Bermitra, Solusi Sejahterakan Petani Tembakau

Ketua APTI Soeseno

Petani yang bergabung dalam kemitraan terbukti memiliki pendapatan yang lebih tinggi. Hal ini terungkap dari penelitian yang dilakukan Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Nunung Nuryartono yang dipaparkan di Jakarta, Jumat (17/1/2020).

“Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali lebih dalam mengenai skema kemitraan serta menuai pelajaran dari keberhasilan tersebut untuk kami rumuskan sebagai rekomendasi skema kemitraan kepada pemerintah,” ujar Nunung dalam kajiannya

Kajian tersebut merupakan kerja sama Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Menurut Ketua Umum APTI Soeseno, faktor penentu keberhasilan bentuk kemitraan yang cocok untuk setiap daerah berbeda-beda, namun secara umum melalui penelitian yang dilakukan IPB, kemitraan menjadi salah satu bentuk kerjasama yang menguntungkan petani dari segi produktivitas yang berkualitas dan tentunya pendapatan petani.

“Saya sebagai petani tembakau telah merasakan manfaat dari mengikuti program kemitraan. Dengan kehadiran hasil studi ini maka kami berharap ini menjadi bukti bahwa program kemitraan merupakan salah satu kunci peningkatan kesejahteraan petani,” ujar Soeseno

Kemudian, Soesono menambahkan, salah satu solusi agar petani tembakau bisa meningkatkan kapasitas dan kualitas tembakau dalam negeri adalah melalui kemitraan. Bukan melalui pembatasan impor tembakau.

Sementara itu,  Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Danang Girindrawardana mengapresiasi  inisiatif APTI dan IPB dalam melakukan penelitian. Keterlibatan dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan mulai dari hulu ke hilir, termasuk petani, pengusaha dan pemerintah, sangat diperlukan untuk memastikan keberlangsungan suatu industri agro.

“Sebagai pengusaha, kepastian hukum dan dukungan pemerintah juga masyarakat sangat diperlukan agar industri dapat terus bertumbuh serta mampu terus berkontribusi bagi pembangunan nasional,” ungkapnya.

“Kami mengapresiasi perhatian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; Kementerian Perindustrian; dan Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang selama ini berkenan menerima keluhan kami selama ini. Kami berharap hasil studi kami ini dapat menjadi referensi guna perumusan kebijakan terkait tembakau yang lebih berimbang dan tepat sasaran, demi keberlangsungan IHT (Industri Hasil Tembakau) di Indonesia,” kata Soeseno.

Atiyyah Rahma