Ditjen PSP akan Bangun UPPO 960 Unit

* Selama Tahun 2022

Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2022 ini akan membangun sedikitnya 960 Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO), yang tersebar di berbagai provinsi.

Program tersebut sudah mulai dilaksanakan, seperti  di Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana Kelompok Tani Milenial Group, Desa Wewaria, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende mendapat paket bantuan UPPO. Paket itu berupa ternak sapi, alat pengolahan pupuk dan lainnya.

Selain itu, paket ini juga sudah direalisasikan di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Di Sulawesi Selatan (Sulsel), Kelompok Tani Pa’Mai Baji di Desa Pallantikang, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa, juga sudah mendapatkan bantuan UPPO.

UPPO dihadirkan untuk mendorong petani menggunakan pupuk organik dari produksi sendiri. Dengan adanya bantuan UPPO, petani bisa membuat pupuk organik, minimal untuk menenuhi kebutuhan anggota kelompok.

Penggunaan pupuk organik dinilai penting untuk meningkatkan kembali kesuburan tanah yang sudah rusak akibat terlalu banyak menggunakan pupuk anorganik. Jika tanah subur, otomatis produktivitas pertanian meningkat.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjelaskan, penggunaan pupuk anorganik yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun secara intensif dan berlebihan telah menyebabkan kerusakan struktur tanah, soil sickness (tanah sakit) dan soil fatigue (kelelahan tanah) serta inefisiensi penggunaan pupuk anorganik.

Terjadi degradasi mutu lahan pertanian akibat penggunaan pupuk anorganik. Untuk mengembalikan tingkat kesuburan lahan, salah satunya dilakukan dengan mengembangkan penggunaan pupuk organik.

“Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah, meningkatkan daya tahan dan daya serap air, memperbaiki drainase dan pori-pori dalam tanah serta menambah dan mengaktifkan unsur hara,” jelasnya.

Untuk itu, Kementan melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), sejak tahun 2015 telah membuat kegiatan UPPO. Pelaksanaan kegiatan ini masuk dalam Bantuan Sosial Ditjen Ditjen PSP di tahun 2015/2016.

Kemudian program dilanjutkan tahun 2017-2019 dan masuk dalam kriteria Bantuan Pemerintah (Banpem) melalui Ditjen Tanaman Pangan. Hingga akhirnya di tahun 2020 sampai sekarang, program ini di bawah koordinasi Ditjen PSP dengan mekanisme Banpem.

Tahun 2020 sudah tercatat sebanyak 5.400 unit UPPO yang diberikan kepada  kelompok tani. Tahun 2021 ditargetkan 1.328 unit; tahun 2022 ini sebanyak 960 unit yang tersebar di 30 provinsi.

Bantuan UPPO terdiri dari rumah kompos dan dilengkapi bak fermentasi, kandang komunal, ternak sapi/kerbau sebanyak 9 ekor sapi terdiri 2 jantan dan 7 betina, alat pengolah pupuk organik (APPO) dan kendaraan roda 3.

Anggaran UPPO sebesar Rp200 juta/unit, yang diberikan dalam dua tahap melalui transfer ke kelompok tani. Tahap pertama sebesar 70% dari total anggaran dan sisanya 30% setelah bangunan fisik selesai.

Dirjen PSP Kementan, Ali Jamil menyebutkan, pemerintah mendukung penuh ketersediaan pupuk organik petani secara mandiri melalui fasilitas bantuan UPPO.

“Tujuan dari program ini adalah memproduksi pupuk organik secara kelembagaan (Koptan). Utamanya untuk mendukung peningkatan produktivitas, mutu hasil serta memberikan nilai tambah dan pendapatan petani,” ujar Ali.

Melalui program UPPO, petani bisa membangun rumah kompos, bak fermentasi dan kandang komunal, yang dapat dilakukan oleh petani/Koptan, sehingga dari kegiatan padat karya ini petani mendapat tambahan penghasilan.

Ali Jamil mengatakan, pemerintah memberikan fasilitas penyediaan pupuk sebagai salah satu perlindungan kepada petani. Hal ini sesuai UU No. 19 Tahun 2013 mengenai Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. “Bentuk perlindungan dan pemberdayaan tersebut di antaranya penyediaan sarana dan prasaran produksi yang diperlukan petani,” katanya.

Perbaiki Hara Tanah

Dia mengatakan, salah satu upaya pemerintah dalam pertanian ramah lingkungan adalah pengembangan pupuk organik melalui UPPO.

Pupuk organik yang telah dikomposkan ataupun segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sumber nutrisi tanaman.

“Pupuk organik yang telah dikomposkan dapat menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat, karena selama proses pengomposan telah terjadi proses dekomposisi yang dilakukan oleh berbagai macam mikroba,” kata Ali.

Ali melanjutkan, pembangunan UPPO diarahkan pada lokasi yang memiliki potensi sumber bahan baku pembuatan kompos, terutama limbah organik/limbah panen tanaman, kotoran hewan/limbah ternak dan sampah organik rumah tangga pada subsektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan rakyat dan peternakan, terutama pada kawasan pengembangan desa organik.

Kementan mendorong petani untuk menggunakan pupuk organik untuk turut merehabilitasi tanah. “Pupuk organik dapat menyediakan hara tanaman dan memperbaiki struktur tanah, baik dalam memperbaiki drainase dan pori-pori tanah,” jelasnya.

Kementan, lanjutnya, bukan mendorong substitusi pupuk kimia ke pupuk organik. “Kami mendorong penggunaan pupuk secara berimbang karena zat hara yang dibutuhkan tanaman juga ada di pupuk anorganik. Karenanya, petani harus seimbang dalam menggunakan kedua pupuk tersebut agar lahan sehat, produksi meningkat dan produktivitas melesat,” paparnya.

Menurut Ali, Kementan memberikan stimulan bantuan kepada kelompok tani yang dikelola secara swadaya berupa UPPO untuk produksi pupuk kandang sebagai pupuk dasar tanaman. “Harapannya, pupuk kandang ini mampu mempercepat pertumbuhan pakan ternak,” katanya.

Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP Kementan, Muhammad Hatta menambahkan, pupuk kandang yang akan diproduksi adalah pupuk organik berbahan dasar kotoran hewan (kohe) merupakan bahan utama kesuburan lahan pada setiap musim tanam.

Kebutuhan pupuk kandang atau kompos setiap tahunnya selalu bertambah, sehingga beberapa kelompok tani berharap mendapatkan bantuan UPPO untuk mencukupi kebutuhan pupuk kompos bagi anggotanya atau untuk usaha produksi dan dipasarkan.

“Kami berharap kelompok tani segera dapat mewujudkan pembangunan UPPO yang terdiri dari kandang sapi komunal, rumah kompos, kantor UPPO, mesin APO, motor roda tiga sebagai alat transportasi barang yang dikerjakan secara swakelola,” katanya.

Dekomposer Suburkan Lahan

Sementara itu, Poktan Maju Makmur Jaya, Desa Mulyorejo, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah membuat dekomposer sebagai pengurai kompos yang akan diaplikasikan di lahan pertanian.

Petani yang tergabung dalam kelompok tani (Poktan) Makmur Jaya dan Glagah Wangi melakukan pembuatan dekomposer dengan bimbingan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Mulyorejo, Maskan Hadi.

Maskan Hadi mengatakan, pembuatan dekomposer ini dilakukan untuk mengurangi biaya produksi di dalam mengolah lahan dan menghasilkan hasil panen yang melimpah.

“Petani harus meningkatkan kreativitas di dalam menyuburkan lahan pertaniannya, salah satunya dengan membuat dekomposer sebagai bahan pengurai pupuk kompos,” katanya.

Secara teknis, pembuatan dekomposer tidak sulit. Petani hanya memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat dekomposer antara lain brabas/rumen kambing atau sapi 5 kg, dedak halus 5 kg, nanas 2 kg yang diblender dengan kulitnya, air cucian beras/leri 10 liter, molase/tetes tebu 6 liter.

Sedangkan alat-alat yang dibutuhkan antara lain, drum plastik, ember, alkohol, spray dan alat pengaduk. “Proses pembuatannya terbilang mudah, yaitu dengan mencampurkan semua bahan dalam media perkembangbiakan, dicampur dan diaduk agar terlarut secara merata, selanjutnya fermentasi dilakukan secara tertutup, dan setiap pagi diaduk selama 2 menit dalam rentang waktu 5-7 hari,” jelas Maskan.

Maskan Hadi mengatakan, perkembiakan untuk memperbanyak secara berulang dapat dilakukan dari hasil yang sudah jadi. Dekomposer dapat dibiakkan lagi dengan menjadikan 5 bagian.

Setiap bagian ditambahkan bahan-bahan antara lain 15 liter molase/gula tetes, 10 liter air cucian beras, 10 kg dedak, 5 kg nanas yang sudah diblender dan air sebanyak 150 liter.

Cara mengaplikasikan dekomposer pada kompos sangat sederhana. Bila lebih banyak takarannya, maka akan semakin cepat mengurai dan mempercepat proses pengomposan. PSP