Pelaku usaha mendesak Presiden Prabowo Subianto segera membentuk badan otoritas untuk membenahi tata kelola sawit sebab, menurutnya ketahanan energi bisa terwujud apabila ada badan khusus sawit.
“Kalau Presiden Prabowo sudah menjelaskan bahwa kita perlu ketahanan energi nasional dan pangan, itu yang harus dipenuhi. Maka, segala persoalan ini akan selesai,” kata Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga dalam diskusi bertajuk “Kupas Tuntas Tata Kelola Sawit Berkelanjutan” yang digelar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) di Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Menurut Sahat, badan khusus tersebut harus diberi wewenang penuh untuk menyelesaikan persoalan tata kelola sawit, terutama di sektor hulu. “Jika itu diberikan, saya kira akan cepat selesai, tidak sulit,” ujarnya.
Selain itu, banyaknya kementerian dan lembaga yang mengurusi sawit selama ini justru menghambat penyelesaian masalah tata kelola sawit.
“Yang bikin sulit itu, Pihak Kementerian bilang A, sementara pandangannya lembaga B. Itu kan pandangan banyak yang berbeda, sehingga persoalan jadi tidak terselesaikan. Menurut saya, hal itulah yang jadi masalah,” kata Sahat.
Maka dari itu, dengan pembentukan badan khusus sawit, lanjut Sahat, apapun yang masalah menghalangi terwujudnya swasembada pangan dan energi bisa terselesaikan.
“Dengan catatan jangan sampai merugikan masyarakat. Karena kalau masyarakat berjalan dengan baik, mereka juga akan membayar pajak, pendapatan mereka akan lebih baik, dan anak-anak mereka bisa sekolah,” ujar Sahat.
Ketua Bidang Perkebunan GAPKI R. Azis Hidayat menambahkan, sebenarnya tim ahli dari tiga calon presiden (Capres) saat itu sudah sepakat mengenai pentingnya pembentukan badan khusus sawit yang akan mengurus seluruh urusan sawit, mulai dari hulu hingga hilir.
“Ombudsman sendiri juga sudah studi banding MPOB pada bulan lalu dan mengusul supaya pelayanan publik itu fokus dan terarah,” kata dia.
Hal itu mengingatkan bahwa saat ini ada 37 kementerian dan lembaga yang mengurus sektor sawit, dan masing-masing memiliki pandangan serta kebijakan yang berbeda-beda.
“Kalau kita menghadapi gugatan juga campuran dan masing-masing kadang-kadang pas sudah diundang yang datang beda-beda lagi bukan direkturnya nanti startnya nggak selesai-selesai kita mengadopi gugatan WTO dan sebagainya,” kata dia.
Harapannya, dengan adanya satu badan khusus, diplomasi yang dilakukan akan lebih terfokus. Meskipun sudah ada BPDPKS, tinggal bagaimana pemerintah dapat mengembangkan badan tersebut. SDM-nya juga sudah ada, jadi tinggal dioptimalkan lagi
Dari sisi pelaku usaha, Azis menegaskan bahwa asosiasi siap memberikan dukungan. “Kami siap membantu memberi masukan jika pemerintah sudah memutuskan untuk membentuk badan ini. Mari bersama-sama kita bangun badan khusus sawit ini,” tambahnya.
Pakar Hukum Kehutanan dan Perkebunan, Sadino mengatakan, jika nanti ada badan khusus, entah namanya apa—misalnya BOSI atau BPDPKS yang ditingkatkan—yang penting badan tersebut harus mempercepat penyelesaian masalah di sektor sawit.
“Artinya yang tadi adalah kekacauan tadi itu ada yang ngurus khusus gitu. Kalau ada kementerian yang berbeda-beda siapa leadernya? dirjennya siapa?,” Tanya dia.
Menurutnya, jika sektor sawit memiliki otoritas yang kuat dan langsung berhubungan dengan Presiden, maka regulasi tidak akan dianggap sebagai sesuatu yang mutlak. Apalagi Permen KLHK yang mengatur kebakaran.
“Sebenarnya bagaimana mengakselerasikan artinya pada saat orang yang punya gagasan seolah-olah dia mau menang sendiri ini bisa dihilangkan ya aturan tadi yang antara ATR/BPN dengan perdagangan, dengan KLHK,” kata dia.
Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal DPP Apkasindo Rino Afrino mengatakan, dalam dua minggu terakhir, pihaknya telah melakukan pembicaraan teknis dengan salah satu kementerian mengenai pembentukan badan khusus sawit agar sampai ke tangan Prabowo.
“Tujuan unntuk mendorong terwujudnya badan ini agar sampai ke tangan beliau. Jadi beliau mendapatkan satu dokumen atau satu keterangan yang memang membuat manfaat mudah dilahirkan dari suatu badan ini,” kata dia.
Dari diskusi tersebut, muncul isu yang cukup menarik. Salah satu poin penting yang dibahas adalah apakah pembentukan badan ini akan meningkatkan penerimaan negara. Isu ini menjadi kunci yang bisa menjawab berbagai keluhan yang ada.
Jadi, pembentukan badan khusus sawit ini bukan sekadar untuk merespons keluhan, tetapi lebih kepada apakah badan tersebut akan mampu meningkatkan penerimaan negara dari sektor sawit.
“Dengan diplomatis, jawabannya adalah ya, karena jika ada badan yang lebih terorganisir, lebih rapi, dengan validasi data yang lebih baik, tentu optimalisasi sektor ini akan lebih mudah dilakukan. Dan yang paling penting adalah penerimaan negara,” lanjut Rino.
Bahkan, ada yang memperkirakan bahwa penerimaan negara dari sektor sawit bisa naik dua hingga tiga kali lipat dari yang ada sekarang. Ini menunjukkan potensi besar yang selama ini belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Heru Tri Widarto menekankan pentingnya pengelolan sawit yang sesuai dengan regulasi yang ada. Dia menekankan perlunya sosialisasi yang lebih efektif terhadap aturan dan kewajiban pelaku usaha, termasuk yang diatur dalam Permentan Nomor 18/2021.
“Mungkin kelemahan kita selama ini tidak mensosialisasikan itu dengan baik soal kewajiban FPKM. Padahal setelah kita buka kemarin itu sudah banyak itu akhirnya yang mengajukan ke kita supaya diakui Permentan 18/2021 itu,” kata dia. *** Atiyyah