Pemerintah dan DPR menetapkan alokasi pupuk subsidi tahun 2020 sebanyak 7,94 juta ton dengan nilai Rp26,6 triliun. Jumlah ini turun dibandingkan dengan alokasi tahun 2019 sebanyak 8,6 juta ton.
Bahkan alokasi pupuk 2020 turun lebih besar lagi dibanding dengan alokasi pupuk subsidi tahun 2018 yang mencapai 9,55 juta ton. Perubahan tajam alokasi ini karena berbasis luas baku lahan. Alokasi pupuk tahun lalu berdasarkan luas baku lahan pertanian dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2013 yang mencapai lebih dari 8 juta hektare (ha).
Sedangan alokasi pupuk subsidi tahun 2019 berdasarkan pada luas baku lahan pertanian BPN tahun 2018, yang mencapai 7,1 juta ha.
Kementerian Pertanian (Kementan) sebenarnya sudah mengalokasikan kebutuhan pupuk 2019 sama dengan tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2019 yang menyebutkan alokasi pupuk sebesar 9,55 juta ton.
Rincian dari DIPA tahun 2019 adalah Urea 4,1 juta ton, SP-36 sebanyak 850.000 ton, ZA sebanyak 1,05 juta ton, NPK tercatat 2,55 juta ton, dan pupuk Organik 1 juta ton.
Namun, dalam Permentan No. 47/2018, yang berbasis luas baku lahan pertanian tahun 2018, rincian kebutuhan pupuk subsidi Urea sebesar 3,825 juta ton, SP-36 sebanyak 779.000 ton, ZA tercatat 996.000 ton, NPK sebesar 2,326 ribu ton dan Organik 948.000 ton.
Siap Ditambah
Meskipun alokasi pupuk dari tahun ke tahun terus berkurang, namun pemerintah siap untuk melakukan penambahan, menyusul adanya sinyal penambahan luas baku lahan sawah yang bakal dirilis pada 1 Desember 2019 mendatang.
Kemungkinan pemanambahan luas baku lahan pertanian itu berdasarkan hasil pertemuan antara Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpor (SYL) bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil pada 31 Oktober lalu di Kementerian ATR.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Sarwo Edhy mengatakan, subsidi pupuk bersifat elastis. Pasalnya, pemerintah telah melonggarkan kebijakan untuk penyesuaian kebutuhan pupuk bagi petani.
“Tidak ada masalah. Alokasi tahun depan ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Jika kurang, kita tinggal mengajukan tambahannya karena subsidi itu (pupuk) longgar,” kata Sarwo di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Sarwo mengaku, Kementan pada tahap awal penyusunan APBN 2020 pertengahan tahun lalu sebetulnya mengajukan alokasi subsidi pupuk 2020 sama dengan tahun 2019. Namun, Kemenkeu justru memblokir alokasi sekitar 2,17 juta ton dengan alasan sesuai dengan validasi data lahan baku sawah dari Kementerian ATR sekaligus kebutuhan pupuknya.
Saat itu, belum ada kesepakatan akan adanya penambahan luas lahan baku sawah tahun depan. “Tapi, jangan lupa bahwa blokir itu tetap bisa dibuka. Perubahan luas baku lahan sawah sangat mungkin terjadi, ” katanya.
Secara prinsip, sebenarnya alokasi pupuk subsidi tahun 2019 sama dengan tahun lalu, yaitu 9,550 juta ton. Namun untuk tahun 2018, yang dikeluarkan baru 8,85 juta ton. Sisanya sekitar 650.000 ton masih diblokir. “Pupuk yang diblokir ini akan dilepas kalau ada permintaan,” tegasnya.
Protes Pemda
Data Direkturat Pupuk dan Pestisida (PSP) mencatat, pengurangan ini mendapat protes dari beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) karena alokasi pupuk untuk daerah secara otomatis juga berkurang.
“Pemda protes bukan soal alokasi pupuk berkurang, tetapi soal luas lahan yang ada di wilayah mereka lebih kecil dari yang ada di lapangan. Saya bilang kepada Pemda, protes jangan ke kami (PSP, Red.). Ajak BPS dan ATR/BPN untuk cek luas sawah yang ada,” kata Muhrizal Sarwani saat masih menjabat sebagai Direktur Pupuk dan Pestisida.
Muhrizal menyebutkan, pengurangan alokasi pupuk subsidi karena mengikuti Permen ATR/BPN yang menyebutkan luasan lahan sawah hanya 7,1 juta ha. Padahal, di lapangan, luas sawah Indonesia lebih dari itu.
Ketua Komisi IV DPR, Sudin mengatakan, alokasi subsidi pupuk tahun anggaran 2020 sebanyak 7,94 juta ton itu terdiri dari pupuk urea sebanyak 3,27 juta ton senilai Rp11,34 triliun.
Untuk SP-36, alokasi sebanyak 500.000 ton senilai Rp1,65 triliun, ZA sebanyak 750.000 ton setara Rp1,34 triliun, serta NPK sebanyak 2,7 juta ton dengan nilai Rp11,12 triliun. Lalu, ada pula pupuk organik atau kompos kualitas tertentu senilai Rp1,14 triliun.
Mentan SYL sendiri menyatakan akan melakukan kajian yang mendalam terkait semua usulan dan masukan dari DPR. “Secara teknis tentu saya coba mengkaji apa yang menjadi berbagai masukan dari forum rapat kerja ini, termasuk masalah pupuk,” katanya.
Menurut SYL, Kementan akan memperkuat produksi pangan melalui konsolidasi dengan berbagai lembaga dan kementerian lain, serta melakukan kajiannya secara komprehensif.
“Semuanya akan saya siapkan dengan baik dengan melibatkan berbagai pihak. Tidak hanya kami di Kementan, namun juga barangkali dari pakar perguruan tinggi secara bersama mementingkan kepentingan rakyat,” katanya.
Untuk diketahui, Kementan sudah menetapkan target produksi tahun 2020 untuk padi sebanyak 59,15 juta ton. Kemudian produksi jagung sebanyak 30,35 juta ton, kedelai 1,12 juta ton, bawang merah 1,52 juta ton dan cabai 2,57 juta ton.
Di samping itu, ada juga target meningkatkan bawang putih 0,08 juta ton, daging sapi atau kerbau 0,45 juta ton, tebu 2,46 juta ton, kelapa 2,91 juta ton, kakao 0,65 juta ton, kopi 0,76 juta ton dan target karet sebanyak 3,59 juta ton.
“Kami juga sudah menyiapkan benih, saprodi, Alsintan dan peralatan lain untuk mengantisipasi El Nino tahun 2020. Kemudian meningkatkan biodiesel dari B20 ke B30, selanjutnya melakukan sosialisasi dan bantuan benih, juga membentuk kelompok petani peduli api,” katanya. PSP