalam meyakinkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) akan pentingnya hutan Indonesia dikelola oleh SDM yang kompeten. Maka diperlukan alternatif lain untuk mengatasi hal tersebut.

Standardisasi Kebutuhan SDM KPH

Salah satu kesulitan dalam meyakinkan Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan SDM yang kompeten di KPH adalah ketiadaan perencanaan kebutuhan SDM yang komprehensif di setiap KPH. Perencanaan tersebut membutuhkan acuan standar yang diperlukan untuk mendapatkan sasaran jenis kompetensi dan jumlah SDM yang sesuai kebutuhan. Oleh karena itu sangat mendesak untuk menyiapkan standardisasi kebutuhan jenis kompetensi dan jumlah SDM di masing-masing KPH sesuai dengan karakteristik masing-masing. Keberadaan SKKNI yang telah ditetapkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak cukup untuk menentukan standardisasi kebutuhan jenis kompetensi dan jumlah SDMnya. Pemenuhan kebutuhan jenis kompentesi dan jumlah SDM masih sebatas perkiraan, tanpa dasar perhitungan atau kajian yang komprehensif dan lengkap.

Untuk menyiapkan standardisasi tersebut sangat diperlukan kajian, analisis dan studi yang komprehensif untuk mendapatkan standar kebutuhan yang sesuai. Faktor-faktor penting yang diperlukan dan dipertimbangkan dalam menentukan standardisasi tersebut antara lain:

  1. Cakupan unit wilayah kelola KPH sebagaimana penetapan oleh Menteri LHK (1 Organisasi menangani 1 unit wilayah KPH. Tapi di beberapa Provinsi, 1 Organisasi KPH menangani lebih dari 1 unit wilayah kelola KPH).
  2. Luasan wilayah kelola dan kekompakan wilayahnya. Luasan wilayah kelola KPH bervariasi dari yang hanya puluhan ribu hektare (ha) hingga ratusan ribu hektare serta kelompok hutannya ada yang kompak dan tersebar.
  3. Keberadaan izin-izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan serta Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) di wilayah kelola KPHnya. Rata-rata wilayah KPH dengan kawasan hutan yang luas dan potensi sumder daya pertambangan yang besar banyak terdapat izin pemanfaatan hutan dan izin penggunaan kawasan hutan yang dikelola oleh unit usaha korporasi skala besar.
  4. Karakteristik wilayah (dataran, perbukitan, perairan). Wilayah kelola KPH juga sangat bervariasi, ada yang dominan datar, ada yang dominan perbukitan, ada yang kombinasi datar dan perbukitan, ada yang dikelilingi perairan.
  5. Perbandingan keberadaan kawasan Hutan Lindung (HL) dan kawasan Hutan Produksi (HP). Pada wilayah KPH yang dominan HL, dominan HP dan antara HL dan HP berimbang, akan mengindikasikan perbedaan potensi sumber daya yang akan dikelola.
  6. Aksesibilitas wilayah. Keberadaan akses akan sangat mempengaruhi rencana optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya yang ada.
  7. Kondisi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi setempat. Keberadaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan ragam budaya dan karakternya, potensi konflik yang timbul akibat keberadaan masyarakat tersebut, dan perekonomian masyarakat setempat, akan sangat mempengaruhi kebutuhan SDM saat akan berinteraksi dengan masyarakat dalam mengoptimalkan sumber daya hutan yang tersedia.
  8. Potensi Sumber Daya Hutan (SDH) yang akan dikelola dan dimanfaatkan. Potensi sumber daya di wilayah KPH yang akan dikelola dan dimanfaatkan akan mempengaruhi penentuan rincian jenis-jenis pemanfaatan hutan termasuk kapasitas produksi yang akan dihasilkan yang sesuai di wilayah kelola masing-masing.
  9. Permasalahan di dalam dan di sekitar Wilayah KPH. Permasalahan ini akan sangat mempengaruhi penentuan jenis pemanfaatan hutan yang sesuai, khususnya pemanfaatan hutan yang sekaligus bisa digunakan sebagai solusi penyelesaian permasalahan tersebut.
  10. Jenis dan kapasitas Pemanfaatan hutan yang akan dikembangkan. Pemenuhan integrasi dan sinkronisasi dengan kebijakan Nasional dan Daerah, akan sangat mempengaruhi pemilihan jenis pemanfaatan hutan dan besaran kapasitas skala usaha yang dipilih.

Beragamnya faktor yang mempengaruhi tersebut, mengakibatkan kerumitan dan kesulitan tersendiri dalam melakukan kajian, analisis agar tercipta kajian dan analisis standardisasi yang tepat dan sesuai yang dibutuhkan serta bisa diacu. Oleh karena itu perlu dilakukan proses kajian yang melibatkan para pakar perguruan tinggi, ahli analisis SDM, serta perlu dilaksanakan kajian dan analisis tingkat lapangan yang bervariasi. Pengalaman para pengelola KPH dalam mengoptimalkan dan mengatasi permasalahan di wilayah kelola KPH masing-masing juga bisa menjadi sumber pembelajaran untuk memperkaya kajian dan analisis. Apabila standardisasi kebutuhan jenis kompetensi dan jumlah SDM sudah ada dan tersedia maka akan sangat membantu dalam menentukan rancangan kebutuhan SDM yang optimal di masing-masing KPH.

Manfaat Standardisasi  

Keberadaan standardisasi kebutuhan jenis kompetensi dan jumlah SDM pengelola KPH, akan sangat membantu para pengambil kebijakan di Pusat maupun Daerah dalam merancang kebutuhan SDM yang tepat serta alternative cara-cara untuk memenuhinya, dengan cara-cara yang lebih efektif, efisien, dan sesuai sasaran dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada khususnya anggaran dan besaran SDM yang kadang sudah ditetntukan oleh Kementerian PAN RB dan BKN..

Bagi Pemerintah Pusat (dalam hal ini Kementerian LHK), sangat bermanfaat antara lain untuk:

  1. Memutuskan strategi kebijakan untuk membantu pemenuhan SDM KPH dalam menentukan formasi kebututhan SDM Kehutanan dalam bernegosiasi dengan Kementerian PAN RB dan BKN dalam menetapkan formasi SDM sektor kehutanan.
  2. Memutuskan kebijakan besaran fasilitasi untuk mendukung KPH dalam pengadaan SDM khususnya outsourcing dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
  3. Memutuskan kebijakan-kebijakan insentif bagi Pemerintah Daerah yang mendukung penyediaan SDM di KPH.
  4. Membuat kebijakan penyelenggaraan Diklat untuk KPH yang sesuai dengan kebutuhan.

Bagi Pemerintah Daerah (dalam hal ini Provinsi), sangat bermanfaat antara lain untuk:

  1. Membantu dalam memutuskan distribusi SDM yang ada, sesuai kebutuhan KPH di Provinsi masing-masing. Termasuk memindahkan SDM ke Organisasi lain apabila belum sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.
  2. Menentukan jumlah SDM yang diperlukan oleh masing-masing Organisasi KPH dalam pengadaan SDM baru, termasuk membantu sektor kehutanan daerah dalam bernegosiasi dan meyakinkan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
  3. Mengidentifikasi kebutuhan Diklat yang diperlukan untuk pengembangan kapasitas SDM yang tersedia sesuai kompetensi yag dibutuhkan.
  4. Menentukan formasi kebutuhan SDM yang diperlukan oleh masing-masing KPH.
  5. Menjadi landasan untuk meletakkan SDM sesuai kompetensinya.
  6. Membantu pengembangan karir SDM KPH yang ada.

Bagi KPH yang sudah menerapkan BLUD, sangat bermanfaat antara lain untuk:

  1. Mengidentifikasi kebutuhan SDM tambahan baik jenis kompetensi maupun  jumlah SDM nya melalui rekruitmen Pegawai Non PNS yang dibutuhkan.
  2. Merancang besaran insentif SDM pengelola KPH sesuai dengan kapasitas dan beban tugas masing-masing.
  3. Merancang jenis Diklat yang dibutuhkan saat akan merencanakan peningkatan kapasitas SDM.
  4. Menyusun rancangan besar pemenuhan SDM KPH untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang ada di wilayah KPH masing-masing.
  5. Merencanakan kebutuhan ASN baru untuk melengkapi atau mengganti SDM yang sudah pension atau pindah ke tempat lain.

Melihat manfaat yang sangat strategis tersebut, sudah selayaknya Pemerintah Pusat khususnya Kementerian LHK bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri  memprioritaskan penentuan kebijakan standardisasi kebutuhan SDM KPH ini dalam bentuk regulasi (tentunya didahului oleh kajian dan analisis yang komprehensif), untuk melengkapi SKKNI yang sudah tersedia.