Penerapan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) berpotensi menimbulkan instabilitas pada harga beras di dalam negeri dan sulit dikontrol pemerintah.
‘BPNT berpotensi menimbulkan kenaikan pada harga beras di pelbagai daerah,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron, dalam FGD Evaluasi Pelaksanaan Pangan di Kantor Perum Bulog, Jakarta, Jumat (22/09/2017).
Menurut Herman, potensi gejolak harga itu dikarenakan dengan diterapkannya BPNT maka mekanisme penyaluran beras yang sebelumnya dijalankan oleh Perum Badan Usaha Logistik (Bulog) digantikan oleh sistem e-warung.
Seperti diketahui, BPNT adalah bantuan pangan dari pemerintah yang diberikan kepada keluarga penerima manfaat (KPM) setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli pangan di e-Warong KUBE PKH / pedagang bahan pangan yang bekerjasama dengan Bank HIMBARA.
Program BPNT telah diluncurkan pada Pebruari lalu. Peluncuran ini dilakukan melalui program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Program ini juga diluncurkan serentak di 44 kota di Indonesia.Namun hingga kini penerapannya belum berjalan lancar.
Jika benar-benar diterapkan, BPNT akan menggantikan peran Perum Bulog yang selama ini menjadi pemasok beras untuk program Rastra (beras sejahtera) yang diberikan kepada keluarga miskin.
Herman mengatakan, jika BPNT diterapkan, maka harga beras antara satu daerah dengan daerah lainnya di Indonesia akan berbeda/
“Harga beras di Papua tentunya akan berbeda dengan harga beras di Aceh Jaya,” ucapnya.
Padahal, dengan program Rastra saat ini, Perum Bulog mampu menerapkan harga beras secara seragam di seluruh Indonesia, yakni Rp 1.600 per kilogram untuk keluarga miskin yang jumlahnya mencapai 14 juta keluarga.
Herman menyarankan pemerintah untuk tetap mempertahankan program Rastra dengan diikuti langkah-langkah perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang ada dalam penerapan program tersebut saat ini.
“Lebih baik memperbaikan kelemahan-kelemahan yang ada dalam program Rastra dan melanjutkannya,” usul Herman.
Sementara pengamat masalah pangan dan pertanian, Khudori menyatakan jika BPNT diterapkan, maka fungsi dan peran Perum Bulog akan mengalami perubahan pula.
“Jika Perum Bulog tidak dilibatkan dalam BPNT, maka tidak logis juga untuk memerintahkan Perum Bulog untuk menyerap beras petani,” katanya.
Selain itu, jika Perum Bulog tak dilibatkan, pemerintah harus mampu memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) sekitar 1,5 juta ton hingga 2 juta ton. “Dana untuk pengadaan CBP itu akan jauh lebih besar dari dana pengadaan beras untuk Rastra yang hanya mencapai sekitar Rp21,7 triliun,” paparnya.
Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan pihaknya akan menuruti kebijakan yang akan diambil pemerintah terkait penyaluran beras ke rakyat miskin. “Bagi kami yang terpenting adalah bagaimana menjaga agar petani tetap sejahtera dan masyarakat juga terpenuhi kebutuhan pangannya,” ujarnya. B Wibowo