Gagal Laksanakan Impor Sapi Indukan, Kepala Balai Besar Veteriner Maros akan Diganti

ilustrasi ternak sapi (pixabay.com)

Kepala Balai Besar Veteriner (BBVet) Maros, Sulawesi Selatan, Sulaxono Hadi  akan diganti karena dinilai gagal melaksanakan impor sapi indukan tahun 2018 sebanyak 3.300 ekor. Ini adalah bentuk tanggung jawab dan konsekuensi menjalankan tugas.

“Mekanismenya jabatan Kepala BBVet, segera kita lelang,” kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, I Ketut Diarmita, di Jakarta, Selasa (8/1/2019).

Kementan melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2018 menargetkan impor sapi indukan sebanyak 6.000 ekor. Hingga 10 Desember lalu, yang sudah terealisasi sebanyak 2.065 ekor.

Impor tersebut   dilaksanakan tiga  Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Ditjen PKH, yaitu BBPTU-HPT Baturraden sebanyak 1.270 ekor, BPTU-HPT Sembawa seabanyak 1.430 ekor, dan Balai Besar Veteriner/BBVet Maros) sebanyak 3.300 ekor.

Pelaksanaan impor melalui pihak ketiga yaitu PT Adi Putra, yang menang dalam proses lelang pengadaan impor sapi indukan sebanyak 3.300 ekor di BBVet Maros. Namun sampai batas waktu yang ditentukan perusahaan ini tidak mampu merealiasikan kontrak kerjanya.

“Padahal, kelompok tani penerima bantuan sudah siap, begitu juga pakannya,” kata Ketut. Kementan masih memerlukan impor sapi betina indukan untuk meningkatkan populasi sapi di dalam negeri.

Impor sapi betina indukan ini menjadi salah satu mesin pengendali pemotongan sapi betina produktif. Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) untuk mempercepat peningkatan populasi sapi di tingkat peternak.

Program ini merupakan keberlanjutan dari program Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB) sebelumnya, namun lebih komprehensif dengan lebih mengoptimalkan pelayanan reproduksi kepada sapi-sapi milik peternak.

Untuk mensukseskan pelaksanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan tersebut telah dibuat program diantaranya Upsus Siwab, penambahan sapi indukan impor, peningkatan status kesehatan hewan dan pengembangan sapi Belgian Blue.

Dalam dua tahun pelaksanaan program, capaian kinerja program Upsus Siwab sangat fantastis. Hal ini terlihat dari pelayanan Inseminasi Buatan/IB dari Januari 2017 hingga 31 Desember 2018 telah terealisasi 7.964.131 ekor.

Kelahiran pedet mencapai 2.743.902 ekor atau setara Rp21,95 Triliun dengan asumsi harga satu pedet lepas sapih sebesar Rp 8 juta per ekor. Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi program Upsus Siwab pada 2017 sebesar Rp1,41 triliun, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar Rp20,54 triliun.

“Esensi Upsus Siwab adalah mengubah pola pikir petani ternak domestik yang cara beternak peternaknya selama ini masih bersifat sambilan diarahkan ke praktik beternak yang menuju ke arah profit dan menguntungkan bagi peternak,” katanya.

Menurut dia, selain percepatan peningkatan populasi sapi dan mengubah pola pikir peternak dampak Siwab juga mampu menurunkan pemotongan betina produktif melalui kerja sama dengan Baharkam Polri.

Pemotongan sapi dan kerbau betina produktif secara nasional pada periode Januari-November 2018 sebanyak 8.514 ekor. Jumlah pemotongan tersebut menurun 57,12% dibandingkan dengan pemotongan sapi dan kerbau betina produktif pada periode yang sama pada 2017.

“Upsus Siwab juga telah mampu menghasilkan sapi-sapi yang berkualitas dengan peningkatan kualitas sumber daya genetik ternak sapi”, katanya.

Ketut mengatakan untuk meningkatkan produksi daging sapi, Kementan juga melakukan pengembangan sapi “Belgian Blue” yang memiliki perototan besar yang beratnya bisa mencapai diatas 1,2 sampai 1,6 ton.

Belgian Blue bukan sapi biasa, pertambahan bobot badannya tinggi sekali, per hari bisa mencapai 1,2 sampai 1,6 kilogram. Sampai saat ini, berdasarkan data dari Kementan telah ada 124 ekor kelahiran sapi Belgian Blue yang berhasil dikembangbiakkan baik dari hasil Transfer Embrio (TE) maupun Inseminasi Buatan (IB) dan sudah ada sebanyak 416 ekor sapi bunting. Tahun ini Kementan menargetkan kelahiran 1.000 pedet Belgian Blue. Jamalzen