Awas! Harga Daging Sapi Bakal Melonjak Lagi

Harga daging sapi sebulan atau menjelang puasa dan lebaran nanti akan melonjak. Pasalnya, stok sapi bakalan sangat terbatas. Sementara populasi sapi lokal tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan daging nasional.

“Iya, betul! Akan terjadi lonjakan harga daging sapi dalam beberapa bulan kedepan,” kata Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Subendro, kepada Agro Indonesia, Jumat (15/1/2021).

Menurut dia, kenaikan harga daging tersebut dipicu biaya produksi dari sapi yang dipelihara oleh peternak dalam negeri mengalami peningkatan yang signifikan.

Selain itu jumlah sapi bakalan yang diimpor dari Australia saat ini mengalami kenaikan harga yang luar biasa.

“Kenaikan harga sapi bakalan impor itu dikarenakan nilai tukar  dollar Australia terhadap dollar Amerika,” tegasnya.

Kenaikan harga sapi bakalan juga dipicu karena turunnya populasi sapi Australia akibat banjir tahun 2018 lalu yang menghanyutkan 600 ribu ekor sampai 1 juta ekor sapi. Peternak, kata Nanang, yang sapinya hanyut kini sedang melakukan re-stocking.

PPSKI juga menilai impor daging kerbau yag dilakukan selama ini secara tidak langsung membunuh usaha peternakan sapi terutama usaha penggemukan.

“Minat peternak untuk melanjutkan usaha ternak sapi menjadi turun bahkan tutup, Masuknya daging kerbau membuat usaha sapi lokal menjadi tidak kompetitif lagi,” tegasnya.

Manurut dia, jika usaha ternak sapi tidak mampu bersaing dengan daging kerbau impor dari India, maka peternak tidak akan melanjutkan usahanya, karena akan rugi/tidak menguntungkan.

Untuk mengatasi hal tersebut, PPSKI minta kepada pemerintah untuk terus mengurangi volume impor daging kerbau, selain itu membatasi wilayah distribusi daging kerbau sehingga tidak masuk ke daerah produsen sapi lokal.

Selain itu, lanjut Nanang mengharuskan pedagang/pengecer daging kerbau dari India men-declare bahwa  daging yang dijual adalah daging kerbau dan tidak mencapurkannya dengan daging sapi.

Data produksi daging sapi Indonesia mengalami fluktuasi sejak 2015 hingga 2019. Dalam rentang waktu tersebut, tahun 2016 mencapai titik tertinggi dengan 518.484 ton.

Angka tersebut naik 2,3% dari tahun sebelumnya. Setelah tahun 2016, produksi daging sapi Indonesia menurun perlahan. Tahun 2017 dan 2018 secara berturut-turut Indonesia memproduksi sekitar 486.319,7 ton dan 497.971,7 ton. Tahun 2019, berada di titik terendah dengan produksi 490.420,8 ton. Angka tersebut turun 1,5% dari tahun 2018.

Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur, mengatakan kebutuhan daging sapi nasional tahun 2019 mencapai 683.294 ton, sementara produksi daging sapi hanya  404.590 ton. Kekurangan diimpor dalam bentuk sapi bakalan sebanyak 648.931 ekor dan daging sapi dan daging kerbau.

Tahun 2020 kebutuhan daging sapi tercatat sebanyak 681.180 ton dengan produksi dalam negeri hanya  404.997 ton. Untuk mencukupi kebutuhan daging tersebut pemerintah melakukan impor sapi bakalan sebanyak 446.010 ekor dan impor daging beku serta impor daging kerbau.

Untuk tahun 2021 kebutuhan akan daging sapi meningkat menjadi 696.956 ton sementara produksi meningkat dibandingan tahun 2020, menjadi 425.978 ton. Meskipun produk meningkat sedikit, namun tahun ini kekurangan akan daging sapi mencapai 246.756 ton.

Untuk menambal kekurangan pemerintah akan melakukan impor sapi bakalan sebanyak 530.000 ekor, impor daging sapi sebanyak 105.000 ton, impor daging kerbau sekitar 80.000 ton. (Lihat  Tabel).

Fadjar mengatakan tahun 2021 ini terjadi penurunan impor sebesar 7,07% atau 23.229 dibandingkan dengan dengan impor tahun 2019 dengan rincian impor sapi bakalan turun 18,33% atau 118.931 ekor dan daging sapid an kerbau turun 9,09% atau 18.555 ekor.

“Kita berharap tren penurunan impor ini terus berlanjut sejalan dengan meningkatnya produksi daging nasional,” katanya. Jamalzen