Demi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi, Pemda Diminta Validasi Data Luas Lahan Pertanian

Pemerintah Daerah (Pemda) diminta untuk memvalisadi data luas baku lahan pertanian yang dimiliki. Hal ini penting dilakukan karena kebutuhan alokasi pupuk subsidi berdasarkan luas areal.

Hal itu ditegaskan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy di Jakarta, pekan lalu. Menurut dia, kesalahan data luas baku lahan pertanian ini memang terjadi di sejumlah daerah di hampir semua provinsi. Akibatnya, hal tersebut mempengaruhi jatah pupuk yang diterima daerah.

“Untuk sementara daerah yang kekurangan pupuk bersubsidi memakai pupuk nonsubsidi sebagai pengganti pupuk subsidi pada musim tanam gadu ini. Sampai proses validasi diselesaikan masing-masing daerah,” ujarnya.

Hal itu disebabkan saat ini Kementan bersama Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) sedang memvalidasi lahan sawah yang dinolkan dari peta lahan pertanian.

Akibat dinolkannya data lahan sawah, sejumlah daerah tak lagi mendapat jatah pupuk bersubsidi. Padahal, fakta di lapangan berbeda. Di Lampung, contohnya. “Kenyataanya, waktu kami berkunjung ke Lampung Selatan di titik koordinat yang dihapus, ternyata masih ada lahan sawah seluas 600 hektare (ha),” tukas Sarwo Edhy.

Sarwo Edhy mengatakan, dari segi volume memang ada sedikit pengurangan jumlah pupuk bersubsidi. Pasalnya, Kementan harus menyesuaikan dengan hitungan BPS. Tahun ini, alokasi yang disiapkan  sebesar 8,6 juta ton.

Pengurangan alokasi pupuk bersubsidi juga dialami Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Pada tahun 2019 ini, alokasi pupuk berkurang menjadi 9.006,8 ton dibandingkan tahun 2018 sebesar 10.525 ton.

“Berdasarkan data luas lahan sawah antara BPS dan pertanian ternyata berbeda cukup signifikan, yaitu 2.525 ha dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) langsung dikirim secara daring ke pusat oleh petugas kelompok, sehingga mempengaruhi jatah alokasi pupuk,” tegasnya.

Pemda Minta Revisi

Pemda lainnya juga meminta revisi kebutuhan pupuk. Sebab, jumlah kebutuhan para petani untuk bercocok tanam tersebut tidak sesuai dengan data yang disetorkan pemerintah daerah.

Seperti yang terjadi Provinsi Sumatra Utara. Gubernurnya, Edy Rahmayadi, sudah mengirim surat kepada Kementan agar jumlah pupuk bersubsidi untuk daerahnya ditambah. Gara-gara salah memberikan data luas baku lahan pertanian di Sumatera Utara (Sumut), alokasi pupuk bersubsidi untuk Provinsi Sumut dikurangi Kementan.

Menanggapi persoalan ini, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menyurati Kementan untuk meminta revisi kebutuhan pupuk di Sumut sesuai luas baku lahan yang ada. “Masalahnya sudah kita atasi. Sebelumnya memang ada kesalahan data lahan, sehingga alokasi pupuk ke Sumut dikurangi,” terang Sarwo Edhy.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan M. Azhar mengatakan, pengurangan alokasi pupuk berawal dari penetapan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN bahwa lahan di Sumut berkurang 171.000 ha.

“Data ini yang menjadi acuan Kementan dalam mengalokasikan pupuk bersubsidi. Sementara setelah kita lakukan pendataan di lapangan berdasarkan data seluruh PPL dan ditandatangani kepala desa dan camat, total lahan sawah kita mencapai 397.000 ha. Jadi, hanya kurang 37.000 ha,” ucap Azhar.

Keluhan yang sama juga disampaikan pemerintah Kabupaten Barito Kuala beberapa waktu lalu. Dinas Pertanian Batola yang diwakili Sri Haryani menyatakan, jatah pupuk subsidi untuk Batola pada 2018 sebanyak 9.000 ton dan pada 2019 hanya mendapatkan 3.000 ton atau ada pengurangan 6.000 ton.

 Ini akibat berkurangnya luas baku lahan yang semestinya 100.000 ha menjadi tinggal 35.000 ha berdasarkan data BPN. “Kita sudah melayangkan klarifikasi ke Dinas Pertanian Provinsi Kalsel. Masak Batola sebagai lumbung padi terbesar di Kalsel cuma mencapatkan jatah pupuk 3.000 ton saja? Padahal, sebelumnya 9.000 ton,” tegasnya.

Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas Pertanian Solok Selatan, Zamzami beberapa waktu lalu menyebutkan, berdasarkan data BPS, luas lahan sawah Solok Selatan hanya 7.700 ha, sedangkan data pemerintah daerah mencapai 10.225 ha.

“Apabila kuota ini tidak ditambah, maka akan terjadi kelangkaan di akhir tahun atau kehabisan stok di tingkat pengecer. Sehingga berpengaruh pada produksi pertanian, baik padi maupun jagung,” ujarnya.

Terjadi di Seluruh Indonesia

Permasalahan ini terjadi hampir di seluruh Indonesia, sehingga pemerintah daerah disarankan membuat surat baru yang ditandatangani BPN, BPS dan Pertanian terkait luas lahan.

Pada tahun lalu, berdasarkan pemotretan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) luas lahan baku sawah Indonesia turun menjadi 7,1 juta ha, dari 7,75 juta ha pada 2013.

Data yang diterbitkan oleh BPN dan BPS ini menjadi acuan baru dalam perhitungan produksi beras nasional. Hal ini tentu saja berimbas pada alokasi subsidi berupa sarana dan prasarana produksi yang diberikan oleh pemerintah.

Pada tahun 2019, Kementan diketahui telah menyesuaikan alokasi pupuk bersubsidi dan benih. Namun ternyata hal ini memberikan dampak bagi beberapa daerah. Tercatat beberapa daerah mengalami penurunan luas baku lahan pertanian, sehingga bantuan subsidi yang diterima juga turun. PSP