Realisasi target pencapaian asuransi terkendala dengan singkatnya waktu musim tanam padi. Apalagi, ada bulan-bulan tertentu di mana program asuransi belum bisa ditawarkan kepada petani.
“Soal pencapaian target, kita terkadang terkendala dengan singkatnya waktu. Bulan Desember, misalnya. Kita sudah tidak tawarkan (asuransi) lagi, karena mau tutup tahun anggaran,” kata Direktur Pembiayaan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Sri Kuntarsi.
Meski ada kendala waktu, namun program asuransi tahun 2017 nyatanya hampir mencapai target 1 juta hektare (ha). Pada tahun itu, realisasi mencapai 997.961 ha. Tahun 2018, realiasi menurun dengan capaian 806.200 ha. Hal itu dikarenakan adanya perbaikan administrasi.
“Tahun ini kita optimis target mencapai 1 juta ha. Paling tidak, lebih tinggi dari tahun lalu,” tegas Kuntarsi kepada Agro Indonesia di Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Optimisme tercapainya target tahun ini antara lain karena pendaftaran peserta Asuransi Usaha Tani Padi (AUTS) sudah bisa melalui online (dalam jaringan atau daring). Aplikasi SIAP merupakan hasil kerja sama antara Kementan dengan PT Jasindo untuk mempermudah pendaftaran dan pendataan asuransi.
Dia mengatakan, aplikasi SIAP menjadi salah satu jawaban atas keluhan para dinas pertanian di seluruh Indonesia dan beberapa pihak lainnya mengenai penyajian data atau pendaftaran asuransi tani.
“Beberapa catatan audit itu tidak boleh berulang, baik administrasi maupun manajerial. Bahkan sampai menimbulkan kerugian negara. Khusus asuransi pertanian, aplikasi SIAP ini dapat mengatasi permasalahan tersebut,” tegasnya.
Program AUTP bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan bagi petani Indonesia. Biaya premi yang perlu dibayarkan sudah mendapat subsidi secara langsung dari pemerintah pusat dengan mengalokasikan sejumlah dana APBN.
Pada dasarnya, mendaftar AUTP terbilang cukup mudah. Syarat utamanya, petani harus bergabung terlebih dulu dengan salah satu kelompok tani. Kelompok tani ini umumnya baru bisa dinyatakan resmi dibentuk jika telah mendapatkan surat keputusan dari Kementan.
Pasalnya, melalui surat keputusan itulah kinerja suatu kelompok tani akan dinilai dan dievaluasi. Penilaian ini dilakukan berdasarkan SK Mentan No. 41/Kpts/OT.210/1992.
“Pemberdayaan para petani Indonesia melalui kelompok-kelompok tani diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan terkait pengadaan sarana produksi hingga strategi pemasaran yang tepat,” kata Kuntarsi.
Selain itu, kata Kuntarsi, sosialisasi program asuransi yang sudah dilakukan selama ini, mendapat respon positif dari masyarakat tani. Petani kini makin sadar, asuransi dapat menjamin kerugian jika tanaman padi gagal panen.
Data klaim AUTP pada 2015 tercatat seluas 3.492 ha. Tahun 2016 luas areal yang diklaim petani meningkat menjadi 11.107 ha, 2017 naik lagi menjadi 25.028 ha dan 2018 ada 10.754 ha. “Ini luar biasa. Tinggal dikalikan aja. Untuk padi dikali Rp6 juta, untuk sapi Rp10 juta,” paparnya.
Kementan memprogramkan AUTP untuk tahun 2019 ini sekitar 1 juta ha, dengan realisasi hingga saat ini sekitar 76.702 ha. Persentasenya baru 7,67% dari pagu anggaran Rp146 miliar. Kemudian, realisasi bantuan premi Rp2.820.761.280 atau 19.588,62 ha.
AUTS/K Meningkat
Berbeda dengan AUTP, untuk Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K) justru mengalami peningkatan. Jika tahun 2016 hanya 20.000 ekor, tahun 2017 meningkat menjadi 92.000 ekor, dan 2018 sebanyak 88.673 ekor. Kemudian klaim 2016 ada 697 ekor, 2017 ada 3.470 ekor dan 2018 ada 1.736 ekor.
Target AUTS tahun 2019 ini sebanyak 120.000 ekor, dengan realisasi polis 7.553 ekor dan pagu anggaran Rp19,2 miliar. Kemudian bantuan premi kurang lebih Rp1,1 miliar atau 80%.
Dirjen PSP Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, petani tidak dibebani pembayaran premi yang besar. Dengan uang sebungkus rokok, petani tidak perlu lagi khawatir dengan bencana alam yang mengancam tanamannya.
Per musim tanam, petani hanya dituntut bayar premi Rp36.000 atau sekitar 20% per hektare dari angka premi Rp180.000. Selebihnya atau Rp144.000 (sekitar 80%) ditanggung pemerintah.
“Jika suatu saat nanti lahan sawah petani terkena banjir, kekeringan, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) sawahnya rusak 75% per petak alami, kami ganti Rp6 juta per hektare per musim tanam,” katanya.
Sarwo Edhy menjelaskan, tujuan dari asuransi adalah memberikan semangat kepada para petani agar tidak khawatir bila terjadi bencana. Sebab, dengan adanya nilai pertanggungan itu, petani bisa kembali bercocok tanam.
Selain AUTP, Kementan juga membuat Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K) dengan premi Rp200.000/ekor. Peternak mengeluarkan uang Rp40.000 atau sekitar 20%, selebihnya Rp180.000 atau 80% ditanggung pemerintah.
Nilai pertanggungan jika sapi mati saat beranak, mati karena penyakit, dan mati karena kecelakaan adalah Rp10 juta/ekor. “Kalau hilang karena kecurian dapat ganti Rp7 juta/ekor. Mudah-mudahan petani kita bisa lebih memanfaatkan program asuransi yang sangat baik ini,” papar Sarwo Edhy.
Menyinggung soal penggunaan aplikasi SIAP untuk pendaftaran peserta asuransi, Sarwo Edhy mengatakan sangat penting. Hal ini juga untuk meningkatkan ketertiban administrasi serta transparansi dalam kepesertaan petani.
“Dengan aplikasi SIAP, proses pendaftaran semakin cepat dan mudah. Administrasinya juga akan lebih tertib dan peserta asuransi bisa memantau langsung,” ujarnya.
Dia menambahkan, sampai saat ini Kementan juga sedang membahas asuransi untuk cabai dan bawang. Pembahasan ini dilakukan untuk menemukan indeks risiko untuk kedua komoditas itu.
“Sampai sekarang, kami masih mempertimbangkan indeks risikonya. Untuk kedua komoditas ini, besaran biaya produksinya tidak seperti padi. Kita harus melihat berapa yang di-cover asuransi, berapa besar polis, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Sarwo Edhy mengatakan, untuk saat ini memang baru dua komoditas pertanian yang bisa diasuransikan. Namun demikian, Kementan kita sedang membahas kemungkinan asuransi untuk bawang merah dan cabai. “Petani bawang merah dan cabai perlu kita lindungi karena tanaman jenis ini risika gagal panen sangat tinggi,” katanya. PSP