IKM Furnitur dan Krajinan Perlu Terus Ciptakan Inovasi

Pelaku IKM furnitur dan kerajinan perlu terus menciptakan inovasi agar bisa bersaing dengan produk luar negeri. Sebab, melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara Eropa dan Amerika akan menjadi tantangan yang cukup berat bagi IKM furnitur dan kerajinan mengingat banyak negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika yang merupakan negara importir furnitur dan kerajinan terbesar di dunia.

“Adapun lima negara importir furnitur terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Prancis, dan Belanda dengan total nilai impor sebesar 145,3 miliar dolar AS. Pemerintah telah melakukan langkah-langkah antisipatif, yaitu dengan mengidentifikasi negara-negara nontradisional sebagai alternatif negara tujuan ekspor,” ucap kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka IKMA) Reni Yanita di Jakarta, Senin (13/03/2023).

Reni  berharap agar perajin furnitur dan kerajinan terus mengeksplorasi kekayaan budaya nasional dengan kemasan modern serta mengikuti tren pasar global. Menurut Reni, inovasi dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing suatu produk, terutama karena industri furnitur dan kerajinan erat sekali kaitannya dengan gaya hidup (lifestyle).

Reni menambahkan, untuk memaksimalkan tingkat pertumbuhan serta perluasan pasar industri furnitur dan kerajinan, diperlukan adanya penyediaan faktor-faktor produksi utama yaitu bahan baku, modal, dan tenaga kerja. Bahan baku industri furnitur dan kerajinan di Indonesia bisa dikatakan cukup melimpah, terutama yang berasal dari hutan produksi. Menurut Reni, Indonesia juga diuntungkan dengan iklim tropisnya, yang membuat berbagai jenis pohon dapat tumbuh dengan cepat.

“Indonesia merupakan penghasil  80 persen bahan baku rotan dunia, di mana daerah penghasil rotan di Indonesia berada di berbagai pulau, terutama di Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau Sumatera,” ujar Reni. Dari pendampingan ini, tercatat penjualan produk dari para peserta hingga 841 ribu dolar AS pada tahun 2022.

Pada tahun 2022, ekspor produk furnitur dan kerajinan mencapai 3,5 miliar dolar AS. Adapun negara tujuan utamanya antara lain Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Jerman, dan Inggris. Proporsi nilai ekspor yang cukup signfikan dari industri ini menunjukan bahwa karakteristik sektornya berorientasi ekspor.

“Kami berharap para pelaku IKM furnitur dan kerajinan dapat terus mengikuti tren pasar global serta aktif melakukan inovasi, dan yang penting juga tetap menjaga kelestarian lingkungan dalam rantai pasoknya. Kami optimistis Indonesia akan bisa menjadi trendsetter dalam pengembangan eco lifestyle furniture,” ujarnya.

Menurut Reni, iklim tropis di Indonesia menjadi potensi besar bagi pengembangan industri furnitur dan kerajinan. “Karena kita mempunyai kekuatan comparative advantage berupa melimpahnya bahan baku kayu beraneka jenis, kemudian bahan baku rotan dan bamboo,” sebutnya.

Melalui kekuatan dari ketersediaan bahan baku serta didukung dengan desain yang unik dan menarik, pemerintah optimistis produk furnitur Indonesia memiliki nilai tambah yang tinggi dan mamopu berdaya saing global. “Selain itu juga perlu didukung dengan konsep berwawasan lingkungan,” imbuhnya.

Program Aku Siap Ekspor

Sejak 2022, pemerintah juga mendukung program Pendampingan Aku Siap Ekspor (ASE). Program tersebut merupakan kolaborasi antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), dan Business & Export Development Cooperation (BEDO).

Direktur IKM Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan Ditjen IKMA Yedi Sabaryadi mengungkapkan, program ASE cukup berhasil untuk mempersiapkan para IKM furnitur dan dekorasi rumah yang berorientasi ekspor, agar dapat meningkatkan kompetensi dan daya saing dalam menghadapi pasar ekspor.

“Kami berharap penyelenggaraan program Aku Siap Ekspor batch 2 tahun 2023 akan membawa efek positif yang besar terhadap industri furnitur dan home decor Indonesia dan memperluas pangsa ekspor produk furnitur dan home decor Indonesia di pasar internasional,” ucap Yedi.

Pada program ASE 2.0 ini, para peserta dilatih untuk fokus menentukan sasaran ke negara-negara nontradisional yang memiliki skema perjanjian dagang (CEPA/FTA/PTA) dengan Indonesia. “Peningkatan penetrasi pasar pada negara-negara nontradisional tersebut diharapkan dapat meredam potensi penurunan ekspor yang disebabkan fenomena stagflasi yang terjadi pada negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia,” jelas Yedi.Buyung N