Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna menyebutkan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yaitu melalui implementasi kebijakan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), termasuk di dalamnya yaitu mekanisme penurunan emisi dengan skema perdagangan karbon.
“Perdagangan karbon dan mitigasi perubahan iklim sangat erat kaitannya, karena perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme berbasis pasar yang digunakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim,” imbuh Dolly pada seminar nasional tentang pengenalan dan perkembangan perdagangan karbon di Indonesia secara hybrid (luring dan daring) yang diselenggarakan oleh Belantara Foundation bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Pakuan, dan PT. Syslab, Senin, 6 November 2023.
Seminar nasional secara luring diadakan di Ruang Teater Lantai 10 Gedung Graha Pakuan Siliwangi (GPS) Universitas Pakuan di Bogor, sedangkan daring diadakan melalui aplikasi zoom dan live streaming youtube Belantara Foundation. Acara ini dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Eps.8 (BLS Eps.8).
Pada perhelatan kali ini, panitia pelaksana menggandeng 6 universitas sebagai kolaborator yang mengadakan acara “nonton dan diskusi bareng” BLS Eps.8 bagi mahasiswa dan dosen di masing-masing universitas. Ke-6 universitas tersebut yaitu Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Andalas, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Tanjungpura dan Universitas Nusa Bangsa.
“Diperlukan kolaborasi, dukungan dan komitmen multi-pihak, baik pemerintah, akademisi, sektor swasta, masyarakat, NGO maupun seluruh aktor kehutanan dan energi dalam rangka mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada tingkat nasional maupun global”, tegas Dolly yang juga anggota Commission on Ecosystem Management IUCN.
Sebagai kontribusi dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dan meningkatkan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
Komitmen tersebut dibuktikan oleh Pemerintah Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi GRK Dalam Pembangunan Nasional.
Peraturan Presiden tersebut salah satunya berisi tentang Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK secara sukarela sebesar 29% dibandingkan Business as Usual (BAU) di tahun 2030 dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional. Dalam upaya pemenuhan target NDC tersebut, sektor kehutanan diharapkan berkontribusi sebesar 17.4% dan sektor energi sebesar 12,5% dari total target NDC.
Deputy Operation Manager PT. Syslab, Arief Setiawan, mengatakan manajemen PT. Syslab memiliki visi dan misi untuk ikut peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Dalam kegiatannya, PT Syslab tidak hanya business profit oriented dalam pengelolaan lingkungan akan tetapi kami ikut peran serta dengan edukasi dan seminar melalui Syslab Learning Institute.
Menurut Arief, terkait tema kali ini yakni Perdagangan Karbon (Carbon Trading) di Indonesia sepatutnya perlu menjadi perhatian agar kebermanfaatannya dapat dirasakan untuk masyarakat Indonesia dan Global.
PT Syslab sendiri mengembangkan untuk pendampingan teknis bagi perusahaan yang akan menjalankan pengelolaan dan perdagangan karbon melalui Syslab Study Team.
Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional pada Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wahyu Marjaka, menjelaskan bahwa sejak Protokol Kyoto bahkan jauh sebelum itu, Indonesia sudah mulai secara bertahap melakukan komitmen untuk penguatan pengurangan gas emisi rumah kaca. Pada tahun 2015, pemerintah di seluruh dunia berkomitmen lebih kuat lagi untuk pengendalian emisi gas rumah kaca secara global.
Indonesia meratifikasi Paris Agreement melalui Undang Undang No. 16 tahun 2016 tentang pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim). Semenjak itu, Indonesia mendesain berbagai tataran tahap demi tahap regulasi menjadi dasar implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
“NEK sangat penting menjadi salah satu dari berbagai regulasi atau substansial yang akan dilakukan Indonesia termasuk di dalamnya dari berbagai sektor NDC. Tidak hanya menjadi ukuran komitmen Indonesia tetapi juga menjadi dasar-dasar keberlanjutan di berbagai pembangunan di Indonesia,” ujar Wahyu.
Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Pakuan, Prof. Didik Notosudjono menyampaikan bahwa insan perguruan tinggi memiliki peran penting yang strategis dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Selain penyadartahuan (awareness) dan edukasi kepada masyarakat melalui program KKN, PKM, dan MBKM, para dosen dan mahasiswa juga dapat melakukan riset-riset dengan memanfaatkan teknologi terkini, yang dapat membantu dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menjadi lebih efektif.
“Melalui upaya tersebut, harapannya akan muncul kesadaran masyarakat untuk mengurangi emisi GRK”, pungkas Didik. ***