Berkurang, Beban Petani di Awal Masa Tanam

* Berkat KUR Pertanian

Foto: Antara

Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Negeri Semarang, Prof. Sucihatiningsih Dian Wisika Prajanti menilai keberadaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian penting untuk mengurangi beban petani saat awal masa tanam.

“Dengan adanya fasilitas akses petani berupa program KUR di bidang pertanian, maka petani akan jauh lebih produktif apabila dapat terbantu permodalannya dalam bertani,” katanya di Semarang, Jawa Tengah, belum lama ini.

Menurut dia, pemerintah juga perlu mengurangi beban petani berupa fasilitasi kemudahan akses ke perbankan atau lembaga penyalur KUR lainnya dan memastikan ketersediaan jaringan irigasi pertanian yang baik.

Dengan KUR, lanjutnya, maka petani dapat menjauhi rentenir atau pinjaman modal dengan bunga yang tinggi. KUR pertanian dapat membantu petani memperoleh modal untuk memulai usaha tani. “Di samping itu, petani juga terbantu agar terhindar dari jeratan utang rentenir yang dapat membebani para petani,” tegasnya.

Sucihatiningsih menilai, peranan penyuluh pertanian cukup penting karena masih terdapat para petani yang mungkin belum memiliki informasi yang cukup mengenai manfaat dan tata cara mengakses KUR pertanian.

“Karena keterbatasan informasi dan pengetahuan, di sini peran penyuluh pertanian sangat vital untuk membimbing para petani tentang tata cara memperoleh KUR pertanian,” ujarnya.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil mengatakan, Presiden Joko Widodo telah mengingatkan agar penyaluran KUR jangan sampai salah sasaran ke sektor yang tidak produktif.

Bahkan, Presiden juga mendapat laporan saat ini KUR lebih banyak terserap untuk sektor perdagangan. Untuk itu, Presiden meminta agar KUR bisa terserap lebih banyak ke sektor mikro, khususnya pertanian.

“Sesuai arahan Presiden, KUR memang harus mengena sasaran, terutama sektor yang produktif, terutama pertanian,” ujar Ali.

Menurutnya, ada beberapa upaya mendukung KUR klaster pertanian. Misalnya, mendorong pembentukan klaster pertanian dengan menciptakan ekosistem di kalangan petani yang mempermudah proses pengajuan, pencairan dan penjaminan kredit sampai proses pemasaran produk pertanian.

“Upaya lainnya adalah mendorong kecukupan aspek teknis, mulai ketersediaan bibit, pupuk, teknologi pengolahan hingga pemasaran guna membangun ekosistem terintegrasi. Selain itu, membentuk percontohan klaster pertanian,” katanya.

Klasterisasi Pertanian

Direktur Pembiayaan Pertanian Dirjen PSP Kementan, Indah Megahwati mengatakan, saat ini juga sedang mengidentifikasi pembentukan 186 klaster di beberapa daerah dengan potensi debitur kecil sebanyak 35.062 orang. Mereka terdiri dari petani dan pelaku UMKM yang terkait dengan sektor pertanian, pariwisata dan lainnya.

Beberapa klaster tersebut antara lain klaster jeruk di Selorejo, Malang; klaster hutan pinus di Ponorogo; dan klaster kakao dan mete di Nusa Tenggara Timur. “Contoh lain klaster padi di Tangerang, yang mengarah pada eduagrowisata. Di Grobogan dan Klaten ada kedelai,” ujarnya.

Indah berharap, dengan KUR ini petani akan lebih mudah mendapatkan permodalan. Bahkan, pihaknya terus bersinergi dengan perbankan untuk membuat model permodalan KUR, salah satunya klasterisasi.

“Kita tahu, sesuai arahan Menteri Pertanian, dengan adanya refocusing anggaran, maka kita harus mencari kiat untuk mendapatkan pembiayaan pembangunan pertanian. Salah satunya, ya KUR ini,” ujarnya.

Ada beberapa tujuan pengembangan KUR klaster pertanian. Pertama, pembentukan klaster pertanian mendorong penyaluran KUR pertanian, karena mengurangi hambatan yang selama ini terjadi. Selain itu juga menciptakan ekosistem dari hulu ke hilir yang terintegrasi secara digital.

“Kita memang telah menyiapkan aplikasi, namanya Simpultan, di mana petani, offtaker dan penyalur dijadikan satu dalam ekosistem secara luas. Bisa 10 hektare (ha), 50 ha atau 100 ha, bahkan bisa 1.000 ha,” kata Indah, seraya menambahkan pihaknya telah membuat pilot project di NTT seluas 1.000 ha untuk tanaman pangan.

Kedua, petani dimudahkan mendapatkan akses pembiayaan KUR dari bank. Sebab, klaster pertanian dikelola berkelompok dan dimonitor oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) atau Poktan/Gapoktan yang berfungsi sebagai distributor sarana produksi pertanian.

Ketiga, BUMDES, Poktan/Gapoktan membantu memasarkan kepada pembeli potensial yang bertindak sebagai offtaker. BUMDES juga mengelola hasil pertanian dan pembayaran pinjaman petani penerima KUR.

Keempat, penyaluran KUR pertanian berbasis klaster juga akan meningkatkan kepercayaan bank untuk menyalurkan kredit kepada petani. “Ini kita sudah lakukan pada tahun 2021. Ada yang model close loop atau program Makmur Pupuk Indonesia,” ujarnya. PSP

Diserang Hama Penyakit, Kementan Sarankan Petani Ikut Program AUTP

Kementerian Pertanian (Kementan) menyarankan kepada petani Lamongan, Jawa Timur untuk mengikuti program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Hal itu untuk mengantisipasi kerugian yang timbul akibat hama penyakit yang menyerang tanaman padi petani Lamongan.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengingatkan bahwa AUTP merupakan program perlindungan kepada petani. Tujuannya memberikan jaminan bahwa petani akan tetap dapat mengupayakan budidaya pertaniannya, meski mengalami gagal panen.

Program yang diluncurkan oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) ini akan memberikan pertanggungan kepada petani ketika mengalami gagal panen.

“AUTP ini dirancang agar petani tetap dapat bekerja optimal meningkatkan produktivitas dalam kerangka menjaga ketahanan pangan kita,” tuturnya.

Syahrul menyebutkan, jika lahan pertanian yang sudah diasuransikan, kemudian gagal panen karena serangan hama atau bencana alam (banjir dan kekeringan), petani akan mendapat ganti rugi dari pihak asuransi.

“Makanya, kami selalu ingatkan petani untuk ikut program asuransi,” katanya

Direktur Jenderal PSP Kementan, Ali Jamil menambahkan, program AUTP akan memberikan pertanggungan sebesar Rp6 juta/ha/musim kepada petani ketika mengalami gagal panen.

“AUTP merupakan program proteksi agar petani memiliki kekuatan untuk terus dapat menanam kembali meski mengalami gagal panen,” tutur dia.

Dikatakannya, pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan iklim dan serangan hama OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan). Oleh karenanya, program ini diluncurkan agar ketahanan petani dari segi permodalan untuk memulai kembali budidaya pertaniannya tetap terjaga.

“Program AUTP diluncurkan sebagai bentuk kepedulian agar petani tetap dapat berproduksi dalam kondisi dan situasi apapun,” ujar Ali.

Direktur Pembiayaan Ditjen PSP Kementan, Indah Mengahwati menuturkan, dengan AUTP petani tetap dapat menanam kembali. Harapannya, kata dia, produktivitas pertanian tidak terganggu, yang artinya tingkat kesejahteraan petani juga terjaga.

“Program AUTP ini juga bertujuan untuk menjaga tingkat produktivitas petani agar tak terganggu ketika mengalami gagal panen,” papar dia.

Dikatakan Indah, secara teknis petani harus memenuhi beberapa persyaratan untuk mengikuti program AUTP ini.

Pertama, petani harus terlebih dahulu tergabung dalam kelompok tani. Mereka lalu mendaftarkan lahan yang akan mereka asuransikan.

Mengenai pembiayaan, Indah mengatakan, petani cukup membayar premi sebesar Rp36.000/ha/musim tanam dari premi AUTP sebesar Rp180.000/ha/musim tanam. “Sisanya sebesar Rp144.000/ha setiap musim tanam disubsidi pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ada banyak manfaat dari program AUTP ini yang tentunya dengan biaya ringan,” katanya. PSP