Generasi masa depan diperkirakan masih akan terus terdampak perubahan iklim. Oleh sebab itu, membangun pemahaman perubahan iklim dan menyiapkan generasi muda yang tangguh agar mampu melakukan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sejak dini adalah sebuah keniscayaan.
Salah satu strateginya adalah dengan internalisasi perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan.
Demikian mengemuka dalam Diskusi Pojok Iklim yang diselenggarakan Sekretariat Dewan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rabu (18/3/2021).
Internalisasi perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan sudah dilakukan di beberapa daerah salah satunya di Kabupaten Indramayu. Indramayu bahkan mendapatkan penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup tematik mangrove pertama di Indonesia pada 2019.
Profesor Riset Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hendra Gunawan menyatakan sejak 2018, Indramayu telah memiliki Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Tematik Mangrove bagi peserta didik pada satuan Pendidikan Dasar. Hal itu mengacu pada Peraturan Bupati Indramayu No. 38.3 Tahun 2018.
Hendra yang menjadi ketua tim dan koordinator penyusun kurikulum tersebut menyatakan abrasi, tumpahan minyak dan hilangnya beberapa desa di pesisir Indramayu yang mencakup ribuan hektar daratan, melatarbelakangi diimplementasikannya kurikulum ini.
“Dibutuhkan lebih dari sekedar gerakan menanam mangrove untuk menjaga mangrove tetap lestari di kawasan pesisir,” katanya.
Pada saat ini kurikulum diterapkan mulai SD kelas 4, 5 dan 6. Kurikulum ini dilengkapi dengan buku-buku penunjang mencakup buku kompetensi inti dan dasar, buku teks, buku LKS serta buku panduan guru. Mengenai perubahan iklim, tercantum dalam buku kelas V dan VI pada buku PLH Tematik Mangrove. Informasi ini yang juga diarahkan untuk mitigasi mitigasi bencana di wilayah pesisir.
Metode lain untuk mendorong pemahaman perubahan iklim bagi siswa sekolah adalah dengan metode monolitik. Dengan motode ini PLH menjadi salah satu muatan lokal sekolah. Selain itu ada juga metode integrasi dimana materi PLH terintegrasi dengan semua mata pelajaran.
Kedua metode ini, menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Sukabumi, Adil Budiman, telah diterapkan oleh Kota Sukabumi sejak 2005, diawali dengan program Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL).
Kegiatan mengalami perkembangan menjadi Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan (Program Adiwiyata) pada 2006, dan Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS) pada 2020.
Gerakan PBLHS mengintegrasikan perilaku ramah lingkungan hidup (PRLH) melalui mata pelajaran, kegiatan ekstra kurikuler dan pembiasaan. Mata pelajaran memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan menanamkan sikap penerapan PRLH kepada peserta didik. Sementara ekstra kurikuler membentuk karakter, melatih kemandirian dan tanggungjawab serta membudayakan PRLH warga Sekolah
Ketua DPPI Kementerian LHK Sarwono Kusumaatmadja, menyatakan diskusi ini sebagai awal dari suatu seri pencerahan di bidang pendidikan. Melalui forum yang dihadiri berbagai kelompok masyarakat dan berbagai kelompok usia tersebut, Sarwono berharap secara bersama-sama dapat memformulasikan konsep internalisasinya.
“Formatnya, jenis pendidikan apa, metode pendidikan apa yang sangat sesuai untuk menghadapi gejala perubahan iklim ini secara konseptual, strategis dan efektif,” ungkapnya.
Sugiharto