Food Estate yang dikomandani Kementerian Pertanian (Kementan) diklaim sukses mendorong swasembada pangan di dua kabupaten di Kalimantan Tengah, yaitu Kapuas dan Pulau Pisang.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya sangat berkomitmen dalam upaya pengembangan Food Estate. Melalui program lumbung pangan ini, kebutuhan pangan masyarakat Indonesia dapat dipenuhi.
Apalagi, yang dikembangkan di area Food Estate adalah multikomoditas. Sehingga, saat panen, semua kebutuhan bisa terpenuhi. “Di area ini ada tanaman pangan, seperti padi, hortikultura, perkebunan, juga ternak,” katanya.
Kawasan lumbung pangan di Kalimantan Tengah (Kalteng) akan digarap di lahan seluas 168.000 hektare (ha). Di tahun 2020 telah dikerjakan seluas 30.000 ha sebagai model percontohan.
Lahan ini ada di Kabupaten Pulang Pisau seluas 10.000 ha dan Kapuas 20.000 ha. Total luas areal yang dipersiapkan kurang lebih mencapai 1.000 ha. Lalu, ada areal yang sedang dalam penggarapan seluas 215 ha.
Ditargetkan, dengan peningkatan luas tanam dan produksi komoditas bawang merah, bawang putih dan kentang serta memperkuat kerjasama dan sinergi antarpetani dengan stakeholders terkait.
“Proyek ini akan menggarap sekitar 30.000 ha lahan untuk dikelola hingga 3 tahun kedepan. Untuk tahun 2020 pengerjaan dimulai dari klaster terpadu seluas 1.000 ha sebagai percontohan nasional,” kata Syahrul.
Mentan mengatakan, pengembangan kawasan Food Estate ini menjadi program berskala besar. Sehingga mekanisasi alat-alat modern sangat diperlukan, selain diperlukan keterlibatan petani setempat pula.
“Pengembangan korporasi petani menjadi prioritas agar petani menguasai produksi dan bisnis pertanian dari hulu ke hilir,” ujarnya.
Korporasi petani bukan sekadar bertumpu pada produktivitas dan kualitas produksi pertanian, namun lebih banyak ditentukan kemampuan SDM menjalankan bisnis yang profit oriented. Petani harus mendapat untung.
Petani menjual beras sebagai produk hilir, bukan gabah sebagai produk hulu. Begitu pula produk olahan lainnya dari komoditas pertanian yang ditanam di Food Estate. Untuk itu, BPPSDMP akan mendukung kesiapan dalam aspek SDM pertanian untuk Food Estate.
Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi menyatakan, jajarannya siap bekerja maksimal untuk Food Estate di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumut dan Kalteng dengan mengawal dan mendampingi SDM pertanian mendukung korporasi petani.
“Kita akan memastikan pendampingan terhadap petani di lokasi Food Estate berjalan maksimal. Memaksimalkan kinerja BPPSDMP untuk memastikan petani Food Estate mendapatkan pendampingan, khususnya dalam hal korporasi petani,” ungkapnya.
Dedi Nursyamsi mengatakan, BPPSDMP juga akan mengerahkan penyuluh. Menurutnya, penyuluh berperan penting pada korporasi petani di Food Estate. Pertama, untuk input sumberdaya meliputi budaya kerja/etos, pengetahuan, komoditas dan prasarana-sarana.
Kedua, dalam kaitan penetapan model bisnis, membangun lembaga dan legalitas, menumbuhkan tata kelola lembaga dan menjalankan proses bisnis. Ketiga, melaksanakan output promosi mencakup kemitraan, modal dan investasi.
“Penyuluh juga berperan mendukung akses petani ke pasar. Peningkatan nilai tambah hasil produksi menjadi produk olahan. Bukan bahan mentah, yang selama ini tidak banyak mendatangkan laba bagi petani,” katanya.
Pengembangan pertanian di wilayah lumbung pangan dilakukan melalui teknologi modern yang sudah ada. Pada kawasan pengembangan Food Estate akan dibangun model bisnis korporasi. Pengembangan kawasan ini dilakukan dengan teknologi optimalisasi lahan rawa secara intensif guna meningkatkan produksi dan indeks pertanaman (IP).
Benteng Pangan Nasional
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil mengatakan, program Food Estate direalisasikan untuk mendukung tujuan pembangunan nasional, yakni menyediakan pangan untuk seluruh rakyat, meningkatkan kesejahteraan petani dan menggenjot ekspor.
“Food Estate ini benteng ketahanan pangan nasional. Kami ingin program ini berjalan lancar tanpa kendala. Program ketahanan pangan perlu untuk lebih dikuatkan,” ujar Jamil.
Ali mengatakan, program lumbung pangan yang dirancang sejak tahun lalu memiliki target pencapaian hingga tahun 2024.
“Ada beberapa target capaian yang ingin kita raih hingga tahun 2024 mendatang,” katanya. Pertama, lanjut Ali, terlaksananya penataan ruang dan pengembangan infrastruktur wilayah untuk kawasan sentra produksi pangan yang berkelanjutan.
“Kedua, meningkatnya produksi, indeks pertanaman dan produktivitas pangan melalui pertanian presisi,” paparnya. Capaian ketiga adalah terbangunnya sistem logistik, pengolahan dan nilai tambah, distribusi dan pemasaran berbasis digital.
Keempat, terbangunnya korporasi petani yang mampu dan berdaya guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan petani. “Terakhir, meningkatnya daya dukung ekosistem hutan dan gambut untuk mendukung keberlanjutan kawasan sentra produksi pangan,” paparnya.
Ali menambahkan, pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah sebagai wilayah pengembangan Food Estate memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan agroekosistem lainnya, seperti lahan kering atau tadah hujan.
Ali menyebutkan, setidaknya ada delapan keunggulan, di antaranya ketersediaan lahan cukup luas, sumber daya air melimpah, topografi relatif datar, akses ke lahan dapat melalui sungai dan sudah banyak jalan darat serta lokasi ini lebih tahan deraan iklim.
Selain itu, rentang panen juga panjang, khususnya padi — bahkan dapat mengisi masa paceklik di daerah bukan rawa — keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah cukup kaya, dan mempunyai potensi warisan budaya dan kearifan lokal yang mendukung.
“Sejak tahun 2020 di lokasi Food Estate sudah mulai dibenahi infrastruktur tata kelola air irigasi oleh Kementerian PUPR. Diharapkan sampai dengan tahun 2024 seluruh infrastruktur irigasi dapat difungsikan dengan baik,” katanya.
Produksi Naik
Food Estate yang ada di Desa Mlandi, Kecamatan Garung, Wonosobo diklaim mencatat produktivitas tinggi, yaitu 6,7 ton/ha. Jumlah ini merupakan peningkatan dari sebelumnya, yakni 5,6 ton/ha.
Untuk diketahui, Food Estate merupakan program super prioritas yang diresmikan Presiden, Joko Widodo, pada Selasa, (14/12/2021).
Dalam kesempatan itu, Jokowi menginginkan agar manfaat program lumbung pangan ini dapat betul-betul dirasakan oleh petani. Terlebih dalam meningkatkan produktivitas sekaligus memberi jaminan pasar sehingga mampu menjamin penghasilan.
Menindaklanjuti arahan tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo meminta jajarannya melakukan pengawalan intensif agar kemanfaatan program tersebut dapat dirasakan oleh petani. “Indikatornya terlihat dari peningkatan produktivitas panen, jaminan pemasaran, dan peningkatan pendapatan petani,” katanya.
Dirjen Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan, pihaknya akan terus meningkatkan kualitas program pengembangan kawasan hortikultura.
Pengembangan kawasan hortikultura, kata dia, akan dilakukan baik terkait memperluas jangkauan program maupun memaksimalkan dukungan budi daya di lokasi pertanaman.
“Kami berharap petani yang berpartisipasi dalam program serupa akan semakin banyak. Tidak sampai di situ, offtaker atau investor akan terus kami gandeng agar ada keberlanjutan usaha tani terutama aspek pemasarannya,” katanya.
Kepala Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan Wonosobo, Dwiyama Satyani Budyayu berharap, hasil produktivitas yang tinggi dapat menjadi penyemangat petani di Desa Mlandi untuk tetap kerja keras dalam pengembangan kawasan bawang putih.
“Ini produktivitas yang tinggi di atas rata-rata produktivitas Wonosobo. Dengan adanya peningkatan produktivitas sebesar 1,1 ton/ha atau sekitar 19,6% dari produksi biasanya semoga dapat terus menggairahkan petani,” ujarnya
Ketua Kelompok Tani (Poktan) Sumber Makmur, Ahmad Sipan mengatakan, peningkatan produktivitas menjadi lebih dari 6 ton/ha tak lepas dari berbagai faktor. “Faktor tersebut, di antaranya benih bermutu, teman-teman petani yang ulet dan adanya dukungan teknologi dari pemerintah,” imbuhnya.
Ada banyak manfaat yang diperoleh dari program Food Estate. Selain produktivitas yang meningkat, program ini juga diklaim dapat menjaga efisiensi biaya produksi.
“Efisiensi biaya produksi juga turut meningkat. Sebelum program Food Estate berjalan, biaya produksi mencapai Rp41,5 juta/ha. Setelah program ini berjalan, biaya produksi cukup Rp36,5 juta/ha,” ujar Mantri Tani Kecamatan Garung, Yusuf Prayitno.
Dengan biaya produksi tersebut, lanjut dia, hasil panen diyakini mampu mencapai angka Rp83,7 juta/ha. Dari hitungan ini, petani bisa mengantongi pendapatan bersih petani sekitar Rp47,2 juta/ha setiap musim tanam. PSP