Harga beras yang tinggi dan makin menyulitkan masyarakat tak hanya dialami Indonesia. Kondisi yang sama juga dialami jiran Malaysia.
Bahkan, harga beras impor yang tinggi di Malaysia membuat konsumen berbondong-bondong mencari beras produksi dalam negeri yang lebih murah, di mana belanja rumah tangga makin tercekik oleh kenaikan harga-harga pangan yang makin tinggi.
Dengan produksi beras dalam negeri hanya sanggup memenuhi 70% kebutuhan domestik, pemerintah Malaysia mulai menerapkan program untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri.
Saat ini, banyak rak-rak di supermarket dan toko-toko kelontong kecil yang kosong melompong, dan beras produksi lokal dengan kemasan ukuran 5 kg dan 10 kg langsung diserbu pembeli begitu stok baru masuk.
Ameer Ali Mydin, direktur pelaksana Mydin, jaringan supermarket besar, mengatakan kepada Nikkei Asia bahwa kurangnya pasokan terjadi akibat adanya perbedaan harga yang tinggi antara beras produksi dalam negeri dengan beras impor.
“Kekurangan beras terjadi karena masyarakat juga panik ketika mereka menyaksikan perbedaan harga tersebut. Dengan aksi pembelian yang panik (panic buying) dan penimbunan, karena semua orang membeli beras lebih banyak dari biasanya, jika ada ratusan ribu orang yang berperilaku membeli beras seperti itu, maka berton-ton beras akan habis dalam waktu singkat,” paparnya.
Di Malaysia, beras lokal merupakan barang yang diawasi dan harganya dipatok 26 ringgit/10 kg (sekitar Rp86.000 dengan kurs Rp3.306/ringgit). Harga beras di Malaysia ini masih jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga beras di Indonesia, di mana di Jakarta saja harga beras medium yang tercatat di Badan Pangan Nasional (Bapanas) sudah mencapai Rp13.230/kg (per 28/9/2023).
Beras impor di Malaysia umumnya lebih mahal ketimbang beras lokal sejak terjadinya kenaikan harga beras internasional. Sebagian besar beras impor Malaysia datang dari India, Pakistan, Thailand, Vietnam dan Kamboja.
Namun perbedaan harga makin lebar secara signifikan setelah Padiberas Nasional (Bernas), konglomerat Malaysia yang menguasai distribusi beras, menaikan harga eceran beras impor per 1 September sebesar 36% — kenaikan yang mencerminkan kenaikan harga beras global — sehingga memicu lonjakan permintaan harga beras lokal yang lebih murah. Harga beras impor kini dijual dengan bandrol 30 sampai 70 ringgit untuk kemasan 10 kg.
Indeks Seluruh Beras FAO sendiri telah menembus 142,4 pada Agustus, melonjak 31% dari setahun sebelumnya di tengah terjadinya kekurangan pasok beras global dan adanya larangan impor beras non-Basmati yang diterapkan India sejak 20 Juli 2023.
Kumaran (57), pekerja bangunan yang sedang belanja di supermarket di kota Subang Jaya pada akhir September mengatakan, dia kesulitan untuk memperoleh beras lokal. “Anda tidak bisa menemukan beras lokal sama sekali. Jika ini terus terjadi, semua orang akan menderita.”
Vani (54), seorang ibu rumah tangga, juga mengeluh. “Benar-benar susah untuk mendapatkan beras lokal di supermarket,” katanya, seraya menyebutkan bahwa belanja bulanan keluarganya untuk makanan naik 20%-30% menjadi sekitar 100 ringgit. Belum lagi dia juga harus membeli kue dan minyak goreng.
Cuaca kering yang disebabkan oleh El Nino juga mempengaruhi produksi beras tahun ini. Banyak restoran dan pemilik warung harus membeli beras dengan harga yang lebih tinggi untuk bisa tetap bersaing. Namun mereka juga mengingatkan bahwa kemungkinan bakal menaikkan harga jual jika krisis beras terus berlanjut.
Melihat kondisi kritis ini, pemerintah Malaysia baru-baru ini meluncurkan kebijakan.
Pada Senin (25/9), Wakil Menteri Prtanian dan Ketahanan Pangan, Chan Foong Hin mengatakan kepada wakil rakyat di parlemen bahwa pemerintah menerapkan proyek penanaan padi skala besar di beberapa negara bagian untuk meningkatkan produktivitas rata-rata 7 ton/hektare (ha) dari 5 ton/ha.
“Pemerintah telah meluncurkan inisiatif baru untuk meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani padi, di mana di lakukan penanaman padi lima kali dalam dua tahun, untuk menaikkan produktivitasnya guna mencapai tingkat swasembada beras nasional di posisi 80% pada tahun 2030,” tambah Chan. Petani padi di Malaysia biasanya dua kali menanam dalam setahun atau indeks pertanaman 200.
Selain itu, pemerintah juga berencana melakukan penelitian dan pengembangan bibit padi baru yang bisa dipanen dalam usia 75 hari, yang juga tahan terhadap cuaca ekstrem dan penyakit.
Fakhrurrazi Rashid, analis senior di lembaga pemikir Merdeka Center mengatakan pada Nikkei Asia bahwa krisis beras saat ini merupakan peluang yang bagus buat pemerintah Malaysia untuk mengkaji kebijakan ketahanan pangannya secara menyeluruh.
“Situasi ini mengejutkan banyak orang, terutama buat kelompok masyarakat berpendapatan rendah, karena kita selalu tergantung dengan beras impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Mereka (pemerintah) seharusnya tidak perlu menunggu terjadinya konflik atau krisis baru mengambil tindakan, dan pemerintah seharusnya menjalankan strategi komunikasi yang lebih jelas untuk meyakinkan masyarakat,” tambahnya. AI
[…] Baca juga: Harga Beras Mahal, Warga Malaysia Panik […]