Keberadaan embung yang dibangun Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) membuat petani di beberapa wilayah Indonesia menjadi optimis menghadapi musim tanam (MT) kedua atau saat musim kemarau.
Manfaat itu paling tidak dirasakan petani yang tergabung di Kelompok Tani Pasaraya, Desa Wanasari, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Petani bisa melakukan tanam kedua di musim kemarau tahun ini.
Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen PSP, Rahmanto mengatakan, embung yang sudah terbangun harus dimanfaatkan untuk melayani minimal 25 hektare (ha) lahan terairi. “Dengan demikian, pembangunan embung mampu berkontribusi dalam peningkatan ketahanan pangan nasional,” katanya.
Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta, Agus R Suharlan menyambut baik dukungan Kementan yang mengalokasikan anggaran untuk pembangunan embung di Purwakarta.
Menurut dia, kegiatan tersebut sejalan dengan program Pemda Purwakarta dalam memaksimalkan pengembangan daerah cetak sawah baru seluas 75 ha sebagai upaya penanganan alih fungsi lahan.
“Tentunya perlu dukungan bangunan konservasi air berupa embung sebagai upaya pengembangan sumber air lokal yang bersumber dari mata air yang berpotensi sebagai suplesi air irigasi untuk lahan cetak sawah baru tersebut,” papar Agus.
Pemerintah Purwakarta berkonsentrasi dalam mengupayakan pengembangan sumber air lokal, mengingat keseluruhan lahan sawah dengan luasan 18.127 ha merupakan daerah non irigasi teknis, namun tetap surplus sebagai penyedia pangan untuk wilayah Jawa Barat.
Keberadaan embung, kata Agus, dapat mengatasi masalah kekurangan air di lahan sawah Kelompok Tani Pasaraya dan sekitarnya. Embung terbukti mampu mengoptimalkan aliran air dari mata air Citeurep Cidaniang, sangat ideal sebagai upaya konservasi air yang tepat guna.
Ketua Poktan Pasaraya, Mamad, mengakui jika embung memiliki dampak yang sangat positif buat petani. “Kami berterima kasih Ditjen PSP yang telah mengalokasikan bantuan berupa embung tahun ini,” katanya.
Menurut Mamad, embung yang telah terbangun sangat membantu petani di sekitar wilayah Desa Wanasari, Kecamatan Wanayasa untuk melakukan tanam kedua dengan target peningkatan produksi semula 3 ton/ha menjadi 4 ton/ha. “Selain itu kami juga akan berusaha meningkatkan indeks pertanaman (IP) menjadi 5 kali tanam dalam dua tahun,” katanya.
Dirjen PSP, Kementan Sarwo Edhy menyebutkan, pengelolaan air atau water management merupakan langkah yang baik untuk memastikan ketersediaan air selama musim kemarau.
“Mengingat bulan ini diprediksi puncak kemarau, maka kita sarankan petani untuk memaksimalkan pemanfaatan air melalui bangunan konservasi air berupa embung atau dam parit atau long storage,” katanya, Jumat (18/9/2020).
Dia menambahkan, dengan teknik pemanenan air hujan atau aliran permukaan pada musim hujan sebagai suplesi air irigasi pada saat terjadi krisis air di musim kemarau. “Harapannya pembangunan embung pertanian mampu mengairi sawah saat kemarau sehingga dapat peningkatan produktivitas tanaman,” katanya.
Bangkalan
Manfaat keberadaan embung juga dirasakan petani di Bangkalan untuk menghadapi kekeringan. Petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Al- Falah, di Desa Banteyan, Kecamatan Klampis, Bangkalan mendapat bantuan Kementan untuk membangun embung.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, kekeringan adalah masalah serius buat pertanian yang harus ditangani dengan tepat.
“Pembangunan embung melalui kegiatan padat karya di Ditjen PSP, merupakan salah satu pemecahan masalah kekeringan bagi lahan pertanian di daerah kering. Karena embung menampung air yang bisa digunakan saat kemarau,” tegasnya, Kamis (17/9/2020).
Sementara Sarwo Edhy mengatakan, pengembangan embung yang lokasinya relatif dekat dengan kawasan pertanian, merupakan upaya konservasi air yang tepat guna, murah dan spesifik lokasi.
Dia menambahkan, embung juga dapat mengatur ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air (water demand) di tingkat usaha tani.
“Pola konservasi air yang sederhana tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan petani, yaitu menampung air limpasan atau dari mata air, dan atau meninggikan muka air dalam skala,” terangnya.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi dari lokasi pembuatan embung meliputi, tekstur tanah sebaiknya lahan dengan tanah liat berlempung, kemiringan lahan areal pertanaman antara 8%- 30% agar limpahan air permukaan dapat dengan mudah mengalir ke dalam embung dan air embung mudah disalurkan ke petak-petak tanaman, dekat dengan saluran air yang ada di sekitarnya atau memiliki daerah tangkapan hujan
Desa Banteyan, Bangkalan, adalah merupakan salah satu daerah kering yang mana mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani lahan kering.
Sebelum ada embung, masyarakat petani di Desa Banteyan, khususnya anggota Poktan Al-Falah 4, hanya mengandalkan irigasi sawah dari hujan. Karena di daerah tersebut tidak terdapat sungai yang cukup besar dan mampu untuk mengairi areal persawahan.
Akibatnya, masyarakat tani di Desa Banteyan hanya mampu melakukan penanaman satu kali dalam satu tahun karena pada umumnya areal persawahan yang ada merupakan persawahan tadah hujan.
“Setelah dibangunnya embung, masyarakat tani di Desa Banteyan mampu melakukan penanaman dua hingga tiga kali dalam satu tahun dengan pola tanam padi – palawija – palawija. Mereka mampu melakukan penanaman sebanyak hingga dua kali karena areal persawahan mereka mampu dialiri air walaupun pada saat musim kemarau dari air yang terdapat didalam embung yang dialirkan melalui pompa air yang mereka kelola secara swadaya dari kas kelompok,” terang Sarwo Edhy lagi.
Air yang terdapat di dalam embung ini adalah berasal dari sumur bor yang terdapat di sekitar embung yang mereka lakukan secara swadaya kelompok.
Selain dari sumur bor, air yang mengisi embung tersebut adalah juga berasal dari air hujan pada musim serta air sungai yang mereka naikkan dengan pompa ke dalam embung tersebut.
Sementara embung yang dibangun Ditjen PSP Kementan dilakukan secara swakelola oleh Kelompok Tani Sumber Rejeki, di Dusun Sebrang Bendo, Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, juga bermanfaat untuk mendukung revitalisasi tanaman apel di demplot.
Saji dari Kelompok Tani Sumber Rejeki, mengatakan embung bermanfaat dan memenuhi kebutuhan air pertanian. “Untuk air, kami memang masih mebutuhkan terutama saat kemarau. Tapi dengan adanya embung, kami berharap kebutuhan air dapat diatasi,” katanya.
Banyuwangi
Sementara di Kabupaten Banyuwangi, pembangunan embung juga membuat sektor pertanian makin menggeliat. Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, pembangunan infrastruktur sumberdaya air yang dilakukan di Kabupaten Banyuwangi berupa pembangunan embung di Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo.
“Pembangunan embung ini kita lakukan untuk mendukung pertanian dari hulu sampai hilir. Kita juga ingin meningkatkan indeks pertanaman sehingga hasil produksi yang bisa dicapai menjadi lebih maksimal,” tuturnya.
Sarwo Edhy menjelaskan, pembangunan embung bukan hanya untuk memastikan ketersediaan air untuk pertanian. “Tetapi kita juga berharap luas tanah yang bisa terairi bisa meningkat. Sehingga hasil pertanian juga bertambah,” katanya.
Di Banyuwangi, jaringan irigasi primer mencapai 3.718 kilometer, irigasi sekunder 2.204 kilometer, dan irigasi tersier 797 kilometer. Jaringan tersebut mengairi sekitar 66.000 ha sawah. Selain itu, ada kawasan perkebunan sekitar 82.000 ha yang juga membutuhkan sumberdaya air dalam skala tertentu.
“Embung bisa menjadi andalan petani untuk mendapatkan sumber pengairan disaat rendahnya curah hujan dan berkurangnya pasokan air dari sistem irigasi teknis,” katanya.
Untuk tahun anggaran 2020 ini, pembangunan embung pertanian dilaksanakan pada satu Kelompok Tani Tentren di Desa Kalipait Kecamatan Tegaldlimo.
Keberadaan embung di Poktan Tentrem yang berada di Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi akan sangat bermanfaat bagi petani sekitar embung untuk menjadi sumber pengairan nya.
Ketua Poktan Tentrem Suprayitno mengatakan, embung yang dikelola oleh Poktan Tentrem ini dapat memberikan pelayanan pengairan pada lahan pertanian di sekitarnya seluas 25-30 ha. “Air dari embung dapat juga dimanfaatkan untuk kebun-kebun buah naga dan jeruk di sekitar sini. Oleh karena itu, masyarakat Desa Kalipait, khususnya Kelompok Tani Tentrem, merasa sangat berterimakasih atas dibangunnya embung ini,” tuturnya.
Selain sebagai sumber pengairan pada lahan pertanian, masyarakat sekitar embung mempergunakan sarana ini untuk kepentingan sehari hari seperti mencuci dan untuk budidaya ikan yang hasilnya juga dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar embung tersebut.PSP