Oleh: Drh Ida Lestari S, dan drh Purnama Martha Oktavia Simanjuntak, MSi (Direktorat Kesehatan Hewan – DITJEN PKH- KEMENTAN)
Dalam dunia Kedokteran Hewan, kita mengenal istilah Veterinary Statutory Body (VSB) yang dalam terjemahan bebasnya merupakan suatu badan/organisasi yang bertugas untuk mengurusi pelayanan dunia kesehatan hewan. Dunia kesehatan hewan dalam prakteknya erat berhubungan dengan dunia kesehatan manusia, sehingga sejatinya suatu Negara memerlukan hadirnya VSB untuk memperkuat sistem kesehatan hewan di Negara tersebut sesuai perundangan berlaku, yang secara tidak langsung juga akan memberi dampak bagi kesehatan manusia.
Dalam suatu kesempatan sebuah seminar, Direktur Jenderal PKH (Dr Ir Nasrullah) mengungkapkan pentingnya Veterinary Statutory Body (VSB) terhadap pelayanan kesehatan hewan di Indonesia dimana saat ini Indonesia masih belum memiliki VSB.
Dirjen PKH mengharapkan pembentukan VSB atau mungkin dapat disebut dengan Konsil Kedokteran Hewan Indonesia (KKH), dengan memperhatikan tahapan sosialisasi, membangun tersedianya media informasi, menyediakan kerangka hukum, mengembangkan rancangan kode profesional, serta membangun data-base veteriner dan para-professional veteriner di Indonesia.
Di lain pihak, untuk profesi medis (kedokteran manusia) di Indonesia, selain mereka memiliki organisasi/perkumpulan para dokter yang menamakan kelompok mereka sebagai IDI (Ikatan Dokter Indonesia), mereka juga punya organisasi lagi yang menjadi wadah para dokter, dokter gigi berkumpul yang diberi nama Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Konsil Kedokteran Indonesia ini telah didirikan sejak 29 April 2005, merupakan suatu badan otonom mandiri, non struktural, bersifat independen dan bertanggung jawab kepada Presiden RI. Dalam kegiatan yang dilakukan KKI antara lain: melakukan pengujian dan penerbitan/pencabutan surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar kompetensi pendidikan profesi dokter dan dokter gigi serta melakukan pembinaan terhadap pemyelenggaraan praktik kedokteran untuk meningkatkan mutu pelayanan medis di Indonesia. Dari hasil registrasi keseluruhan para tenaga medis per Agustus 2022, tercatat jumlah dokter sebanyak 161.707 (64%), dokter spesialis 47.885 (19%), dokter gigi 39.683 (16%) dan dokter gigi spesialis 4.990 (2%).
Selain itu dunia medis juga memiliki Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang merupakan lembaga yang melaksanakan tugas profesi secara independen. Beberapa tenaga kesehatan yang familiar dengan kita antara lain bidan; perawat; perekam medis dan informasi kesehatan; tenaga rehabilitasi medik yang menjalankan praktik di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) baik di sektor Pemerintah maupun sektor Swasta.
Dalam dunia veteriner, Indonesia sendiri sejak zaman Hindia Belanda sudah memiliki Organisasi Profesi Dokter Hewan atau dikenal dengan nama Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) yang belum lama ini berusia 69 tahun pada tanggal 9 Januari 2022. Saat ini dalam tubuh PDHI sendiri sudah memiliki 20 Asosiasi/Organisasi Non Teritorial (ONT) yang yang merupakan organisasi dibawah PDHI dimana bidang kerjanya memiliki 3 aspek (kesamaan spesies hewan, kesamaan disiplin ilmu dan kesamaaan minat) dengan melakukan aktivitas kegiatan yang selaras dengan bidang spesialisasi ilmu-ilmu kedokteran hewan yang ditekuninya dari masing-masing anggotanya. Selain itu PDHI setidaknya sudah memiliki 52 cabang di seluruh Indonesia, yang mengelola anggota perhimpunannya dalam mengurus semua pendaftaran dan proses registrasi anggotanya, menyelenggarakan pembinaan dan pendidikan berkelanjutan (continuing education) bagi para anggotanya serta membina hubungan baik dengan Pemerintah Daerah/Kabupaten dan Provinsi yang termasuk dalam wilayah layanan mereka.
Ke depan, diharapkan VSB/KKH bersama dengan Asosiasi Veteriner dibawah PDHI ini memiliki peran dalam mempromosikan peran profesi dokter hewan serta meningkatkan pelayanan veteriner seperti memajukan kesehatan hewan, kesejahteraan hewan, kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar. Peran VSB bersama Asosiasi Veteriner tidak hanya untuk mutu layanan veteriner namun juga untuk praktik veteriner swasta di suatu negara. Kedua organisasi ini menyediakan infrastruktur yang diperlukan untuk memastikan bahwa dokter hewan disektor publik maupun di sektor swasta memiliki kualifikasi dan pengalaman ilmiah yang bebas dari tekanan keuangan, komersial, hierakhis maupun tekanan politik yang dapat mempengaruhi kompetensi profesional mereka.
Merujuk pada Dokumen Badan Kesehatan Hewan Dunia (World Organization for Animal Health)/WOAH/OIE, khususnya artikel 3.4 tentang Legislasi Veteriner serta artikel 3.2 tentang evaluasi Pelayanan veteriner, VSB merupakan organisasi/badan yang bersifat profesional dengan kewenangan otonom yang diakui dan diberikan delegasi melalui legislasi payung hukum undang-undang yang berlaku dan memiliki fungsi pengaturan, seperti registrasi dan perizinan, standar minimum pendidikan veteriner, standar pelayanan profesional dan untuk mengontrol Dokter hewan dan para-profesional veteriner dengan cara yang tepat yang bersifat legal formal di dalam suatu Negara. Selain itu juga VSB mengatur dalam hal kondisi force majeure yang merupakan kejadian tak terduga dan terjadi diluar kuasa pihak-pihak yang terkait serta tak dapat dihindari (misal: dalam kondisi terjadinya pandemi).
Badan Kesehatan Hewan Dunia-OIE sendiri telah mengembangkan twinning program VSB dengan Negara anggota OIE dimana calon anggota Kandidat Negara memiliki kemungkinan untuk membentuk atau memperkuat VSB di Negaranya masing-masing serta mematuhi standar OIE dengan tujuan membantu VSB mandiri dalam mengawasi praktek profesional di Negaranya. Sehingga kehadiran VSB merupakan hal penting dalam suatu Negara untuk mendata dengan memberikan lisensi (izin pemberian jasa pelayanan kesehatan hewan) bagi semua dokter hewan dan para-profesional veteriner untuk berpraktek serta tunduk pada ketentuan displin hukum yang berlaku.
Belajar dengan pengalaman Negara Indonesia dan Negara-negara di belahan dunia lainnya, kita mengalami wabah penyakit Covid sejak tahun 2019 dengan status penyakit yang sampai saat ini masih up and down. Dunia medis telah berkerja sama dengan dunia veteriner untuk bersama-sama menggunakan sarana-prasarana (khususnya sarana Laboratorium) yang dimiliki untuk boleh saling membantu dalam pengendalian penyakit Covid ini.
Dalam dunia veteriner, penyakit hewan bukan melulu bisa menginfeksi hewan namun juga ada yang bersifat zoonosis (dapat menularkan ke manusia). Seperti halnya Avian Influenza merebak pertama kali di Indonesia pada tahun 2003 serta Penyakit Rabies (khususnya pada anjing) yang sejak tahun 1884 dan sampai saat ini masih belum dapat dibebaskan tuntas dari negeri kita.
Berdasarkan Kepmentan 4026 tahun 2013, sedikitnya terdapat 25 Penyakit Hewan Menular (PHM) baik itu yang disebabkan oleh virus-bakteri-jamur dan parasit, baik zoonosis maupun yang tidak zoonosis yang masih harus kita atasi seperti: Anthrax; Rabies; PMK; BSE; Salmonellosis; RVF; Brucellosis; AI; PRRS; Helminthiasis; SE; Nipah; IBR; Bovine Tuberculosis; Leptospirosis; Brucella Suis; Jembrana; Surra; Para-TB; Toxoplasmosis; CSF; Swine Influenza; Champylobacteriosis; Cysticercosis dan Q-Fever.
Kita sadari semua, tidaklah mungkin permasalahan penyakit hewan ditangani oleh para dokter hewan sendiri atau para professional veteriner sendiri, tapi kita harus berkonsolidasi, berkoordinasi secara sinergi baik internal maupun dengan Kementerian-Lembaga terkait juga mengikut sertakan masyarakat dan para stakeholder terkait guna menjaga Negara kita mengatasi PHM ini sedikit demi sedikit sebelum kita mencapai terbebasnya serta mempertahankan kebebasan dari penyakit-penyakit hewan ini.
Kita semua belajar dari beberapa penyakit hewan yang belum lama ini hadir ditengah kita seperti African Swine Fever (ASF) atau dikenal dengan Demam Babi Afrika yang pertama kali ditemukan di Afrika tahun 1921 namun akhirnya masuk juga ke Indonesia seperti yang diumumkan secara resmi melalui Kepmentan No 820 tahun 2019 tentang wabah Penyakit ASF yang pertama kali ditemukan di beberapa kota di Provinsi SUMUT.
Belum selesai secara tuntas dengan penanganan ASF, Indonesia kedatangan penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) yang diketahui berdasarkan laporan melalui Informasi Sistem Kesehatan Hewan Nasional (i-SIKHNAS) dari kasus lapangan di 2 Kabupaten di Provinsi Riau pada pertengahan bulan Februari tahun 2022 kemarin. Kedua penyakit ternak diatas (ASF dan LSD) sendiri sejatinya belum pernah diketemukan/dilaporkan kejadiannya di Indonesia sebelumnya.
Namun kembali merebak penyakit pada ternak kita yaitu Foot and Mouth Disease (FMD) atau lebih dikenal dengan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada akhir April tahun 2022 yang sesungguhnya penyakit ini pernah hadir di NKRI namun kita telah berhasil membebaskannya sesuai pernyataan resmi melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 260 tahun 1986 dan pernyataan resmi Indonesia ke OIE dimana OIE mengeluarkan pernyataan resmi bahwa Indonesia bebas PMK yang tercantum dalam resolusi OIE Nomor XI tahun 1990.
PMK yang diketemukan bulan April 2022 kemarin yaitu di daerah Aceh dan Jawa Timur, langsung direspons cepat Pemerintah dengan membuat konsolidasi dengan berbagai mitra kerja baik lingkup Kementerian/Lembaga, pihak swasta maupun Internasional serta mengikut-sertakan dunia pendidikan (Fakultas Kedokteran Hewan) dengan melakukan selain rapat konsolidasi rutin, membuat Surat Edaran dan memberikan KIE kepada masyarakat juga medirikan Satgas PMK.
Beruntungnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Negara Kepulauan, memberi penghalang dalam penyebaran karena masih bisa dihambat dengan batas-batas lautan, sementara kunci risiko utama kemudahan penyebaran adalah kurang maksimalnya penjagaan check point antar Provinsi/ Kabupaten/ Kota/ Kecamatan/ Kelurahan guna mempertahankan daerah yang bebas akan tetap bebas lestari. Juga daerah yang terkena PMK terus dikendalikan agar kasus positif PMK menjadi semakin berkurang.
Terkait PMK, saat ini Pemerintah fokus kepada pencegahan penyebaran dengan melakukan vaksinasi sedikitnya 2 kali yang dibarengi dengan tindakan stamping out pada daerah yang kasusnya rendah. Kita membutuhkan banyak tenaga kesehatan veteriner dalam menangani perluasan penyakit bila kita mau mengulang sejarah keberhasilan Indonesia membebaskan PMK tahun 1986. Namun sulit bagi kita mengetahui jumlah dokter hewan, paramedik veteriner secara keseluruhan di Indonesia baik itu di Pemerintahan, sektor swasta maupun tenaga sukarela dokter hewan yang tidak berkerja di Pemerintahan dan juga tidak melakukan praktik, namun mau menyumbangkan tenaganya untuk mendukung Indonesia bebas PMK.
Diharapkan, selama menunggu kehadiran VSB/KKH, praktisi kedokteran hewan dan para profesional veteriner di Indonesia dapat memperkuat kapasitas teknis, mengingat dalam perjalanan pengabdian profesi veteriner, tidak dapat dipungkiri bahwa profesi veteriner berkaitan erat dengan berbagai permasalahan yang bersifat global, nasional, regional maupun lokal ataupun spesifik yang terkait erat dengan keterlibatan Pemerintah, masyarakat luas, bahkan keterlibatan profesi kedokteran hewan itu sendiri khususnya terkait wabah penyakit seperti halnya tertuang dalam article 3.2 dokumen OIE tentang pentingnya kehadiran peran VSB dalam kondisi pandemi. ***