Berlian sintetis (lab-grown) adalah berlian yang dibuat di fasilitas khusus dalam laboratorium. Secara fisik, kimia dan estetika, berlian hasil lab ini identik dengan berlian alami. Kini, pasar batu berlian asli pun mulai tergerogoti.
Ketika Jenny King-Modlin resmi bertunangan dua tahun silam, sebagai bukti cinta, sang kekasih memasangkan cincin berlian 1,3 karat ke jari manisnya.
Namun, tidak seperti cincin kawin yang mendominasi pasar global selama puluhan tahun, cincin berlian yang melingkar di jari Jenny adalah produk buatan di lab ketimbang batu berlian hasil menambang di perut Bumi. Harganya? Lebih murah sepertiganya.
“Buat aku, cincin ini seperti berlian, dia berkilau seperti berlian dan membuatku seperti mengenakan berlian,” ujar wanita 36 tahun yang berprofesi sebagai penulis dan aktor serta menetap di New York ini. “Ini bukan masalah keputusan etis. Ini soal duit. Dan kami jatuh cinta dengan cincin tersebut.”
Jenny tidak sendiri. Jutaan orang membeli perhiasan bertahtakan berlian sintetis, yang tidak hanya memiliki komposisi fisik, kimia dan estetika yang sama dengan berlian alami, tapi juga malah kerap lebih sedikit cacat, sehingga menjadikannya lebih gemerlap bersinar.
Booming permintaan berlian sintetis mulai mengubah secara radikal pasar perhiasan berlian global yang bernilai 89 miliar dolar AS atau sekitar Rp1.300 triliun.
Menurut Paul Zimnisky, analis independen yang mengumpulkan data transaksi berlian dari harga pasar ritel, pangsa pasar berlian buatan manusia ini melonjak dari 3,5% pada 2018 menjadi ke kisaran 16,5% — setara dengan 14,6 miliar dolar AS — pada tahun 2023 ini. Bandingkan dengan statistik angka penjualan berlian alami dalam denominasi dolar AS yang mendatar sejak tahun 2015.
“Peran berlian hasil penambangan akan menjadi produk khusus. Ngapain membeli satu faktor (lebih) untuk produk yang identik secara ikatan atom?” kata Martin Roscheisen, CEO Diamond Foundry, yang produksi berlian sintetisnya setara dengan produksi salah satu dari 5 besar penambang berlian dunia.
Harga 1 karat berlian alami yang sudah dipoles rontok lebih dari seperempatnya dari harga puncak 2022 ke posisi 5.185 dolar AS, kata Ziminsky. Ini harga terendah dalam 8 tahun ketika harus menghadapi saingan baru.
Namun, harga berlian sintetis juga makin terperosok lebih dalam, dari 5.000 dolar AS/karat yang sudah dipoles pada 2016 menjadi tinggal 1.425 dolar AS/karat, demikian temuan Zaminsky. Kondisi ini didorong oleh serbuan para pemasok untuk masuk ke pasar, mengalahkan hasrat membeli para pembeli perhiasan, dan secara skala ekonomi pun membuat harga turun.
Perbedaan popularitas antara batu berlian alami dengan batu berlian “buatan laboratorium” terungkap bulan ini.
Pandora, pedagang ritel berlian terbesar di dunia dari sisi penjualan, menyatakan akan memperluas lebih jauh segmen berlian yang punya pertumbuhan tercepat: berlian sintetis.
“Tahun 2010, saya bakal ragu masuk ke pasar ini karena kurangnya kesadaran konsumen,” ujar CEO Pandora, Alaxander Lacik kepada The Financial Times. “Dalam tempo 10 tahun lebih yang cepat, 60%-70% konsumen pun sudah mengetahui bahwa ada berlian hasil buatan lab.”
Sementara itu, perusahaan tambang berlian asal Kanada, Lucara Diamond mengatakan, mereka akan mengganti CEO mereka, Eira Thomas. Hal ini terjadi setelah perusahaan mengatakan ada “keraguan terkait kemampuan (perusahaan) untuk memenuhi komitmennya”, karena pembengkakan biaya untuk memperluas tambang bawah tanah mereka di Karowe, Botswana yang diperburuk oleh kelesuan makroekonomi serta makin populernya berlian sintetis.
Sulit dihadang
Berlian non-alami pertama kali dibuat oleh General Electric pada tahun 1954 untuk penggunaan komersial, seperti pisau bedah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, teknologi sudah mampu membuat berlian dalam skala massal yang lebih murah. Pada saat yang sama, konsumen juga makin sadar dengan dampak finansial serta masalah etis dari penambangan batu berlian alami.
Banyak pelaku industri berlian berharap, meningkatnya permintaan berlian hasil lab akan merangsang minat dan hasrat pembelian berlian versi orsinil — batu berlian yang terbentuk berkat tekanan dan pemanasan yang intens selama miliaran tahun lalu di dalam perut Bumi.
“Sisi positif untuk bisnis berlian alami adalah adanya barang kelas pemula (entry-level) yang bisa dijangkau banyak orang,” ujar Edahn Golan, managing partner Tenoris, perusahaan analis berlian. Harapannya, konsumen bisa “lulus” dan masuk ke kelas berlian alami, tambahnya.
Benarkah? Buat konsumen seperti Jenny, dia malah khawatir dengan kondisi pekerja tambang berlian dan memuji rendahnya emisi karbon dari hasil pembuatan berlian di lab. Para perusahaan tambang menolak kedua alasan Jenny dengan alasan mereka mempekerjakan ribuan orang di kawasan yang miskin, sementara berlian sintetis diproduksi di India dan China dengan menggunakan energi batubara.
Nampaknya penjualan berlian sintetis sulit dihadang dan dihentikan. Ekspor berlian sintetis yang telah dipoles dari India — negara pemotong dan pemoles berlian terbesar di dunia — melonjak mencapai 1,7 miliar dolar AS antara April 2022 sampai Maret 2023, atau naik 28% dibandingkan periode yang sama sebelumnya, demikian menurut data Gem and Jewellery Export Promotion Council (GJEPC) India.
Diamond Foundry sendiri berencana menggandakan produksi berlian sintetis dalam 3 tahun ke depan. Bahkan pimpinan industri pertambangan berlian dunia, De Beers, telah merilis cincin tunangan dengan berlian sintetis pada Juni 2023.
Sebaliknya, ekspor berlian potong alami dan polesan menurun 8% pada periode yang sama menjadi 22 miliar dolar AS.
“Kabar buruk untuk industri berlian adalah adanya unsur kanibalisasi. Hal itu terjadi pada cincin pertunangan,” ujar Golan.
Persaingan sengit
Namun, kekhawatiran juga makin besar, yakni jatuhnya harga berlian sintetis akan memicu kebangkrutan di seluruh produsen berlian sintetis dan pengecer perhiasan.
“Kekhawatiran mendasarnya adalah kita sedang menuju pertumpahan darah di pasar berlian buatan lab,” ujar, Direktur Pelaksana RCC Diamond Consultants, Richard Chetwode.
Al Cook, CEO De Beers, produsen berlian terbesar di dunia dari sisi nilai, mengatakan akan ada rasa sakit dalam jangka pendek, yakni keuntungan yang lebih rendah, akibat serbuan berlian sintetis. Namun, ancaman persaingan itu akan hilang.
“Semakin kuat kebakaran hutan, maka semakin cepat padam pula dengan sendirinya. Proses kebakaran itu sendiri sangat-sangat panas,” ujarnya.
Banyak pihak di industri berlian yang berpendapat bahwa titik balik sudah dicapai ketika para pengecer sudah tidak lagi melihat berlian sintetis punya margin keuntungan tinggi dan malah merugi, karena stoknya mengalami depresiasi terlalu cepat untuk membuat keuntungan.
David Kellie, CEO Natural Diamond Council, sebuah kelompok pelobi, mengatakan konsumen melihat berlian alami sama seperti ketika jam tangan Swiss menghadapi ancaman dari Apple Watches dan Fitbit.
“Orang tidak membeli jam tangan Swiss untuk melihat waktu,” katanya. “Apple mungkin menjual lebih banyak produk jamnya ketimbang seluruh industri jam tangan Swiss. Tapi itu tidak jadi masalah jika mereka tetap tumbuh selama periode itu.”
Melihat momentum yang tidak bisa dilawan terkait pasok berlian sintetis, Zimnisky mengatakan bakal terjadi “guncangan” di kalangan produsen berlian sintetis.
“Secara umum, menurut saya pasar telah berubah dari yang baru, anyar dan memikat menjadi kebanjiran pasok,” tandasnya.
Sementara Ketua Umum GJEPC India, Vipul Shah yakin bahwa kedua jenis perhiasan ini bisa hidup berdampingan. Namun, katanya, persaingan paling keras justru terjadi di kalangan produsen berlian sintetis itu sendiri.
“Siapapun tidak akan mampu bersaing dalam urusan harga… mereka akan tersingkir dari bisnis tersebut. Itulah yang sedang terjadi saat ini.”
Banyak pemain berlian sintetis yang bersikap optimis dengan ancaman guncangan tersebut. Vishal Mehta, pendiri sekaligus CEO Lumex — pedagang berlian sintetis yang berpusat di Dubai — sepakat bahwa ada kelebihan stok berlian sintetis yang signifikan, di mana harga yang murah merugikan produsen yang memiliki beban utang usaha. Namun, dia memperkirakan pasar akan menyesuaikan diri.
“Anda menemukan harga yang menguntungkan yang akan sesuai dengan konsumen, pengecer dan produsen,” papar Mehta. “Saya kira akan sedikit melampaui, dan itulah yang terjadi dengan teknologi baru.”
Sementara itu, pasar barang-barang mewah berusaha untuk tetap bersikap positif.
Salah satu toko perhiasan yang jadi klien Mehta baru-baru ini membuat kalung untuk anggota keluarga kerajaan di Teluk dengan menggunakan berlian orsinil senilai 8 juta dolar AS. Namun, berlian asli nan langka itu dikelilingi oleh gemerlap berlian sintetis yang harganya 100.000 dolar AS saja. Sang pemilik toko memberi tahu Mehta. “Saya melihat berlian sintetis seperti pigura pada karya Andy Warhol.” AI