AS Desak Bank Dunia Lebih Banyak Biayai Energi Fosil

Foto: Reuters

Apa yang bisa diharapkan dunia dari Amerika untuk mengatasi perubahan iklim? Tidak ada, nampaknya. Bahkan, yang terbaru, Presiden AS Donald Trump malah menekan Bank Dunia untuk lebih banyak membiayai proyek minyak dan gas (migas).

Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump terus menekan Bank Dunia untuk mendanai lebih banyak proyek energi fosil, termasuk pengeboran gas baru. Tekanan ini menjadi bagian dari penolakannya yang lebih luas terhadap upaya mengatasi perubahan iklim.

Trump yang di masa kampanye berjanji akan menggenjot penggunaan bahan bakar fosil Amerika dan kerap mengecam energi hijau, langsung membatalkan sejumlah kebijakan energi hijau dan kebijakan iklim pendahulunya, Joe Biden, begitu kembali duduk di Gedung Putih.

Kini, pemerintahannya sedang membidik pembiayaan sektor energi di sejumlah negara berkembang, kata lima pejabat di Bank Dunia.

“Orang-orang Amerika ngomong soal gas di mana-mana,” kata seorang pejabat senior dari salah satu negara yang duduk di dewan Bank Dunia, seperti dikutip Financial Times.

Terjadinya peningkatan pinjaman untuk proyek eksplorasi gas oleh Bank Dunia dan lembaga pembangunan multilateral lainnya akan menjadi perubahan arah yang mengejutkan. Selama beberapa tahun terakhir, lembaga-lembaga ini justru berada di bawah tekanan untuk menangani perubahan iklim.

Meningkatnya pendanaan untuk proyek-proyek bahan bakar fosil di neara-negara industri maju akan menghambat upaya dunia membatasi kenaikan suhu global. Meski negara-negara industri maju bertanggung jawab atas sebagian besar emisi gas rumah kaca historis, namun tingkat emisi di negara pasar berkembang justru meningkat paling pesat. Tahun lalu tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah.

Ajay Banga (kedua dari kanan) dan Presiden Mozambiq Daniel Chapo (kanan) saat mengunjungi PLTA Caharo Bassa. Foto: Carlos Uqueio/AP

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa bank pembangunan sudah menerapkan pembatasan pemberian pinjaman untuk bahan bakar fosil, termasuk Grup Bank Dunia, yang menghentikan pendanaan baru untuk proyek-proyek industri hilir migas pada 2019 — dengan beberapa pengecualian terbatas untuk gas.

Tahun 2023, Bank Dunia menyatakan niatnya untuk memberikan 45% dari pendanaan tahunannya untuk iklim pada 2025.

Namun, dalam pertemuan dewan Bank Dunia pada Juni 2025, sejumlah pejabat AS secara tegas mendukung Bank Dunia untuk membiayai proyek-proyek yang bertujuan mengebor sumber-sumber cadangan gas baru, kata tiga sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Pasca pertemuan itu, Presiden Bank Dunia Ajay Banga menulis surel kepada staf bahwa dewan lembaga keuangan multilateral itu belum menyepakati keterlibatannya dalam proyek gas di hulu. “Ini butuh pembahasan lebih lanjut,” katanya.

Juru bicara Bank Dunia menolak berkomentar saat ditanya dengan alasan dewan masih membahas masalah tersebut.

Sementara jubir Departemen Keuangan AS menyatakan, Amerika Serikat menggunakan “suara dan hak suaranya untuk merespons prioritas dan kebutuhan energi negara.”

“Strategi energi menyeluruh yang mencakup pembiayaan gas hulu merupakan langkah positif untuk mengembalikan Bank Dunia, dan semua bank pembangunan multilateral lainnya, ke misi inti mereka: pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan,” kata juru bicara tersebut.

Tekanan AS 

AS juga meningkatkan tekanan terhadap bank-bank pembangunan lainnya, baik secara terbuka maupun tertutup, untuk membatalkan fokus mereka pada energi hijau dan memperluas pinjaman untuk proyek bahan bakar fosil, kata para sumber. Hal itu termasuk mendanai jaringan pipanisasi gas. Amerika Serikat adalah pemegang saham terbesar di banyak bank pembangunan, sehingga memberi pengaruh besar terhadap kebijakan dan prioritas lembag-lembaga keuangan tersebut.

“AS mengatakan semua jenis energi adalah energi yang baik. Mereka bilang kita juga harus menerima energi lain, bukan hanya energi terbarukan,” ujar seorang pejabat dari satu bank pembangunan.

Dua tahun lalu, mantan presiden Bank Dunia David Malpass — yang diangkat oleh Trump — mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir, setelah mendapat kritik atas sikapnya terkait isu iklim.

Janet Yellen, menteri keuangan era Biden, memimpin kelompok pemimpin dunia yang menginginkan Bank Dunia menjadi penyalur pinjaman yang dibutuhkan untuk menggerakkan transisi energi global.

Menurut perkiraan ekonom, perekonomian negara-negara berkembang membutuhkan pembiayaan iklim sebesar 1,3 triliun dolar AS setiap tahun hingga 2035, di mana bank pembangunan multilateral diharapkan memainkan peran penting dalam menyediakan dan menyalurkan dana tersebut.

Awal tahun 2025, Menteri Keuangan Scott Bessent secara terbuka mendesak Bank Dunia untuk mendanai proyek gas lebih banyak.

“Bank Dunia harus bersikap netral terhadap teknologi dan mengutamakan keterjangkauan dalam investasi energi. Dalam banyak kasus, ini berarti investasi pada gas dan produksi energi berbasis bahan bakar fosil lainnya,” ujar Bessent.

Tahun lalu, bank-bank pembangunan multilateral, termasuk Grup Bank Dunia, memperkirakan pendanaan iklim mereka secara kolektif untuk negara-negara ekonomi rendah sampai menengah bakal mencapai 120 miliar dolar AS pada 2030.

Pada bulan September, sebuah laporan yang disusun oleh European Investment Bank menyebutkan bahwa pendanaan iklim dari bank-bank pembangunan naik dua kali lipat lebih selama 5 tahun terakhir menjadi 85 miliar dolar AS pada tahun 2024. AI