Pemerintah diharapkan bisa segera menyelesaikan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Keberadaan beleid tersebut penting sebagai payung hukum pembentukan lembaga pengelola pendanaan pengendalian perubahan iklim.
Pengamat kebijakan publik yang juga Delegasi Republik Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke 23 di Bonn, Jerman, Agus Pambagyo menyayangkan belum beresnya PP tersebut. “Proses birokrasi antar Kementerian untuk penerbitan beleid tersebut seharusnya bisa dibuat lebih cepat sehingga bisa segera ditandatangani Presiden,” kata dia ketika ditemui di sela penyelenggaran COP, Selasa (7/11/2017).
PP instrumen ekonomi lingkungan hidup sejatinya adalah amanat dari Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Salah satu yang akan diatur dalam PP itu nantinya adalah pembentukan dana perwalian (Trust Fund) pengelola dana lingkungan hidup. Termasuk yang akan dikelola adalah bantuan Internasional dalam pengendalian perubahan iklim.
Agus mengatakan, banyak negara yang menyatakan komitmen untuk membantu Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) . Ini merupakan bagian dari Persetujuan Paris, sebuah kesepakatan Internasional dalam pengendalian perubahan iklim. Namun, negara-negara tersebut menunggu terbentuknya trust fund yang akan mengelola dana yang akan mereka salurkan.
“PP tersebut penting untuk meningkatkan posisi tawar kita dalam negosiasi perubahan iklim,“ kata Agus yang berharap PP tersebut bisa tuntas sebelum COP 23 berakhir.
Sekadar mengingatkan, Indonesia termasuk Negara yang telah meratifikasi Persetujuan Paris dan telah mengajukan dokumen Niat Kontribusi Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) dengan target pengurangan emisi GRK sebanyak 29% pada tahun 2030 dengan upaya sendiri atau mencapai 41% dengan dukungan Internasional.
SUGIHARTO