India mendapat tekanan untuk segera mencabut larangan ekspor beras non-Basmati di forum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun, India kukuh dan menyatakan larangan itu bukan “hambatan dagang”, tapi aturan atau regulasi yang penting guna menjamin ketahanan pangan 1,4 miliar penduduknya.
Tekanan itu datang dari AS yang meminta India untuk mencabut segera larangan ekspor beras non-Basmati karena larangan itu dinilai sebagai “hambatan dagang yang tidak perlu”.
“India menjelaskan di pertemuan komite pertanian WTO pada Rabu (27/9) bahwa India memberikan pengecualian dari larangan ekspor kepada mereka yang membutuhkan sesuai dengan permintaan pemerintahnya dan berkomitmen menjamin ketahanan pangan di negara-negara itu,” papar seorang pejabat perdagangan yang berbasis di Jenewa kepada harian The Hindu Businessline.
India mendapat protes terkait kebijakan larangan ekspor berasnya oleh sekelompok anggota WTO, yang dipimpin oleh AS. Mereka berdalih kebijakan larangan ekspor itu memiliki dampak sangat besar terhadap negara-negara yang sangat tergantung dengan impor, terutama selama masa krisis. Apalagi, India menguasai 40% pasar ekspor beras dunia. Negara anggota lainnya juga ikut mempertanyakan India, antara lain Jepang, Australia, Brasil, Kanada, Uni Eropa, Swiss, Thailand dan Inggris.
India menerapkan larangan ekspor beras non-Basmati pada 20 Juli 2023 untuk menjamin harga di dalam negeri tidak naik, terutama selama musim-musim perayaan. Pemerintah India juga menempuh larangan ekspor beras dan gandum pada September dan Mei 2022.
Mengutip informasi dari Departemen Pertanian (USDA), Amerika menyebut produksi beras India kemungkinan mengalami rekor dengan perkiraan sekitar 134 juta ton beras dan stok beras India juga mencapai 36 juta ton untuk periode 2023-2024.
“AS mengatakan bahwa berdasarkan kondisi pasok dalam negeri yang melimpah, larangan ekspor baru telah menciptakan hambatan dagang yang tidak perlu dan menghambat aliran pangan ke daerah-daerah yang paling membutuhkan. Dikatakan hal ini akan mendorong India untuk segera mencabut larangan ekspor beras non-Basmati,” kata sang pejabat.
India menegaskan bahwa larangan ekspor beras non-Basmati merupakan aturan atau regulasi, bukan pembatasan atau restriksi, dan langkah itu sangat penting untuk menjamin ketahanan pangan 1,4 miliar penduduknya. Larangan ekspor itu juga bersifat sementara dan secara reguler dikaji guna ada penyesuaian berdasarkan situasi permintaan dan penawaran beras dalam negeri, tambahnya.
Mengenai masalah agar sebelum menerapkan restriksi India memberi informasi terlebih dahulu, New Delhi berdalih hal itu tak bisa ditempuh karena bisa memicu adanya manipulasi pasar yang dilakukan para pelaku swasta.
Larangan 2022
Tahun lalu, India juga melarang penjualan ke luar negeri akibat terjadinya kenaikan ekspor yang mempengaruhi pasar dalam negeri.
India melarang ekspor beras menir (broken rice) dan mengenakan pajak ekspor untuk beras non-Basmati lainnya yang dikritik anggota WTO.
Baca Juga: Implikasi kebijakan proteksionis India
“New Delhi mengklarifikasi bahwa larangan ekspor hanya untuk beras kualitas broken yang dimanfaatkan bisnis ternak unggas dan langkah itu sebagai respon atas naik tajamnya ekspor beras menir dalam beberapa bulan terakhir, yang menekan pasar dalam negeri,” kata pejabat perdagangan.
Keprihatinan mengenai larangan dan pembatasan ekspor beras, gandum dan tepung terigu menjadi topik pembicaraan dalam pertemuan di Komite Pertanian WTO pada 14-15 September 2022.
India melarang ekspor beras pecah dan menerapkan pajak ekspor 20% untuk semua varietas beras, kecuali Basmati dan pratanak (parboiled), yang berlaku efektif pada 9 September 2022.
Sebelumnya, pada 13 Mei 2022, India juga melarang ekspor gandum serta melarang ekspor terigu, maida, semolina dan wholemeal aata pada 27 Agustus 2022. Pembatasan itu diterapkan menyusul kekhawatiran pemerintah dengan kurangnya pasok di dalam negeri dan kenaikan harga akibat tanaman gandum yang mengalami gelompang panas kuat. AI