Guna membangun perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, petani sawit di dalam negeri membutuhkan dukungan dalam membangun kemitraan dan kelembagaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), asosiasi seperti GAPKI dan SPKS serta bantuan permodalan dari perbankan.
Hal itu terungkap dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 9, bertajuk “Peran BPDPKS dalam Memperkuat Kemitraan Pekebun Kelapa Sawit Indonesia,” yang digelar InfoSAWIT, Kamis, (29/07/2021).
“Bagi petani, pengembangan perkebunan kelapa sawit masih saja menghadapi kendala. Namun yang perlu adalah bagaimana mendorong kemitraan dengan cepat dan terukur dari manfaat kemitraan tersebut,” kata Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto.
Menurutnya, kemitraan memang sangat dibutuhkan pekebun sawit. Terlebih khusus untuk petani swadaya yakni petani yang kelola sendiri, mayoritas belum bermitra dengan perusahaan.Sedangkan pekebun plasma, umumnya sudah mempunyai orang tua asuh yakni perusahaan inti.
Persoalan yang dialami pekebun swadaya adalah produktivitas tanaman rendah. Hal ini karena banyak pekebun swadaya yang menggunakan bibit tidak sesuai (tidak unggul), SDM petani juga pengetahuannya rendah, tidak mendapat pendampingan dari pemerintah.
Sementara Direktur Penyaluran Dana BPDP-KS, Edi Wibowo, menyatakan program BPDPKS sesuai Perpres 61 Tahun 2015 Jo. Perpres 66 Tahun 2018, diantaranya mendukung pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi/kemitraan, peremajaan, sarana dan prasarana, pemenuhan kebutuhan pangan, ilirisasi industri perkebunan kelapa sawi, penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati.
Semua program itu diharapkan bisa meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia, dan menyerap kelebihan CPO di pasar dalam rangka stabiliasi harga. “Hasilnya, terjadi penciptaan pasar domestik, sementara bagi petani maka aka nada potensi peningkatakan kesejahteraan,” ujarnya.
Edi menjelaskan, untuk tujuan penyelenggaraan program kemitraan berbasis karakteristik usaha, diantaranya dengan memberikan jaminan pasar bagi Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Pekebun swadaya, memberikan akses petani swadaya untuk memperoleh bibit dan pupuk berkualitas.
Selanjutnya, memberikan bimbingan teknis peningkatan produksi TBS, memberikan bimbingan teknis peningkatan mutu TBS pekebun swadaya sesuai standar industri kelapa sawit, memberikan bimbingan teknis pola usaha tani/ berkebun yang baik (Good Agriculture Practices) dan berkelanjutan serta peningkatan nilai tambah produk sawit untuk peningkatan kesejahteraan pekebun.
Untuk Program Kemitraan untuk pemberdayaan pekebun dalam penanganan dampak Covid-19, kata Edi, pihaknya telah melakukan seperti produksi sabun cair dan hand sanitzer untuk mendukung upaya pencegahan Covid-19 di berbagai daerah. Lantas, produksi virgin oil dan produk turunannya sebagai makanan sehat dan personal care product yang terjangkau oleh masyarakat luas, serta pemanfaatan malam batik berbasis sawit.
“Ada juga pembuatan bahan bakar dari biomasa sawit untuk keperluan sendiri dan desa sekitar dan pengelolaan lahan sawit untuk tanaman tumpang sari dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan sendiri dan desa sekitar ,” kata Edi.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono, mengatakan, pihaknya tetap mendukung program kemitraan, bentuk dukungan itu berupa, pembentukan SATGAS Percepatan PSR GAPKI, yangmelibatkan seluruh Cabang GAPKI, kemudian, menjadi Anggota Pokja Penguatan Data dan Peningkatan Kapasitas Pekebun – Kemenko Perekonomian.
Lantas, aktif dalam koordinasi rutin untuk percepatan PSR dengan Kantor Menko Perekonomian, Ditjenbun, BPDPKS dan lainnya. “Serta mengawal dan meng-update secara rutin Percepatan PSR anggota GAPKI melalui Rapat Pusat & Cabang GAPKI,” kata Mukti.
Tidak hanya itu, papar Mukti, GAPKI pusat maupun cabang memiliki peran masing-masing, peran GAPKI pusat diantaranya, pengikatan perjanjian kemitraan / MoU dengan petani plasma.
Sementara General Manager Bisnis Komersial 2, PT. Bank Negara Indonesia, Tbk., Aryani Dwi Satiti, mengatakan pihaknya sangat mendukung industri kelapa sawit Indonesia. Hal ini terlihat dari pembiayaan industri kelapa sawit dari upstream hingga downstream di BNI dengan maksimum kredit Rp 70,1 T.
“BNI dapat menjadi bank utama untuk Industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan menyediakan produk, layanan dan transaksi untuk value chain industri sawit dari upstream, midstream, down stream hingga end user,” papar Aryani. Buyung N