
Masyarakat menjadi yang paling terdampak dari perubahan iklim. Program Kampung Iklim (Proklim) yang dijalankan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diharapkan bisa memicu sensitivitas perubahan iklim sehingga masyarakat di tingkat tapak bergerak melakukan aksi mitigasi dan adaptasi.
Demikian mengemuka pada Diskusi Pojok Iklim yang diselenggarakan Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI) KLHK, secara virtual, Rabu (31/3/2021). Pojok iklim adalah forum multipihak untuk berbagi pengetahuan dan praktik terbaik dalam pengendalian perubahan iklim.
Staf Ahli Menteri Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Laksmi Dhewanthi menyatakan penting sekali bagi masyarakat untuk mengenali dan sensitif terhadap perubahan iklim agar bisa melakukan aksi adaptasi dan mitigasi
Laksmi mengungkapkan data penelitian tahun 2016 terkait perhitungan tingkat sensitivitas perubahan iklim dengan menggunakan empat indikator, yaitu pengetahuan terhadap perubahan iklim, pemahaman terhadap proses perubahan, pemahaman terhadap dampaknya dan partisipasi masyarakat dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat sensitivitas perubahan iklim berada pada tingkat yang sedang atau belum optimal.
“Kampung iklim merupakan contoh yang pas sekali untuk konsep think globally act locally, bahwa aksi di tingkat tapak akan bisa memastikan semua pembicaraan, semua diskusi di tingkat global itu menjadi terwujud nyata dan bisa dinikmati manfaatnya oleh masyarakat,” kata Laksmi.
Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Sri Tantri Arundhati menjelaskan Proklim merupakan program berlingkup nasional yang dikelola KLHK untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Wali Kota Tangerang, Arief Rachadiono Wishmansyah menjelaskan strategi penguatan aksi adaptasi perubahan iklim di Kota Tanggerang saling terkoneksi untuk menciptakan Kota Tanggerang layak huni.
Dia menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam aksi tersebut. “Yang seharusnya sekarang didorong adalah bagaimana masyarakat tidak lagi menjadi objek tapi menjadi subjek pembangunan,” kata Arief.
Kepala Desa Poleonro, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Hardi menyatakan perlunya kerja sama antara KLHK dengan Kemendesa untuk pemberdayaan pendamping desa yang ada di setiap desa sebagai Agent of Change Pengendalian Perubahan Iklim.
Aksi pengendalian perubahan iklim di tingkat tapak perlu dijadikan sebagai salah satu variabel perhitungan besaran Dana Desa atau minimal menjadi syarat pengajuan pencairan Dana Desa.
Sementara itu, Pembina ProKlim RW 01, Sunter Jaya, DKI Jakarta, RB. Sutarno mengungakapkan pentingnya memperkuat kelembagaan dan bersinergi dengan Kelurahan, Kecamatan, Kotamadya, Suku Dinas/Dinas Lingkungan Hidup dan dengan berbagai macam dunia usaha.
“ProKlim tidak berjalan sendiri tetapi harus mendapatkan pembinaan dan arahan yang jelas, sehingga keberadaan kami tetap berjalan dan kampung menjadi nyaman. Setelah itu masyarakat akan memiliki kesadaran gaya hidup ramah lingkungan,” papar Sutarno.
Penyuluh Kehutanan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Sulistiyanto menyatakan bahwa Kelompok masyarakat lebih percaya diri dan lebih siap dalam aksi pengendalian perubahan iklim di tingkat tapak dengan mendaftar ProKlim, tentunya dengan dasar memaksimalkan potensi dan sumber daya yang ada, baik SDA/ SDM, kearifan lokal, kelola lelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha yang diberdayakan.
“Peran Penyuluh Kehutanan atau Pendamping ProKlim sangat strategis dalam mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan sasaran suluh, baik pelaku utama yaitu masyarakat maupun kelompok masyarakat,” jelas Sulistiyanto.
Ketua DPPP KLHK, Sarwono Kusumaatmadja menekankan pentingnya penguatan di tingkat tapak dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dia juga menekankan, kondisi saat ini membuat pemerintah harus berubah dengan berperan sebagai fasilitator, pendukung dan menjadi jembatan yang lurus di antara berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. Dikatakan Sarwono, jika tingkat tapak kuat, maka bangsa dan negara akan menjadi kuat.
Sugiharto