Antusias masyarakat rimbawan terhadap pengelolaan gambut dan mangrove ternyata sangat besar. Perhatian mereka terhadap keberadaan jenis tanaman yang kerap juga disebut bakau ini cukup tinggi.
Cerminan itu bisa dilihat dari peserta webinar Pusat Kajian Strategis Kehutanan ((PUSKASHUT), Yayasan Sarana Wana Jaya (Yayasan SWJ) yang digelar Kamis (11/7/2024). Jumlah peserta yang umumnya kalangan rimbaan muda dan senior itu tumplek blek.
Sejak awal acara dibuka, tak kurang 118 orang turut ambil bagian. Mungkin karena temanya juga menarik, yakni ‘Manajemen Adaptif Dalam Restorasi Gambut dan Mangrove di Tingkat Lokal’, sehingga mereka nampak aktif di depan layar komputer. Acara webinar menjadi hidup karena dipandu oleh orang yang sarat pengalaman memimpin diskusi, Dr Ir Harry Santoso, IPU. Ketua PUSKASHUT serta pendiri Forum Mantan Pejabat Eselon I ini mampu menjaga suasana diskusi menjadi hidup, bahkan menyatu seperti pertemuan di dalam sebuah ruangan.
Diskusi yang berlangsung pukul 10 pagi dan ditutup pukul 13.00 WIB ini sanggup memaku peserta untuk tidak beranjak, di mana jumlah peserta tidak berkurang. Antusiasme itu terlihat ketika sesi Tanya jawabn dibuka. Sedikitnya 15 peserta aktif memberikan tanggapan maupun pertanyaan kepada panelis atau nara sumber.
Webinar tersebut mengundang pembicara yang ahli dalam bidangnya, seperti Dr. Ir. Suwignya Utama MBA, Kepala Pokja Edukasi dan Sosialisasi BRGM, Prof. Dr Ir Cecep Kusmara MS, Guru Besar Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Universitas IPB, dan Dr Ir Agus Yassin dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Menurut Harry Santoso, sudah beberapa tahun terakhir pihaknya seringkali mengadakan webinar. Sejak pandemi COVID-19 (awal 2020) hingga kini PUSKASHUT kerap melakukan webinar. Acaranya malah dibuat rutin setiap bulan, dengan tema sesuai dengan dinamika yang berkembang.
Menurut Harry, hasil kajian yang berupa ide-ide, kritik dan saran kemudian diserahkan kepada instansi yang terkait dalam bidangnya. Bahkan, tidak sedikit yang kemudian dijadikan buku-buku agar menjadi dokumen atau catatan untuk mengingatkan generasi mendatang.
Ketua Umum Yayasan Sarana Wana Jaya (SWJ), Dr Ir Iman Santoso, M.Sc dalam sambutannya mengajak peserta webinar tidak mempermasalahkan angka luasan gambut dan mangrove di Indonesia. Mengingat saat ini ada data luasannya yang berbeda-beda. “Kita harus fokus dalam upaya menyelesaikan masalahnya, bukan malah saling menyerang soal datanya,” katanya.
Gambut dan mangrove merupakan ekosistem yang bisa menghasilkan barang dan jasa karena itu harus dimanfaatkan untuk mensejahteraan masyarakat lokal pada khususnya dan daerah umumnya.
Pemerintah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) lewat Perpres No.1 tahun 2016 sebagai lembaga nonstruktural yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden. Kemudian diperbarui melalui Perpres 120 tahun 2020 menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dengan tugas mencakup perbaikan wilayah mangrove.
Adapun tugas BRGM antara lain memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada areal restorasi gambut dan mangrove serta percepatan rehabilitasi di target di 7 provinsi.
Badan Restorasi Gambut (BRG) merupakan lembaga nonstruktural yang berdiri berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 (yang kemudian diperbaharui melalui Perpres No:120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove). Dengan begitu, Badan Restorasi Gambut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Berdirinya BRG juga tidak lepas dari kondisi gambut di Indonesia. Indonesia memiliki lahan gambut seluas 20,16 juta hektare atau sekitar 10,8% dari luas daratan negara Indonesia. Adanya kegiatan manusia seperti pembukaan hutan dan drainase untuk pertanian khususnya perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan kerusakan parah pada lahan gambut. Rusaknya lahan gambut menjadi sumber emisi gas rumah kaca yang sangat besar.
BRGM diharapan Pemerintah Indonesia untuk menghentikan konversi, melindungi lahan gambut yang ada, serta melakukan restorasi lahan yang sudah terkikis. BRGM memiliki beberapa tugas, antara lain memberikan fasilitas terhadap percepatan pelaksanaan restorasi gambut dan meningkatkan kesejahteraan penduduk yang tinggal di area restorasi gambut. Selain itu BRGM bertugas melaksanakan percepatan rehabilitasi mangrove yang rusak parah di sejumlah wilayah.
Untuk melakukan tugas-tugas tersebut, BRGM tidak bisa lepas dari peran aktif masyarakat sekitar di wilayah restorasi gambut dan mangrove. Merekalah yang paling merasakan dampak langsung dari kerusakan gambut. Maka peningkatan dan penguatan kapasitas masyarakat desa-desa terdampak menjadi penting baik kapasitas untuk melakukan kerja-kerja restorasi gambut maupun kapasitas terkait pemberdayaan ekonomi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas perekonomian masyarakat desa melalui pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Berkaitan dengan itu, Badan Restorasi Gambut berkolaborasi dengan Perkumpulan Desa Lestari mengadakan dua program, yaitu “Pelatihan dan Bimbingan Teknis Pembentukan dan Pendirian BUMDes” dan “Pelatihan Pengembangan BUMDes di Kawasan Desa Peduli Gambut”.
Pelatihan dan Bimbingan Teknis Pembentukan dan Pendirian BUMDes diadakan sejak tahun 2016 seperti yang berada di Pulau Pisang. Tujuannya untuk mendorong peningkatan dan penguatan kapasitas ekonomi masyarakat di desa-desa yang berada di kawasan gambut.
Pada program pertama ini, BRGM dan Perkumpulan Desa Lestari menyasar pada perangkat desa, kelompok masyarakat dan pelaku usaha desa sebagai penerima manfaat. Usai pelatihan, pemahaman perangkat desa dan kelompok masyarakat tentang tata cara inisiasi BUMDes meningkat. Pemahaman perangkat desa dalam penyusunan anggaran untuk penyertaan modal BUMDes pun turut meningkat.
Program kedua BRGM bersama masyarakat lokal seringkali bersenergi melakukan pelatihan dan membentuk lembaga badan usaha desa guna meningkatkan kesejahteraan mereka.
Bimbingan untuk mendapatkan manfaat antara lain agar setiap Kepala desa, dan perangkat desa, dan pengelola BUMDes sebagai penerima manfaat mampu memahami urgensi pendirian BUMDes. AI