Genjot Ekspor Kayu, Begini Tuntutan Konsumen Jerman

Pertemuan Virtual Indonesia–Jerman tentang Perdagangan Produk Kehutanan, Senin (27/07/2020).

Ekspor produk industri kehutanan Indonesia ke Jerman masih sangat terbuka untuk terus ditingkatkan. Namun produsen Indonesia perlu lebih memperhatikan sifat konsumen Jerman dan Eropa pada umumnya terkait dengan sertifikasi kayu legal, ekonomi hijau dan keberlanjutan sumberdaya hutan Indonesia. 

Demikian  salah satu kesimpulan Pertemuan Virtual Indonesia–Jerman tentang Perdagangan Produk Kehutanan, Senin (27/07/2020).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), yang juga Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) Indroyono Soesilo menyatakan, Indonesia maupun Jerman saat ini masih dalam proses transisi menuju post Covid-19 yaitu tatanan sistem  “New Normal” sehingga diperlukan peningkatan kerja sama strategis kedua negara dalam industri kehutanan.

“Melalui pertemuan dialog bisnis to bisnis dengan koordinasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin, kita siap bangkit kembali untuk meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi kedua negara,” ujar Indroyono.

Duta Besar RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno menyatakan, sejak  Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) diberlakukan pada tahun 2013 lalu dan diakui oleh Uni Eropa pada tahun 2016, ekspor produk industri kehutanan Indonesia ke Eropa terus meningkat tajam dan mencapai 1,1 miliar dolar AS pada tahun 2019 lalu, dimana 156 juta dolar diantaranya masuk ke Jerman.

“Dalam suasana pandemi Covid 19, ekspor industri kehutanan Indonesia ke Jerman pada kurun Januari–Juni 2020 mencapai 64 juta dolar, atau turun 18%, dibanding ekspor pada kurun yang sama pada tahun 2019, yang mencapai 85 juta dolar” ujarnya.

Lebih lanjut Dubes Havas Oegroseno menjelaskan bahwa Jerman adalah importir produk kehutanan Indonesia nomor tiga terbesar ke Eropa, sesudah Inggris dan Belanda.

Dalam diskusi tersebut, panelis dari Indonesia diwakili oleh Dewan Pengurus Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO), Ony Hindra  Kusuma, Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Liana Bratasida dan Direktur  Philnesia International Ltd (Furniture), Rudy T. Luwia.

Sedangkan para panelis dari Jerman, yaitu dari Kementerian Ekonomi dan Energi, Dr. Adrian  Bothe, dari Kementerian Pangan dan Pertanian, Thomas Huber, dari  Import Promotion Desk, Frank Maul dan dari  Asosiasi Perdagangan Kayu Jerman, Nils Olaf Petersen. Semua sepakat bahwa potensi ekspor produk kehutanan Indonesia bisa lebih ditingkatkan, apalagi sertifikasi kayu legal SVLK, sudah diberlakukan kembali. 

Nils Petersen menyarakan bahwa pihak eksportir Indonesia tidak perlu khawatir berkaitan  dengan menurunnya ekspor produk kehutanan Indonesia ke Jerman hingga 18%, pada semester I tahun 2020.

“Kami yakin pada Semester II ekspor akan meningkat kembali mengingat para importir Jerman semakin percaya diri dengan diberlakukannya kembali SVLK/FLEGT dan mulainya ekonomi Indonesia bangkit pasca Covid 19,” ujar Nils.

Peluang baru ekspor produk kehutanan Indonesia ke Jerman yang bisa ditingkatkan adalah serpih kayu untuk energi biomasa dan kayu ringan Albasia, yang  cepat tumbuh dan dapat segera dipanen.

“Saya pikir ini menjadi peluang besar mengingat cukup banyak kayu Albasia di Indonesia disamping kayu tropis lainnya seperti Meranti dan Bangkirai serta kayu Jati yang mempunyai pangsa pasar tersendiri di Jerman,” ujarnya.

Promosi SVLK

Terkait dengan promosi SVLK/FLEGT, Duta Besar Havas Oegroseno akan membahasnya dengan Pemerintah Federal Jerman dan dengan pihak Uni Eropa, mengingat pada tahun 2020 ini Jerman memegang tampuk pimpinan Uni Eropa.

Sesuai Naskah Kerjasama RI–Uni Eropa Tahun 2013, Pasal 13, pihak Uni Eropa wajib mempromosikan sertifikasi kayu legal, SVLK/FLEGT, ke pasar Eropa.

“Hingga saat ini, Indonesia adalah satu-satunya negara yang menerapkan sertifikat kayu legal SVLK/FLEGT yang diakui di pasar Eropa,” pungkasnya.

Sugiharto