Antisipasi El Nino 2019, Kementan Bentuk Tim Khusus Kekeringan

Untuk menangani permasalahan kekeringan akibat El Nino apabila datang, Kementan sudah mempersiapkan Tim Khusus penanganan Kekeringan.

Anomali cuaca El Nino kembali mengancam sektor pertanian nasional. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah memperingatkan pemerintah untuk mewaspadai potensi terjadinya El Nino tahun ini, yang akan mengakibatkan kemarau lebih panjang.

Jika fenomena El Nino kembali terjadi, apalagi sampai sekuat tahun 2015, tentu akan berdampak signifikan pada produksi pangan. Itu sebabnya, Kementerian Pertanian (Kementan) pun sudah menyiapkan langkah antisipasi.

El Nino merupakan siklus alami bumi yang berkaitan dengan kenaikan suhu permukaan laut melebihi nilai rata-rata di Samudra Pasifik sekitar ekuator. Hal ini biasanya menyertai hawa panas yang dirasakan.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal menyebutkan, pengaruh El Nino membuat musim kemarau datang lebih awal pada tahun ini, yakni bulan April.

Secara umum, puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus-September 2019. “Pemerintah perlu mewaspadainya dengan mengantisipasi terjadinya kekeringan dan kegagalan panen pada tanaman pertanian,” ujar Herizal  di Jakarta, pekan lalu.

Beberapa wilayah akan mengalami musim kemarau lebih awal adalah sebagian wilayah NTT, NTB, Jawa Timur bagian timur, Jawa Tengah, Jawa Barat bagian tengah dan selatan, sebagian Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau, juga Kalimantan Timur dan Selatan. Herizal meminta masyarakat di daerah itu untuk waspada terhadap kekeringan.

Kewaspadaan dan antisipasi dini juga diperlukan untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya, yaitu di wilayah NTT, NTB, Bali, Jawa bagian Selatan dan Utara, Sebagian Sumatera, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Merauke.

Meski demikian, Herizal menyatakan, El Nino tahun ini tidak akan separah pada 2015. Dia menuturkan, peluang terjadinya El Nino tahun ini sebesar 55%-60%, sementara 25,5% wilayah berpotensi musim keringnya maju, 24% wilayah keringnya di atas normal.

“Kondisi El Nino lemah diprediksi bertahan hingga Juni-Juli 2019 dan berpeluang melemah hanya 50% setelah pertengahan tahun,” ujarnya.

Tim khusus siap

Untuk menangani permasalahan kekeringan akibat El Nino apabila datang, Kementan sudah mempersiapkan Tim Khusus penanganan Kekeringan. Tim khusus ini turun ke lokasi-lokasi kekeringan di wilayah sentra produksi padi.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, tugas dan fungsi dari Tim Khusus ini nanti untuk melakukan koordinasi dengan pihak terkait, antara lain TNI, Kementerian PUPR serta Pemerintah Daerah setempat.

Tujuannya untuk memetakan permasalahan, negosiasi penggelontoran air dari Bendung atau Bendungan, serta terlibat langsung melaksanakan pengawalan gilir giring air sesuai jadwal yang telah disepakati.

“Secara umum permasalahan kekeringan yang terjadi disebabkan oleh curah hujan yang sedikit dan kondisi penggelontoran debit air dari Bendung atau Bendungan mengalami penurunan,” katanya.

Pada tingkat pengaturan debit air, penyusunan rencana pengalokasian air dilaksanakan masih berdasarkan asas pemerataan per bangunan, belum fokus pada upaya penyelamatan tanaman yang kondisinya menjelang puso. “Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi provinsi yang paling rawan terdampak kekeringan,” ujarnya.

Mengantisipasi dampak El Nino sejak awal, Kementan juga sudah memberikan bantuan pompa air ke petani. Selain itu juga kegiatan pembangunan embung, dam parit, long storage, pompanisasi, perpipaan yang dapat menambah pasokan air bagi tanaman terutama, di musim kemarau.

“Selain itu, perbaikan saluran irigasi tersier untuk menjamin volume air cukup sampai pada lahan sawah yang berada di ujung saluran,” ujarnya.

Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen PSP, Rahmanto menjelaskan, Ditjen PSP juga akan membentuk posko penanganan kekeringan dan menurunkan tim khusus pada beberapa wilayah yang terkena kekeringan nantinya.

“Tahun lalu posko-posko itu didirikan di Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bandung, serta Kabupaten Tuban,” kata Rahmanto.

Di Kabupaten Indramayu, terangnya, melalui kegiatan sinergitas antarinstansi terkait dan pengawalan gilir giring, serta pompanisasi irigasi dapat menyelamatkan lahan sawah yang terancam kekeringan seluas 1.329 hektare (ha) di Kecamatan Losarang, sementara di Kecamatan Kandanghaur terselamatkan lahan sawah seluas 445 ha.

Air bendungan turun

Sementara itu, Manajer Operasi dan Pengolahan Data SDA dan SDL PJT II, Dodi Suryanto mengatakan, kondisi air tanggal 18 Maret 2019 di Bendungan Jatiluhur sudah berkurang dari normal. “Tinggi Muka Air (TMA) Bendungan tanggal tersebut pada posisi 97,14 meter di atas permukaan laut (mdpl). NormalnyaTMA adalah 109 mdpl,” tegasnya.

BMKG memprediksi musim kemarau di Jawa Barat mulai terjadi April 2019 mendatang, sehingga dibutuhkan strategi penanganan dan pemenuhan air irigasi tahun 2019 di Jawa Barat.

Strategi tersebut mulai dengan menambah tampungan air waduk dengan melaksanakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).

Di tingkat petani, dengan koordinasi bersama kelompok tani serta pemerintah daerah untuk tetap menjaga kondisi pasok air sehingga tidak terjadi dampak kekeringan. “Di bendungan juga dilakukan efisiensi distribusi air dengan pemberian air dibagian hulu lebih diefisiensikan sehingga dapat mencapai areal di bagian hilir,” kata Dodi. PSP