Kebutuhan kayu untuk bahan bangunan diprediksi terus meningkat dan permintaan semen global malah diperkirakan terus menurun, yang ditandai dengan merosotnya produksi klinker (bahan baku semen atau semen setengah jadi) yang jauh lebih besar dari perkiraan awal.
Perkiraan tersebut disampaikan oleh Asosiasi Semen Dunia (WCA). Mereka memproyeksikan penggunaan semen global akan turun hingga 30% dari 4,2 miliar ton/tahun menjadi 3 miliar antara sekarang sampai tahun 2050.
Menurut buku putih baru bertajuk “Long-Term Forecast for Cement and Clinker Demand”, permintaan klinker — bahan baku utama semen portland — diprediksi merosot dari 2,8 miliar ton/tahun menjadi kurang dari 1,9 miliar ton dan bahkan kemungkinan bisa tinggal 1 miliar ton. Penurunan itu salah satunya disebabkan oleh naiknya permintaan kayu massal dan geopolimer.
Kayu massal atau mass timber adalah panel kayu yang direkayasa untuk meningkatkan kekuatannya melalui laminasi antarlapisan. Kayu ini memang dirancang untuk mendukung konstruksi bangunan tinggi hingga 25 lantai dan diperkirakan akan terus bertambah. Kayu massal ini dikenal pula dengan sebutan modern wood.
Menurut Ian Riely, CEO WCA, penurunan permintaan semen dipengaruhi oleh menurunnya perkembangan kota baru di beberapa negara akibat pertumbuhan populasi yang sudah mencapai puncaknya. “Beberapa faktor mendorong penurunan permintaan semen dan klinker,” ujarnya, seperti dimuat wood central Australia.
“Aktivitas infrastruktur dan konstruksi yang melambat di sejumlah pasar, seperti di China, secara signifikan telah mengurangi konsumsi, di mana terjadi penurunan permintaan dari 2,4 miliar ton/tahun pada 2020 menjadi diperkirakan 1,8 miliar ton/tahun pada 2024. (Pada saat yang sama) Populasi yang menurun atau stabil di negara atau kawasan maju juga mengurangi kebutuhan untuk pembangunan skala besar baru, yang selanjutnya berkontribusi pada penurunan permintaan.”
Di samping itu, tambah Riley, kemajuan yang dicapai oleh bahan alternatif klinker dan bahan semen tambahan (SCM) juga ikut membantu mengurangi ketergantung terhadap klinker yang sangat padat karbon dalam pembuatannya. “Makin besarnya tekanan agar mengurangi emisi karbon mendorong penggunaan bahan alternatif, desain yang dioptimalkan, dan strategi untuk meminimalisir limbah,” tandasnya.
Klinker adalah bahan setengah jadi yang merupakan komponen utama dalam pembuatan semen, terbuat dari batu kapur dan tanah liat yang dipanaskan dalam oven pada suhu sangat tinggi, sekitar 1.400-1.500 derajat Celsius.
“Pengembangan semen yang bebas klinker dan bahan alternatif yang rendah karbon memainkan peran penting dalam tarnsisi ini. Permintaan klinker diproyeksi anjlok dari 2,8 miliar ton/tahun pada 2024 menjadi kurang dari 1,9 miliar ton pada tahun 2050, kemungkinan malah bisa kurang dari 1 miliar ton, tergantung pada tingkat penggunaan SCM dan bahan pengikat alternatif,” papar Riley. “Analisis yang ada mengasumsikan adanya penurunan penggunaan klinker akibat naiknya ketersediaan SCM dan kemajuan teknologi.”
Penerbitan buku putih oleh MCA ini bertujuan memberikan gambaran yang akurat mengenai penggunaan global untuk semen dan klinker serta memberi informasi kepada para profesional binaan mengenai rencana praktik pembangunan rendah karbon. “Industri semen sedang mengalami transformasi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Riley.
“Saat kita sedang bergerak menuju masa depan dekarbonisasi, pemahaman menganai permintaan sesungguhnya untuk semen dan klinker sangat penting guna memastikan kebijakan, teknologi dan investasi sejalan dengan realitas,” tambahnya.
Riley berharap hasil temuan dalam laporan tersebut akan mendorong para arsitek dan ahli konstruksi profesional untuk terus menurunkan jejak karbon dalam proyek-proyek mereka dengan cara merancang penggunaan beton minimal dan mengadopsi lebih banyak bahan bangunan rendah karbon, seperti kayu massal dan geopolimer. “Penurunan permintan semen menandakan terjadinya pergeseran menuju arsitektur yang lebih berkelanjutan, termasuk bahan-bahan inovatif, desain yang dioptimalkan, dan pengurangan karbon.
“Penurunan permintaan semen dan klinker secara langsung berkontribusi terhadap pengurangan jejak karbon proyek-proyek konstruksi, yang sejalan dengan sasaran dan tujuan kelestarian global,” tambah Riley. “Transisi ini memberi peluang untuk menciptakan bangunan-bangunan yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi dampak lingkungan jangka panjang dari proyek konstruksi.”
Kayu adalah kunci dunia pasca-beton
Pada Juni 2024, Wood Central telah melaporkan bahwa semen global — yang bertanggung jawab karena mendukung berbagai proyek infrastruktur di Barat, dan di China belakangan ini — memasuki periode penurunan jangka panjang, di mana penggunaan kayu massal, geopolimer, epoksi serta perangkat lunak material yang lebih baik mendorong terjadinya gelombang baru.
Michael Barnard, seorang futuris iklim, ahli strategi, dan penulis yang menerbitkan “Cement Displacement and Decarbonization through 2100,” memproyeksikan perubahan dasawarsa ke dasawarsa di pasar bangunan dan konstruksi selama 75 tahun ke depan. Barnard adalah Kepala Strategi untuk TFIE (The Future is Electric), dan konsultan dana lindung nilai bernilai miliaran dolar dan perusahaan multinasional.
Dan temuan laporan itu sangat jelas: permintaan untuk semen portland, mulai tahun 2030, akan mengalami penurunan cepat dan berlanjut — dengan penyusutan permintaan untuk proyek-proyek besar, ditambah adanya peningkatan biaya dari penetapan harga karbon dan regulasi yang membuat semen portland tidak kompetitif.
“Jika itu tiga kali lebih mahal atau batu kapur tidak ada di mana-mana, kita akan menggunakan alternatif yang ada, yang biasanya lebih ringan dan lebih ramping untuk kebajikan struktural yang sama,” kata Barnard.
“Anda akan mencatat bahwa penurunan itu dimulai dalam proyeksi ini sekitar tahun 2030 dan akan makin tajam penurunannya pada tahun-tahun berikutnya,” paparnya.
Dia menyebut beberapa alasan. “Pertama, permintaan semen turun di Barat dari tahun 1990 sampai 2020 karena wilayah makmur tersebut telah membangun sebagian besar infrastruktur dan kawasan perkotaannya pada waktu itu,” dengan “sebagian besar pertumbuhan ada di China, sama seperti segala sesuatu yang lainnya.”
“Dengan kenaikan biaya semen dan menurunnya permintaan, alternatif pun akhirnya masuk dalam tindakan,” kata Barnard. Dalam penilaian dia, alternatif terbesar yang akan digunakan adalah kayu rekayasa. “Kekuatan strukturnya sama dengan beton bertulang tapi dengan bobot hanya seperlimanya. Setiap ton kayu rekayasa bisa menggantikan 4,8 ton beton bertulang, sehingga hanya dibutuhkan sekitar 0,5 ton semen untuk beton tersebut.” AI