Ekowisata berbasis masyarakat sedang dikembangkan di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejumlah fasilitas telah dibangun dengan dukungan Korea Forest Service (KFS) melalui Korea-Indonesia Forest Center (KIFC).
“Fasilitas ekowisata di TWA Gunung Tunak rencananya akan diresmikan awal Maret mendatang,” kata Indonesia Co Director KIFC Sugeng Marsudianto di Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di TWA Gunung Tunak merupakan kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KFS yang diteken Oktober 2013. Sejumlah sarana dan prasarana telah dibangun. Fasilitas pendukung ekowisata pun sudah siap digunakan. Diantaranya adalah visitor center, gedung serba guna, guest house, butterfly learning center, camping ground, lapangan parkir dan jungle track. Seluruh fasilitas tersebut dibangun diarea seluas 1.400 m2
Untuk pembangunan fasilitas tersebut, KFS melalui KIFC mengalokasikan dana sekitar Rp28,8 miliar pada periode 2015-2018. Selain untuk pembangungan fasilitas wisata, dana tersebut juga dimanfaatkan untuk pengembangan kapasitas sumber daya masyarakat (SDM) masyarakat yang akan mengelola ekowisata di sana.
Menurut Sugeng, penguatan kapasitas SDM memang menjadi fokus kerjasama KLHK-KFS karena peran masyarakat sangat penting dalam menunjang keberhasilan ekowisata di TWA Gunung Tunak. Tercatat ada 175 orang terlibat dalam kegiatan pengembangan kapasitas SDM dengan peserta terbesar merupakan masyarakat setempat. Masyarakat yang dilibatkan terutama dari Desa Mertak Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, yang lokasinya berbatasan dengan TWA Gunung Tunak.
Pelatihan peningkatan kapasitas mayarakat dilakukan di Praya, Lombok Tengah. Selain itu, masyarakat juga diajak melakukan studi banding pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di Pulau jeju, Korea. “Masyarakat dilatih soal kerajinan, kuliner, pemanduan wisata dan intrepretasi objek wisata,” kata Sugeng.
Masyarakat, kata Sugeng, kini memiliki kepercayaan diri untuk terlibat dalam kegiatan jasa wisata alam di TWA Gunung Tunak. Dia yakin, jika hal ini terus dikembangkan maka akan memberi dampak positif bagi pengembangan ekonomi masyarakat setempat.
Untuk diketahui, TWA Gunung Tunak ditetapkan berdasarkan Surat keputusan menteri Kehutanan No SK.2899 tahun 2014 pada 16 April 2014. TWA ini memiliki luas 1.219,97 hektare dan merupakan satu dari 10 TWA yang dikelola BKSDA Mataram.
TWA Gunung Tunak mempunyai banyak alasan untuk dikunjungi wisatawan lokal dan manca negara. Diantaranya adalah aksesibilitas yang sangat baik karena hanya berjarak satu jam berkendara dari Bandara Internasional Lombok, di Praya. Lokasinya pun strategis karena berdekatan dengan kawasan Mandalika yang gencar dipromosikan pemerintah Indonesia sebagai destinasi wisata Internasional.
Alasan lain adalah bentang alamnya yang indah. Di sana terdapat pantai pasir putih yang masih alami. Terdapat hutan sekunder yang menarik untuk dijelajahi. Di hutan itu bisa ditemui burung gosong kaki merah (Megapodius reinwartdtii) yang langka. Burung ini menjadi target foto banyak wisatawan penggemar aktivitas birdwatching.
Edukasi
Sugeng menyatakan, peresmian fasilitas ekowsiata di TWA Gunung Tunak dijadwalkan dihadiri oleh Dirjen Konservasi Sumber Daya alam dan Ekosistem (KSDAE) dan Dirjen International Affair KFS, First Secretary Kedutaan Besar Republik Korea di Indonesia, Bupati Lombok Tengah, tokoh dan masyarakat di sekitar TWA Tunak.
“Setelah peresmian, seluruh sarana dan prasana yang dibangun KIFC dihibahkan pengelolaannya kepada KLHK dalam hal ini BKSDA Mataram,” kata Sugeng.
Dia berharap pengembangan ekowisata di TWA Gunung Tunak juga bisa menjadi wahana pendidikan lingkungan. Apalagi di sana juga dibangun butterfly learning center yang akan menyediakan informasi tentang berbagai jenis kupu-kupu yang ada. “Kupu-kupu menjadi salah satu serangga yang menarik untuk dilihat di TWA Gunung Tunak,” kata Sugeng. Sugiharto