Food Estate Harapan Pangan Masa Depan

* Teknologi Tingkatkan Produktivitas

Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian (Kementan) dan lembaga terkait lainnya, mengembangkan kawasan pangan (food estate) di Kalimantan Tengah dan beberapa provinsi lainnya. Program tersebut dimaksudkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Produksi pangan, terutama beras, dari kegiatan ini akan menopang kebutuhan pangan nasional. Bahkan Indonesia bisa ekspor beras.

“Program food estate bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan dan lahan rawa merupakan masa depan bangsa Indonesia,“ kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Sarwo Edhy saat Webinar Forum Wartawan Pertanian mengenai Food Estate di Jakarta, Kamis (18/3/2021).

Data Kementan menyebutkan, potensi lahan rawa di Indonesia cukup besar mencapai 34 juta hektare (ha). Berdasarkan hasil penelitian, ada sekitar 17 juta ha yang dapat menjadi lahan pertanian produktif.

“Karena itu, secara bertahap kita optimalkan lahan rawa dengan tata kelola air yang baik, sehingga minimal bisa ditingkatkan indeks pertanaman yang semula IP 100 menjadi IP 200 dan yang sudah IP 200 menjadi IP 300, sehingga produksi pangan kita bisa naik,” katanya.

Sarwo mengatakan, pemerintah terus berusaha meningkatkan produktivitas tanaman di lahan rawa, khususnya di areal food estate melalui sentuhan teknologi. Karena itu, pihaknya melakukan sosialisasi ke petani, seperti penggunaan varietas unggul baru (VUB) dan bersertifikat.

Selama ini, produktivitas padi di lahan rawa yang menjadi lokasi food estate hanya 2-3 ton/ha. Namun, dengan sentuhan teknologi kini bisa di atas 5 ton/ha.

Artinya, dari sisi produktivitas, lahan rawa bisa ditingkatkan. “Kita ubah mindset petani untuk melakukan perubahan pola tanaman dari tradisional ke modern, terutama penggunaan mekanisasi,” katanya.

Karena itu, Kementerian Pertanian memberikan bantuan alat olah tanam dan panen untuk digunakan petani. Dengan demikian, petani bisa lebih cepat mengolah dan menanam, kemudian panen juga bisa lebih cepat dan bisa kembali tanam lagi.

“Saat ini, di lokasi food estate diharapan bisa dua kali tanam, kalau sampai tiga kali tanam kita sangat bersyukur. Artinyanya, ini menggembirakan dan sebuah kemajuan,” ujarnya.

Tantangan Besar

Sarwo mengungkapkan, sebelum pengembangan food estate di Kalimantan Tengah, pada tahun 2019 pemerintah juga telah mendorong pemanfaatkan lahan rawa di lima provinsi, yakni Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung. Di lima provinsi itu ada sekitar 366.000 ha lahan rawa yang dioptimalkan untuk budidaya padi.

Untuk tahun 2020, kata Sarwo, pemerintah mencoba optimalisasi lahan rawa Kalteng seluas 30.000 ha eks PLG (Pengembangan Lahan Gambut), sekarang sudah tanam 25.000 ha.  Selain di Kalteng, pemerintah juga menyasar wilayah lain seperti di Sumba Tengah,  NTT.

Walaupun lahan marginal, ternyata bisa ditanam dengan baik. Ke depan, program food estate bisa lebih baik lagi. “Kita harap kabupaten lain bisa mengembangkan hal yang sama agar produksi pangan Indonesia meningkat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan 270 juta jiwa penduduk Indonesia,” katanya.

Kasubdit Optimasi dan Rehabilitasi Lahan, Ditjen PSP, Kementan, Foyya Yusufu Aquino mencontohkan penerapan teknologi di lahan food estate, di mana pemerintah membuat center of excellence di Kabupaten Kapuas 1.000 ha dan Kabupaten Pulang Pisau 1.000 ha. “Show window food estete nanti menjadi contoh. Kita kawal dan intensifikasi, diaplikasikan teknologi,” katanya.

Jenis kegiatannya, ungkap Foyya, untuk usahatani padi sawah (seed treatment) pemerintah mendistribusikan 25.000 bungkus Agrimeth dan pendampingan di 16 Poktan di Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau dan 12 poktan di Kecamatan Bataguh, Kabupaten Kapuas. Sedangkan untuk usahatani hortikultura (pekarangan) dilakukan budidaya sayuran tumpang gilir (bawang, daun bawang, cabai) dan tanaman buah (pepaya, pisang).

Sementara untuk usaha ternak, dilakukan budidaya Itik (pengolahan limbah, mixer, mesin tetas). Budidaya ternak itik 1.000 ekor jenis master. “Pemerintah juga memanfaatkan sumber daya lokal untuk peningkatan pendapatan petani, seperti budidaya ikan metode keramba dan kolam. Sedangkan untuk usaha tani perkebunan dilakukan pembibitan dan budidaya kopi dan kelapa genjah,” tutur Foyya.

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), IPB University, Dr. Sahara mengatakan, tantangan pembangunan food esate adalah isu konversi lahan yang kini cukup marak. Selain itu, dengan lahan food estate yang cukup luas perlu manajemen pertanian yang modern.

“Tantangan lainnya adalah bagaimana ketersediaan input produksi, onfarm, pascapanen, distribusi dan pemasaran. Sumber daya petani, baik usia dan kemampuan manajerial juga menjadi persoalan,” katanya.

Karena itu, dia berharap pemerintah bisa melakukan koordinasi dengan baik, antara Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, Kemendesa PDTT, Kementerian LHK, Kementerian BUMN, Kementerian ATR, Perusahaan Pupuk, Perusahaan Benih dan lain sebagainya. “Kita berharap dengan food estate kemandirian pangan bisa meningkat. Ini pekerjaan besar,” tegasnya. Atiyyah Rahma/PSP

Croplife Indonesia Dukung Pengembangan Food Estate

Senior Advisor Croplife Indonesia, Midzon Johannis mengatakan, pihaknya sangat mendukung program pembangunan food estate yang digaungkan pemerintah. Program ini tidak lain untuk menyediakan kebutuhan pangan nasional.

Dia menyebutkan, tahun 1950 populasi manusia dunia sebanyak 2,5 miliar, terus mengalami kenaikan, hingga tahun 2011 penduduk dunia  menjadi 7 miliar. “Pada tahun 2050, diperkirakan jumlah penduduk mencapai 9 miliar. Imbasnya, konsumsi pangan diperkirakan meningkat 23%, sementara luas lahan pertanian hanya tumbuh 9%,” ujar Midzon saat diskusi Webinar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan), Kamis (18/3/2021).

CropLife Indonesia merupakan asosiasi nirlaba yang mewakili kepentingan petani dan industri benih dan pestisida.  Dukungan Croplife Indonesia bagi pertanian Indonesia, yakni dengan mendorong pengembangan teknologi baru untuk perlindungan tanaman, biologi, bioteknologi, digital dan smart agriculture sesuai dengan kondisi Indonesia.

Croplife Indonesia juga mendukung penyediaan teknologi dan menjamin ketersediaan sarana pertanian seperti produk perlindungan tanaman dan benih, pendamping kepada petani melalui learning centers, ekspo pertanian, pelatihan agronomi dan stewardship.

“Penyediaan teknologi dan menjamin ketersediaan sarana pertanian seperti produk perlindungan tanaman dan benih,” ujarnya.

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi-FEM Institut Pertanian Bogor (IPB), Sahara mengatakan, mekanisasi dan modernisasi pertanian/digitalisasi  merupakan salah satu  simpul penting  yang harus  diperkuat baik  di onfarm dan offfarm pada pengembangan food estate.

“Penggunaan  alat dan mesin pertanian pada saat pengolahan lahan akan meningkatkan produksi pertanian,” ucap Sahara.

Sementara itu pengelolaan hasil diperlukan penggilingan padi atau RMU (Rice Milling Unit) yang merupakan titik sentral dari agroindustri padi.

Kasubdit Optimasi dan Rehabilitasi Lahan, Ditjen PSP, Kementerian Pertanian, Foyya Yusufu Aquino mengatakan, sebagai contoh penerapan teknologi di lahan food estate, pemerintah membuat center of excellence di Kabupaten Kapuas 1.000 ha dan Kabupaten Pulang Pisau 1.000 ha.

Sebelumnya, pada 2019 pemerintah mengoptimalkan lahan rawa di lima provinsi yakni,  Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung. Luas lahan di 5 provinsi itu ada sekitar 366.000 ha lahan rawa untuk budidaya padi. Atiyyah Rahma/PSP