Antisipasi Dampak La Nina, Kementan Siapkan 8 Program

Foto: Antara

Kementerian Pertanian (Kementan) merumuskan program aksi adaptasi antisipasi fenomena cuaca La Nina. Rumusan program aksi itu untuk mengantisipasi sedini mungkin dampak yang akan ditimbulkan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjelaskan, pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan iklim. Namun, di sisi lain, pertanian tetap harus berjalan dalam situasi dan kondisi apapun. “Untuk itulah perlu langkah serius agar pertanian ini dapat terus berjalan dalam situasi apapun. Kenapa begitu, sebab pertanian berkaitan dengan hajat hidup seluruh rakyat Indonesia,” katanya.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil mengatakan, sejumlah langkah antisipasi telah disiapkan untuk menghadapi perubahan iklim ekstrem, utama dampak fenomena La Nina sebagaiman diprediksi BMKG yang akan terjadi pada akhir tahun ini.

La Nina fenomena cuaca yang disebabkan turunnya Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah hingga kurang dari kondisi normalnya. Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah. Akibatnya, terjadi peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.

Ali menyebutkan, setidaknya  ada delapan program aksi yang telah dirumuskan. Pertama, membentuk gerakan brigade yang terdiri dari brigade La Nina (Sargas OPT-DPI), brigade Alsintan dan tanam, serta brigade panen dan serap gabah kostraling.

Kedua, pompanisasi in-out dari sawah, rehabilitasi jaringan irigasi tersier atau kwarter terutama di wilayah rawan banjir,” papar Ali. Ketiga, penyiapan bibit varietas padi tahan rendaman (Inpara 1-10, Inpara 29, Inpara 30, Ciherang sub-1, Inpara 42 agritan).

Lalu juga varietas toleran salinitas dan varietas unggul lokal yang sudah teruji, varietas OPT pada daerah endemik (tahan WBC/Inpara 2, 3, 4, 6), blast, hawar daun bakteri.

Keempat, memperbaiki cara pascapanen dan mempersiapkan bantuan untuk kegiatan panen dan pascapanen dengan menggunakan pengering (dryer) dan RMU (Rice Milling Unit).

Kelima, mengoptimalkan penampungan air dengan pemanfaatan biopori, bangunan penampung air (BPA), normalisasi saluran drainase,” ujarnya.

Sementara lngkah keenam adalah penerapan bedengan tinggi dan pengunaan sungkup plastik pada tanaman hortikultura. “Ketujuh, pembuatan rorak, parit diskontinu, tanaman penutup tanah pada lahan perkebunan untuk menangkap air dan mencegah erosi,” katanya.

Terakhir, optimalisasi luas tanam pada lahan kering seperti tanaman hortikutura cabai dan bawang merah dengan penerapan PHT secara efektif, penggunaan varietas unggul toleran OPT dan teknologi inovasi budidaya lainnya.

Langkah Startegi

Dia mengatakan, strategi Kementan mengantisipasi dampak perubahan iklim juga telah disiapkan tujuh langkah. Pertama, melakukan identifikasi dan pemetaan di seluruh wilayah lahan pertanian. Lahan rawan kekeringan dan banjir sebagai wilayah prioritas penanganan.

Kedua, berkoordinasi dengan BMKG dalam menyiapkan sistem peringatan dini (early warning system) dan memantau informasi berupa perkembangan iklim global dan prediksi hujan,” tutur Ali.

Ketiga, penerapan kalender tanam (KATAM) terpadu. Keempat, membentuk gerakan brigade. “Kelima, memanfaatkan AUTP bagi yang sudah mendaftar,” katanya.

Keenam, bantuan sarana dan prasarana pertanian untuk daerah terdampak (mitigasi bencana) dan terakhir, binbingan teknis adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor pertanian.

Ali Jamil juga menyebutkan, untuk aspek mitigasi ada dua skenario yang telah disiapkannya. Pertama adalah aspek forecasting, yaitu secara teoritis masalah banjir dapat diminimalkan risikonya apabila kemampuan prakiraan musim dapat dilakukan lebih awal dan akurat.

Kedua adalah aspek deliniasi wilayah rawan banjir perlu dilakukan untuk menyusun strategi antisipasi dan memfokuskan penanganan masalah banjir secara spasial dan temporal (antarwaktu),” ujar Ali.

Aspek deliniasi juga mengilustrasikan pergeseran dan atau peningkatan wilayah rawan banjir dan kekeringan. Sementara untuk adaptasi, Ali menyebut ada empat langkah yang telah disiapkan.

Pertama ketersediaan informasi dan teknologi tentang banjir dan kekeringan. Kedua, kebijakan dan perencanaan pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim, termasuk terhadap iklim ekstrem, yakni banjir dan kekeringan.

“Berikutnya adalah sistem pendukung kelembagaaan pertanian yang responsif terhadap banjir dan kekeringan,” katanya. Terakhir, yakni membangun kepedulian masyarakat, mengilustrasikan pergeseran dan atau peningkatan wilayah rawan banjir dan kekeringan.

Selanjutnya, Kementan akan memanfaatkan program Asuransi Usaha Tanaman Padi (AUTP) bagi petani yang telah mendaftar. Selain itu, Ali mengatakan, Kementan akan memberikan bantuan sarana dan prasarana pertanian untuk daerah terdampak bencana. Terakhir, pihak Kementan akan memberikan bimbingan teknis terkait adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di sektor pertanian. PSP

MT Okmar, Petani Dibayangi La Nina

Musim tanam (MT) Oktober-Maret (Okmar) tahun ini petani dibayangi oleh fenomena cuaca La Nina. Untuk itu, petani perlu melakukan antisipasi agar pertanaman tidak terganggu.

“Musim Hujan 2021/2022 kali ini diprediksi akan menghadapi La Nina,” kata Peneliti dari Balai Penelitian Agroklimat (Balitklimat), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Aris Pramudia dalam Webinar “Menghadapi Musim Tanam 2021/2022″ di Jakarta, Rabu (3/11/2021).

Aris menambahkan, kondisi ini telah terjadi sejak dari awal musim kemarau kemarin, di mana Indonesia mengalami atmosfer lebih basah daripada tahun normal. “Sehingga Musim Kemarau (MK) kemarin, curah hujan lebih tinggi dari biasanya,” tambahnya.

Merujuk pada hasil prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kondisi basah saat awal MK (Musim Kering) akan terus hingga memasuki Musim Hujan (MH) dengan kondisi La Nina lemah hingga sedang.

“Biasanya La Nina di musim penghujan tidak terlalu mengganggu kondisi pertanaman. Tapi tak terlalu jauh memberikan peningkatan (luas tanam) juga,” jelasnya.

Aris menyebutkan, jika terjadi La Nina, biasanya terjadi peningkatan luas tanam di MT-1, MT-2 maupun MT-3. “Jika La Nina terjadi di MK, terjadi peningkatan jumlah luasan tanam secara signifikan, bisa 17,26% dibandingkan kondisi normal.  Di MH yang jatuh pada Okmar ini, diprediksi ada peningkatan luas tanam hingga 9%, ” jelasnya.

Aris juga menjelaskan, diprediksi La Nina memiliki peluang yang lebih tinggi pada Januari, Februari, Maret, April. “Sehingga ketika bertanam di pertengahan Oktober sampai November ini, panen terjadi saat curah hujan sedang tinggi-tingginya.

“Karena itu, perlu perlakuan pascapanen yang bagus, misalnya dengan penjemuran (menggunakan dryer) dan perlakuan tanam lainnya. Begitu pula daerah dengan potensi banjir perlu diwaspadai lebih cermat,” jelasnya.

Untuk diketahui, La Nina merupakan fenomena alam di mana Laut Pasifik di Equator tengah mengalami pendinginan karena sirkulasi air secara global dan uap airnya akan bergerak ke Indonesia. Sehingga, banyak terbentuk awan hujan.

“La Nina memberikan peningkatan curah hujan di Indonesia. Dampaknya, pola tanam di Indonesia mengalami percepatan awal tanam, sekalipun jauh sebelum MH normal karena adanya peningkatan curah hujan,” jelasnya.

Aris menambahkan, pergeseran musim tanam tersebut bisa terjadi dua bulan lebih cepat dari Musim Tanam (MT-1) yang seharusnya muncul di Oktober, jika kondisinya ekstrem. Sekalipun saat itu tergolong Musim Kemarau (MK) dengan curah hujan cukup tinggi.

Katam

Diakui Aris, semua kondisi dan perubahan pola tanam ini semua selalu diinformasikan terpadu dalam Kalender Tanam (Katam) yang dikeluarkan Balitbangtan dan disebarluaskan kepada penyuluh di lapangan.

“Dengan Katam, kami menggunakan prediksi 3-6 bulan ke depan, sehingga awal MH bisa diprediksi dengan jumlah hujan yang kita peroleh dari BMKG.  Lengkap dengan adanya indikator terjadinya La Nina atau tidak,” tambahnya.

Hanya saja, di Katam tidak muncul berupa informasi iklim. Tetapi, rekomendasi jadwal tanam dan lainnya.  “Informasinya berbasis website dan bisa diakses siapa saja melalui internet. Di masing-masing provinsi, kita juga memiliki petugas Katam yang melakukan sosialisasi dengan masyarakat tani di daerah, termasuk tokoh adat jika daerah tersebut kental adat istiadatnya,” katanya. PSP