Bank Dunia menyetujui inisiatif baru yang memungkinkan negara-negara anggotanya yang terkena bencana alam dan guncangan besar lainnya bisa mengakses dengan cepat dana darurat yang ada di program pinjaman mereka. Langkah itu guna membantu negara-negara tersebut mengatasi masalah akibat makin rentannya dunia.
Penyempurnaan terhadap Perangkat Kesiagaan dan Tanggap Krisis Bank Dunia akan memungkinkan negara anggota menerima dengan segera sekitar 10% dana yang belum dicairkan dari pinjaman proyek atau fasilitas lainnya untuk tanggap darurat.
Direktur Pelaksana Operasional Bank Dunia, Anne Bjerde mengatakan kepada Reuters, Kamis (1/2), bahwa satu negara dengan pinjaman yang belum dicairkan sebesar 3 miliar dolar AS — dari total portofolio pinjaman 5 miliar dolar AS — bisa mengakses secara instan dana 300 juta dolar AS yang bisa dipakai saat terjadi bencana topan, gempa bumi ataupun pandemi. Dana instan ini tentu bisa sangat membantu di saat kesulitan.
“Kami mendengar tiap klien, mulai dari negara-negara berpendapatan rendah sampai pendapatan menengah, yang mengatakan ‘Ketika krisis melanda, kami tidak siap secara finansial dan kami harus melakukan segala macam pengorbanan yang tidak kami inginkan’.”
Bank Dunia juga akan meningkatkan akses anggotanya ke pendanaan darurat krisis yang lebih besar dan telah diatur sebelumnya sebagai bagian program pinjaman di masa depan, yang butuh reformasi kesiapsiagaan terhadap krisis serta langkah-langkah kelembagaan lainnya untuk membangun ketahanan.
Komponen ketiga yang disetujui dewan eksekutif Bank Dunia adalah memperluas penggunaan produk asuransi bencana guna melindungi dari bencana-bencana skala besar. Hal itu termasuk obligasi bencana yang memberikan pembayaran asuransi jika terjadi bencana angin topan atau bencana alam lainnya yang memenuhi ambang batas tertentu.
Jamaika sudah menjadi pionir untuk obligasi semacam ini, dan Presiden Bank Dunia Ajay Banga telah menyerukan perluasan obligasi tersebut untuk melindungi APBN negara-negara yang rentan terhadap bencana iklim dan ancaman lainnya, sehingga memberikan mereka “ketenangan pikiran”.
Bjerde mengatakan, melalui inisiatif tersebut, maka dana dari pinjaman proyek yang akan dilindungi oleh obligasi bencana, bisa digunakan untuk membayar fee pengaturan penerbitannya. Selama ini, biaya-biaya itu dibebankan kepada negara-negara yang menerbitkannya.
Lebih baik
Perubahan itu merupakan bagian dari upaya reformasi yang lebih besar oleh Bank Dunia untuk memperluas misi pemberian pinjaman pembangunan guna menangani perubahan iklim dan krisis global lainnya, dan memperbesar kapasitas pemberian pinjaman Bank Dunia secara signifikan.
“Pada dasarnya ini merupakan tanggapan kami atas suara-suara yang kami dengar” dari negara-negara klien, kata Bjerde, seraya menambahkan hal itu juga bagian dari upaya perbaikan operasional Banga untuk membangun sebuah “bank yang lebih baik” sebelum mencari peningkatan modal umum dari para pemegang saham.
Aspek-aspek lainnya dari perubahan operasional tersebut antara lain percepatan persetujuan pinjaman dan pencairan oleh Bank Dunia, tandas Bjerde. Saat ini, Bank Dunia — yang mempekerjakan 16.000 staf — butuh waktu rata-rata 27 bulan dari awal inisiasi proyek sampai terjadi pencairan pinjaman, termasuk 19 bulan untuk menyetujui pinjaman.
Dia mengatakan bahwa sampai akhir tahun fiskal pada 30 Juni, waktu persetujuan akan turun “beberapa bulan”. Namun, ambisinya adalah mengurangi jangka waktu itu sampai 12 bulan (1 tahun) pada akhir Juni 2025, bahkan untuk berbagai macam proyek yang rumit seperti pembangunan bendungan raksasa untuk PLTA.
“Dan kemudian saya ingin mempercepat pencairannya, karena jika Anda tidak mencairkan (pinjaman itu), berarti Anda tidak benar-benar melaksanakan pinjaman tersebut,” kata Bjerde. AI